Selasa, 31 Mei 2016

Sinopsis Mirror of The Witch Episode 5


Anak buah Hong Joo melapor kalau mereka tidak bisa menemukan Yeon Hee.
Hong Joo berpikir Yeon Hee tidak akan mati dengan mudah karena kutukan sudah aktif (hanya Putera Mahkota yang bisa membunuh Yeon Hee). Ia mencoba menggunakan sihir hitamnya tapi urat-urat di tangannya menonjol dan menghitam.

Ia terkejut dan teringat pada kutukan Hae Ran bahwa ia akan mati oleh sihir hitamnya sendiri.


Rambut Putera Mahkota tiba-tiba berubah kembali hitam dan ia sadarkan diri. Ia berkata ia lapar.

Begitu juga dengan Poong Yeon yang tiba-tiba sadarkan diri dan tidak lagi melihat hantu menakutkan. Seluruh tubuhnya telah pulih seperti semula. Ibunya sangat lega.

Seseorang mendekati tubuh Yo Gwang. Ia mengenakan pakaian serba hitam. Orang itu menempelkan kertas jimat di dada Yo Gwang dan jimat itu menyala. Lalu ia mengangkat tubuh Yo Gwang.


Heo Ok dan teman-temannya menyiksa Dong Rae agar memberitahukan apa rencana Jun. Dong Rae berkata ia tidak tahu. Meski mereka mengikatnya dan memukulinya Dong Rae terus mengatakan ia tidak tahu.

Heo Ok mengambil sabit dan mengancam akan memotong telinga Dong Rae. Begitu sabit itu mendekati telinganya, Dong Rae menyerah.


Heo Jun tidak mati. Panah itu rupanya menancap di kepingan perisai yang dibawanya. Meski ia terluka tapi tidak berbahaya. Jun mencabut panah itu dari dadanya. Kepingan itu jatuh lalu menghilang.

Heo Jun melihat luka di dadanya sembuh dengan sendirinya namun menyisakan tanda di dadanya. Ada yang mengatakan tanda itu sama dengan gambar dari lembaran Mauigeumseo yang disembunyikan Hyun Seo.

Heo Jun teringat pada ibunya dan langsung berlari pergi.


Tiba saatnya untuk naik ke kapal. Tapi Jun belum kembali juga hingga ibu Jun memutuskan untuk menunggu di tempat penampungan.

“Ibu,” panggil seseorang.

Ibu Jun menoleh. Ia langsung ketakutan saat melihat yang datang ternyata Heo Ok.
Heo Ok bertanya apa yang ibu Jun lakukan di sini. Apa mereka  berpikir untuk melarikan diri dari majikan mereka?

“Pastinya tidak. Anakmu itu pintar. Dia tidak akan melakukan hal sebahaya itu karena ia pasti tahu ia akan tertangkap,” sindirnya.


Ibu Jun berlutut memohon ampun. Ia berkata ini rencananya sendiri, tidak ada kaitannya dengan Jun. Heo Ok menamparnya berkali-kali. Ia berkata keluarganya sudah menampung dan memberi makan ibu Jun dan Jun, dan ini balasannya? Ia akan mematahkan kaki mereka berdua.

Lalu ia menyeret ibu Jun dengan menjambaknya sementara ibu Jun memohon agar Ok melepaskan Jun karena Jun tidak tahu apa-apa. Ibu Jun menyenggol tumpukan jerami dan tumpukan jerami itu menjatuhkan lilin yang menyala.


Heok Ok tidak menyadarinya. Ia masih terus memukuli ibu Jun dan berkata mereka bukan manusia tapi hanya barang miliknya. Ibu Jun  terus meminta ampun.

Api sudah membesar ketika akhirnya Heo Ok menyadarinya. Ia panik dan berusaha keluar dari tempat itu. Dengan bangku kayu ia berhasil mematahkan tiang-tiang jendela. Tapi letaknya terlalu tinggi.

Ia memanggil ibu Jun untuk dijadikan pijakan agar ia bisa naik keluar. Setelah Heo OK berhasil naik, ibu Jun memeganginya agar ia juga bisa keluar. Tapi Heo Ok malah mendorongnya, bukan menariknya. Ibu Jun dengan sekuat tenaga memegangi tangan Heo Ok. Akhirnya pegangannya terlepas sementara Heo Ok terjatuh keluar.


Ibu Jun tertimpa palang kayu yang sedang terbakar. Heo Ok melarikan diri begitu mendengar suara Jun berteriak memanggil ibunya.

Melalui celah kayu, Jun melihat ibunya pingsan ditimpa palang kayu. Ia mendobrak tempat itu dan berhasil mengeluarkan ibunya dari sana.

Ia memohon agar ibunya sadarkan diri. Ibunya membuka mata. Ia meminta maaf karena ia yang seperti ini sudah melahirkan Jun.

“Jika saja kau terlahir dari ibu yang berbeda….

“Jangan katakan itu, Ibu!” kata Jun sambil menangis. “Hanya Ibu seorang yang kuperlukan! Aku tidak membutuhkan yang lainnya.”

“Selama ini sangat menyakitkan untukmu, bukan? Ibu minta maaf…maafkan Ibu, Nak,” Ibu Jun membelai wajah puteranya. Lalu ia terkulai lemas….pergi untuk selamanya.

“Ibu, kumohon!! Maafkan aku, Ibu,” isak Jun. Ia memeluk ibunya sambil menangis pilu.
Di dekat ibu Jun, tergeletak cincin kuning Heo Ok.


Heo Ok berlari pulang dengan panik mencari ibunya. Ia menceritakan semuanya pada ibunya dan sangat ketakutan. Tapi ibunya dengan tenang berkata kalau Heo Ok tidak melakukan kesalahan, jadi kenapa harus takut.

“Seorang budak menyerahkan hidupnya untuk majikannya adalah hal yang lumrah. Tentu saja dia yang harus mati. Memangnya kau yang harus mati? Ditambah laig, ia seorang budak yang mencoba melarikan diri bersama puteranya. Dia pantas mati. Itu salahnya sendiri.”

Heo Ok masih merasa bersalah dan ketakutan, tapi ibunya menyuruhnya mengangkat kepala dan menganggap kejadian tadi hanya mimpi buruk.


Putera Mahkota makan dengan sangat lahap. Ibu Suri sangat senang melihatnya dan berkata akan menghadiahi divisi shaman. Tapi Hong Joo tidak nampak senang. Ia mengamati Putera Mahkota. Begitu juga Ratu yang tampaknya mulai meragukan Hong Joo.



Ratu menyusul Hong Joo dan bertanya apakah Hong Joo baik-baik saja. Hong Joo berterima kasih atas perhatian Ratu.

Tapi maksud Ratu adalah apakah Puteri benar-benar sudah mati jika Hong Joo baik-baik saja. Hong Joo menegaskan ia tidak akan baik-baik saja seperti sekarang jika Puteri masih hidup.

“Kalau begitu kenapa Putera Mahkota tiba-tiba sakit? Apa itu karena sihir hitammu?”

“Itu tidak mungkin. Kutukan sihir hitam sudah dipatahkan dengan kematian Puteri. Saya yakin Putera Mahkota sakit karena sedang lemah tubuh.”

Hmm…jadi Hong Joo berbohong dengan mengatakan Puteri memang telah mati sejak 17 tahun lalu dan apa yang menimpa Putera Mahkota bukanlah karena kutukan itu.

Tapi Ratu tidak percaya begitu saja, karena terlalu kebetulan perisitwa itu terjadi pada hari ulang tahun Putera Mahkota yang ke-17. Merasa Ratu meragukannya, Hong Joo malah menantang apa yang akan Ratu lakukan jika memang Putera Mahkota sakit karena kutukan sihir hitam.

Ratu terkejut dengan sikap berani Hong Joo. Hong Joo berkata Ratu harus menekan rasa takutnya pada sihir hitam.

“Putera Mahkota bukanlah hanya putera Yang Mulia. Dia seseorang yang kuciptakan dengan mempertaruhkan nyawaku,” kata Hong Joo. Jadi ia akan mengurus Putera Mahkota sampai akhir.

Ratu bertanya apa yang Hong Joo rencanakan pada Putera Mahkota. Hong Joo hanya tersenyum dan menyuruh Ratu tenang.


Malamnya Ratu mengirim seorang pembunuh ke divisi shaman untuk membunuh Hong Joo. Tapi tempat itu sudah kosong. Hong Joo dan anak buahnya tidak ditemukan di manapun.
Ia melapor pada Ratu.  Baru saja menerima laporan tersebut, seorang dayang melaporkan telah terjadi sesuatu pada Putera Mahkota.

Ratu masuk ke kamar puteranya dan menemukan wajah puteranya sudah tertutup kain hitam. Putera Mahkota telah tiada.

Ini adalah pukulan besar bagi Ratu. Ibu Suri menghambur masuk dan shock melihat cucunya. Ia memerintahkan untuk memanggil Hong Joo sekarang juga. Tapi kepala kasim melaporkan kalau Hong Joo menghilang.

Ibu Suri histeris menyuruh Putera Mahkota bangun. Karena terlalu emosi, ia jatuh pingsan.


Kasim mengumumkan mangkatnya Putera Mahkota di atap istana. Seluruh istana berkabung.

Hong Joo melihat itu dari kejauhan. Ia memegang sebuah pot keramik putih.
Semalam Hong Joo diam-diam masuk ke dalam kamar Putera Mahkota membawa pot tersebut. Dengan kekuatan sihirnya, ia memindahkan roh Putera Mahkota ke dalam pot keramik itu lalu menutupnya. Putera Mahkota kejang-kejang….dan akhirnya mati.
Roh itu memberontak di dalam pot. Tapi pot itu kembali tenang saat Hong Joo memegang tutupnya.

“Yang Mulia Ratu, aku tidak punya pilihan karena kau akan menyingkirkanku. Apa Yang Mulia tahu? Lebih menyakitkan merasakan pisau ditarik keluar setelah ditikamkan daripada saat ditikam. Semoga Yang Mulia tetap kuat sampai kita berjumpa lagi,” batinnya. Ia pergi membawa pot tersebut.


Di tempat lain, Heo Jun memakamkan ibunya seorang diri. Setelah selesai, ia merenung sambil memegangi cincin kuning. Cincin itu ia temukan saat kematian ibunya.

Heo Ok seperti biasa bersenang-senang dan mabuk di rumah gisaeng. Ibunya kebetulan sedang berbelanja dan melihat Heo Jun menghampiri Heo Ok. Jun masih mengenakan pakaian berkabung.

Heo Ok melihat Jun dan mengajaknya minum karena ini hari ulangtahunnya.  Ia berkata Jun harus bersenang-senang bersama mereka hari ini. Ibu Heo Ok kesal melihat perilaku anaknya, tapi ia diam mengamati.

“Ah, kau masih berkabung atas kematian ibumu. Bagaimana lagi, aku tidak bisa ikut berkabung denganmu, kan? Ia mungkin seorang yang kausayangi, tapi bagiku ia hanya seorang pelayan.”


Jun menatap Heo Ok. Heo Ok mengira Jun hendak memukulnya lagi seperti waktu itu. Ia berkata ibu Jun yang memohon-mohon waktu itu sekarang sudah mati, jadi apa Jun sudah siap menerima hukuman (jika Jun memukul Heo Ok lagi)?

Heo Ok teringat pada ibu Jun yang memohon-mohon malam itu. Ia sempat terlihat tak enak hati dan meninggalkan Jun.

Tapi Jun menghentikannya. Tanpa diduga Jun meminum minuman pemberian Heo Ok dan mengucapkan selamat ulang tahun. Heo Ok sedikit terkejut dan mengucapkan terima kasih.
“Tuan Muda, kau menjatuhkan ini,” Jun mengeluarkan cincin kuning.

“Ah, kenapa ini di sini? Kukira aku menghilangkannya. Terima kasih,” ujar Heo Ok cuek.
Jun tertegun. Berarti cincin itu benar-benar milik Heo Ok. Berarti Heo Ok yang menyebabkan kematian ibunya.


Lima tahun kemudian…..

Seseorang di rumah gisaeng menceritakan rumor yang didengarnya. Ada seorang wanita yang bersembunyi jauh di dalam hutam yang belum pernah dijajaki manusia. Wanita itu berkulit putih bagaikan salju, bibir merah seperti darah, dan mata yang dipenuhi kesedihan.

Kabarnya wanita itu bisa memindahkan benda tanpa menyentuhnya dan bisa mematikan apapun. Karena itu orang menyebutnya penyihir. Dan orang mengatakan wanita yang berwajah cantik itu akan berubah menjadi monster pada malam bulan pertama, lalu mengambil jantung manusia.

“Aigoo..sepertinya cerita hantu pemakan jantung manusia belum beruubah sampai sekarang,” timpal seseorang. “Aku sudah bosan.”

Ternyata orang itu Heo Jun. Dan ia tampak sangat berubah, baik dari pakaian maupun dari sikapnya.


Seorang lain yang berpakaian hitam-hitam dan bertopi hitam bertanya bukankah yang sedang dibicarakan orang akhir-akhir ini adalah “Bangsawan Jubah Merah”?

Si pencerita membenarkan. Wanita itu membunuh orang sambil mengenakan jubah merah, tapi gerakannya sangat cepat hingga tak ada seorang pun yang pernah melihat wajahnya.

“Tapi jika orang itu mengenakan jubah merah bangsawan, bukankah itu artinya ia seorang pria dan bukan wanita?” tanya orang berpakaian hitam itu lagi.

Si pencerita tidak mau kalah. Ia berkata wanita juga bisa menyamar dengan mengenakan pakaian pria kalau mau.


Heo Jun menghentikan mereka dan menyuruh mereka cepat bermain. Mereka sedang berjudi.

Ternyata si pencerita dan temannya adalah satu komplotan penipu. Mereka juga berkomplot dengan seorang gadis berpakaian urakan. Gadis itu diam-diam melihat isi kartu Heo Jun dan memberi isyarat pada kedua penipu yang berjudi dengan Heo Jun.
Mereka mengira mereka sudah menang. Tapi Heo Jun mengeluarkan kartunya dan ternyata ia menang. Kedua penipu itu langsung protes.

Heo Jun mengeluarkan dua gambar diri penipu itu. Ia sudah tahu dua orang itu penipu yang sedang dicari-cari. Keduanya hendak menyerang Heo Jun.


Keadaan jadi heboh. Semua orang berteriak dan berusaha keluar dari ruangan. Orang berbaju dan bertopi hitam ikut menyelinap keluar.

Heo Jun  berhasil menangkap kedua orang itu. Tapi si gadis berpakaian urakan tiba-tiba memukulnya.  Untunglah Heo Jun tidak kehilangan kedua orang itu dan berhasil mengikat mereka.

Terdengar suara polisi dari luar.  Heo Jun cepat-cepat melarikan diri dengan melompat keluar jendela. Si gadis urakan yang bersembunyi di bawah meja,  juga ikut melarikan diri.

Polisi masuk menangkap kedua penipu itu. Ternyata kepala polisinya adalah Heo Ok.
Atasannya memuji Heo Ok karena sudah berkali-kali berhasil menangkap penjahat. Heo Ok berkata ia hanya melakukan tugasnya.

“Jika kita berhasil menangkap Bangsawan Jubah Merah, kita tidak perlu khawatir apapun lagi,” kata si atasan. Ia berkata Heo Ok mungkin akan dinaikkan jabatannya.


Heo Ok menemui Jun dan melemparkan serenceng uang padanya. Ia berkata Jun sudah bekerja dengan baik. Jadi Jun yang menangkap para penjahat itu dan Heo Ok yang mendapatkan  pujian.

Berbeda dengan dulu, Jun tanpa ragu memungut semua uang itu. Ia berkata ia sangat bersyukur Heo Ok menampungnya dan memberinya makan, jadi ia harus melakukan apa yang ia bisa.

“Yah, itu benar. Aku harus berhasil agar kau juga bisa tercukupi. Dan kau tahu, aku senang kau begitu cepat kembali pada kenyataan. Bayangkan jika kau tidak tahu tempatmu dan bermimpi besar. Kau akan menyia-nyiakan hidupmu. Bukankah lebih baik saling membantu seperi ini?” ujar Heo Ok.


Selain mendapat uang dari Heo Ok, Jun belum berhenti berjualan obat. Ia sering berjualan di rumah gisaeng. Dan meski ia sekarang nampak playboy seperti Heo Ok, ia berkata semua sungguh membosankan.

Orang berpakaian hitan dan bertopi hitam tadi menyusuri hutan dan masuk ke dalam kuil Chungbing. Di punggungnya tersampir golok besar. Ia adalah Yo Gwang. Ternyata ia belum mati…atau hidup kembali?



Di sepanjang dinding dalam gua kuil Chungbing,  terpasang rangkaian jimat. Seperti yang dulu terpasang di sekeliling rumah Yeon Hee.

Yo Gwang berjalan makin masuk sambil membawa pelita bercahaya aneh.
“Seo Ri? Seo Ri?” pamggilnya.

Seo Ri menoleh. Sebilah golok menempel di leher Yo Gwang.

“Kenapa kau sangat terlambat?” tanya Seo Ri…alias Yeon Hee. Rambutnya telah kembali hitam. Dan sekarang ia nampak sangat serius, tidak polos seperti dulu.

Ia mengelilingi Yo Gwang dan bertanya apakah Yo Gwang benar-benar pergi hanya untuk mencari lilin. Tentu saja, kata Yo Gwang takut-takut. Seo Ri mengambil pelita dari tangan Yo Gwang. Golok kecil itu akhirnya jatuh.

Yo Gwang bernafas lega, namun beberapa kartu (untuk judi) jatuh dari pakaiannya. Dengan pandangannya, Seo Ri langsung menempelkan kembali golok ke leher Yo Gwang. Ia menatap Yo Gwang dengan galak.

“Aku juga dengar gosip mengenai dirimu, jadi aku berusaha menyelidikanya. Dan hanya bermain satu kali saja. Orang-orang terus mengatakan kau itu seorang penyihir. Aaaaah…iya, iya aku juga mencari berita apa yang sedang terjadi. Aku ingin tahu apakah ada yang berguna untuknya,” kata Yo Gwang putus asa.


Akhirnya Seo Ri melepaskan golok itu. Ia pergi ke dalam tempat ritual dengan membawa pelita yang dibawa Yo Gwang. Lalu ia memindahkan api dari pelita tersebut untuk menyalakan lilin yang ada di sana. Selama 5 tahun ini ia sudah menyalakan 100 lilin, tersisa 8 yang belum menyala.

“Aku akan menyalakan semuanya dan mematahkan kutukan ini. Tidak boleh ada lagi yang mati karenaku. Kumohon, jangan biarkan lilin ini padam,” ia berdoa.

Seorang bertopeng dan berjubah hitam menyerahkan sebuah kotak pada Hong Joo. Isi kotak itu adalah jantung manusia yang masih segar.

Hong Joo melempar jantung itu ke dalam api untuk menggunakan sihir hitamnya. Dan sihir hitam Hong Joo memadamkan nyala api lilin yang baru saja dinyalakan Seo Ri. Meski ia berhasil menghalangi Seo Ri, ia belum menemukan keberadaan Seo Ri.


Seo Ri kesal. Enam bulan terakhir ini ia belum berhasil menyalakan 1 lilin pun. Ia sudah sejauh ini tapi….

Kilas balik bagaimana ia bisa selamat. Yo Gwang yang menyelamatkannya dari danau yang membeku itu dan membawanya ke Kuil Chungbing. Yo Gwang mencabut panah yang tertancap di dada Yeon Hee.

Yeon Hee menangis dan bertanya benarkah apa yang dikatakan Hong Joo bahwa semua orang yang mencintainya dan dicintainya akan mati.

“Itukah sebabnya kakak jatuh sakit?”

“Jika kita mematahkan kutukannya, kita bisa mengembalikan semua seperti semula. Kau harus melupakan siapa dirimu dan berusaha sekuat tenaga mematahkan kutukan ini. Mulai sekarang kau bukan lagi Yeo Hee. Seo Ri akan menjadi nama barumu.

Kau harus menyalakan 108 lilin di sini dan mematahkan kutukanmu. Setelah itu, kau bisa menggunakan namamu kembali,” kata Yo Gwang sambil menyerahkan Mauigeumseo.


Mengingat itu kembali, membuat Seo Ri kembali teguh. Ia meminta Yo Gwang membawakan plakat permohonan. Dengan plakat itu ia akan menyalakan lilin. Yo Gwang nampak ragu namun ia tidak mengatakan apapun dan berkata ia akan membawakannya.

“Isinya harus keinginan sepenuh hati. Hanya itu caranya untuk menyalakan lilin,” kata Seo Ri.



Warga kota ngeri melihat mayat tergantung  terbalik di pohon. Dada mayat itu bolong, tidak berjantung. Heo Jun juga melihatnya. Tangan mayat itu memegang botol ramuan. Jadi sepertinya pembunuhan ini direncanakan dengan membuat korban minum ramuan itu dulu. Orang-orang percaya pelakunya Bangsawan Jubah Merah.

Selain Heo Jun, gadis urakan di tempat judi juga melihat mayat tersebut dan nampaknya ia bukan sekedar ingin tahu melihat mayat tersebut. Ia buru-buru memalingkan wajahnya saat melihat Heo Jun. Tapi Heo Jun tidak mengenali gadis itu.

Baru saja Heo Jun pergi, Poong Yeon melihat mayat itu bersama anak buahnya yang bernama Sol Gae (Moon Ga Young).


Yo Gwang pergi ke sebuah pohon besar di mana banyak orang berdoa dan  menggantungkan keinginan mereka (yang ditulis pada plakat kayu). Ia mencabut beberapa di antaranya lalu pergi.

Seseorang mengikutinya. Si Jubah Merah. Untunglah Yo Gwang menyadarinya dan berhasil melarikan diri dengan cepat lalu bersembunyi.

Tapi seandainya Yo Gwang tidak pergi dengan cepat, mungkin ia akan bertemu dengan Poong Yeon yang rupanya memburu si Jubah Merah. Yo Gwang cepat-cepat pergi ke kuil Chungbing sementara Poong Yeon mengejar si Jubah Merah.


Poong Yeon berkelahi dengan Jubah Merah. Kekuatan mereka hampir berimbang dan Poong Yeon bberhasil melukainya. Ia hampir bisa menangkapnya jika saja Jubah Merah tidak melemparkan pasir ke arah Poong Yeon lalu melarikan diri. Poong Yeon kehilangn jejak pembunuh itu.


Raja Seonjo (Lee Ji Hoon) marah besar mendengar laporan kalau Bangsawan Jubah Merah belum juga berhasil ditangkap. Ah rupanya Poong Yeon telah menjadi pengawal istana.

Raja Seonjo adalah keponakan Raja Myeongjeong karena Raja Myeongjeong tidak memiliki pewaris tahta setelah kematian Putera Mahkota Sunhoe. Jadi Raja Myeongjeong juga sudah meninggal pada waktu ini. Mungkin para pembaca lebih mengenal penerus Raja Seonjo yaitu Gwanghae, karena sering dibuat dramanya^^

Raja Seonjo dengan berapi-api memerintahkan agar Jubah Merah ditangkap dan dihadapkannya padanya sesegera mungkin karena sudah mempermalukan istana.


Tapi sikapnya berbeda ketika ia hanya berbicara dengan Poong Yeon. Ia berkata ia lebih keras pada Poong Yeon karena baginya Poong Yeon sangat berarti. Ia meminta Poong Yeon melaporkannya secara detil.

Poong Yeon berkata si Jubah Merah tingginya di bawah 180 cm dan memiliki kemampuan bela diri yang tidak biasa. Ia menyalahkan dirinya yang kurang berkemampuan.

Raja Seonjo berkata selama ini tidak ada orang yang bisa melihat Jubah Merah dengan jelas karena gerakan mereka terlalu cepat, tapi Poong Yeon bisa melukainya.
“Berikutnya, kau pasti akan bisa memenggal kepala orang itu.”

“Aku akan menangkapnya bagaimanapun caranya dan menghilangkan kekhawatiran Yang Mulia,” kata Poong Yeon.

Raja berkata hanya Poong Yeon yang bisa dipercayainya, jadi ia berharap Poong Yeon menjaga diri agar tidak terluka.


Sebelum Poong Yeon pergi, Raja bertanya apakah masih belum ada kabar mengenai ayah Poong Yeon. Ia ingin membentuk kembali divisi ritual di istana sesegera mungkin.

Tapi Poong Yeon meminta maaf. Ia tidak bisa melakukannya karena ia percaya ayahnya masih hidup di suatu tempat. Raja mengerti dan tidak memaksanya.

Setelah Poong Yeon pergi, tiba-tiba Raja merasakan sakit yang sangat menusuk di lengannya. Ia melihat darah mengalir dari lengan jubahnya.



Setelah Poong Yeon keluar dari istana, Sol Gae melaporkan kalau orang yang diselidikinya bukanlah adik Hyun Seo dan ia belum menemukan Hong Joo. Ia pergi ke tempat di mana Hong Joo tinggal setelah diusir dari istana, tapi Hong Joo tidak ada.

Poong Yeon nampak kecewa. Sudah lima tahun berlalu namun mereka belum menemukan jejak sedikitpun mengenai Yeon Hee. Sol Gae mengusulkan agar mereka mencari ke rumah mayat untuk melihat mayat yang belum diidentifikasi.

“Ayah dan Yeon Hee belum meninggal,” ujar Poong Yeon tegas.

Sol Gae cepat-cepat minta maaf.  Poong Yeon tidak menyalahkannya. Ia menyerahkan sebungkus kain pada Sol Gae dan menepuk pundaknya. Isinya manisan buah kesemek.


 Larut malam, tabib istana mencabuti duri-duri dari luka di pundak Raja Seon Jo. Entah bagaimana ia bisa sakit seperti itu. Lukanya bukan hanya di pundak tapi sudah menjalar ke punggung dan juga bagian-bagian tubuh yang lain.

Tabib sendiri belum menemukan apa penyebab penyakit itu. Raja Seonjo menguatkan dirinya untuk menahan rasa sakit dari penyakit tersebut dan melarang siapapun tahu mengenai penyakitnya.


Tiba-tiba kasim mengumumkan kedatangan Ibu Suri. Ibu Suri yang sekarang adalah Ratu Shim (istri Raja Myeongjeong).  Ia mendengar kabar mengenai mayat yang baru ditemukan dan khawatir hal buruk semacam itu terus terjadi di negeri ini.

Raja Seonjo tampaknya tidak menyukai Ibu Suri dan Ibu Suri menyadarinya. Ia berkata sepertinya Raja Seonjo tidak menyukai kehadirannya.

“Bagaimana aku bisa merasa tenang dengan kehadiran Ibu Suri. Ibu Suri adalah sosok paling berkuasa di istana,” ujarnya sinis.

Tapi Ibu Suri tidak nampak marah. Ia tersenyum dan berkata ia yang paling tua di istana ini jadi ia harus mengurus Raja. Raja berkata ia berterima kasih atas kekhawatiran Ibu Suri.

“Tapi jangan anggap aku sebagai pengganti Putera Mahkota yang sudah tiada. Maksudku adalah aku baik-baik saja, jadi jangan khawatirkan aku.”

Ibu Suri berkata tubuh Raja menentukan nasib Joseon, bagaimana bisa ia tidak khawatir jika ada sedikit saja luka di tubuh Raja? Raja Seonjo berkata Ibu Suri tidak perlu khawatir karena ia tidak akan meminta Ibu Suri memerintah menggantikan dirinya. Ia mempersilakan Ibu Suri pergi,

Ibu Suri bangkit berdiri dan pergi. Namun ia sempat terdiam melihat tetesan darah di lantai.


Kasim kepala melaporkan pada Ibu Suri kalau tabib istana mengunjungi Raja beberapa kali setiap malam. Tapi itu hal yang biasa.

Hanya saja, alas tidur dan selimut Raja harus dibuang setiap pagi. Dan kabarnya ada darah dan nanah pada alas tidur itu.

“Apakah kutukan pada istana belum berakhir?” batin Ibu Suri.

Ia memerintahkan agar Hong Joo segera ditemukan meskipun harus mengerahkan puluhan atau ratusan orang. Pokoknya Hong Joo harus ditemukan.


Heo Jun pergi ke makam ibunya dan membersihkannya.

Setelah tahu Heo Ok yang menyebabkan kematian ibunya, Jun sempat menyelinap ke kamar Heo Ok pada suatu malam dan hendak membunuhnya. Tapi ia tidak sanggup.

 “Ibu, semua sudah selesai. Tunggu sebentar lagi. Aku akan menghancurkan mereka dan membuat mereka membayar perbuatan mereka,” katanya di depan makam ibunya.


Seo Ri bermimpi kejadian 5 tahun lalu di mana anak buah ayahnya satu per satu mati, lalu Poong Yeon yang histeris melihatnya,  dan terakhir Jun yang tertembak panah menggantikan dirinya.

Ia terbangun.

“Ayah, aku hanya harus menyalakan 8 lilin lagi. Aku pasti akan mematahkan kutukan ini dan melindungi mereka yang kucintai. Dan aku juga akan mencari tahu kenapa aku terlahir dengan kutukan ini.”

Di tempat Hong Joo, tubuh Hyun Seo terbaring seperti orang tidur.  Di atas dadanya tertempel kertas jimat.


Komentar:

Hyun Seo kaya puteri tidur ih^^ Untung Hyun Seo masih hidup. Tapi agak takut juga sih Hong Joo mengunakan Hyun Seo untuk menjadi senjatanya. Semacam mayat hidup misalnya? Mudah-mudahan tidak. Sudah cukup melihat Lee Sung Jae begitu jahatnya di GuFamily Book >,<

Mulai sekarang aku menyebut Yeon Hee dengan nama Seo Ri sampai Seo Ri berhasil menyalakan 8 lilin ya ;p

Misteri besar episode ini adalah siapa yang menempelkan kertas jimat ke tubuh Yo Gwang dan membangkitkannya? Ada yang mengatakan itu Hyun Seo, tapi rasanya tidak mungkin Hyun Seo sempat kembali untuk menghidupkan Yo Gwang. Lalu siapa dia?

Misteri besar berikutnya adalah kenapa kutukan itu bisa terangkat dengan sendirinya? Apakah karena Yeon Hee jatuh ke dalam kolam dan sempat hampir mati? Tapi ketika Yeon Hee diselamatkan dari kolam, rambutnya masih putih. Apakah kutukan itu terhenti sementara karena Yeon Hee menyalakan lilin? Atau karena rangkaian jimat di sekeliling kuil chungbing?

Sepertinya rangkaian jimat di gua kuil Chungbing menghalangi Hong Joo mengetahui di mana keberadaan Yeon Hee…sama seperti rumah Yeon Hee dulu. Tapi Hong Joo tahu Yeon Hee masih hidup, buktinya ia menggunakan sihir hitam untuk menghalangi Yeon Hee.

Seo Ri mengatakan 6 bulan terakhir ia tidak bisa menyalakan 1 lilin pun. Sepertinya itu bersamaan dengan munculnya si Jubah Merah. Jelas si Jubah Merah adalah anak buah Hong Joo yang bertugas mencarikan jantung manusia segar untuk sihir hitam Hong Joo.
Kenapa enam bulan terakhir? Apakah Hong Joo baru  mengetahui usaha Seo Ri ini enam bulan yang lalu? Sebelumnya apa yang ia lakukan?

Dalam terjemahannya dari beberapa penyedia subtitle, Bintang Utara (Polaris) akan hilang 5 hari setelah hari ulang tahun Yeon Hee yang ke-17. Tapi Dramabeans menerjemahkan 5 tahun.

Setelah melihat kutukan itu masih bertahan dan Seo Ri masih berusaha menyalakan lilin, sepertinya terjemahan Dramabeans yang benar. Bahwa Seo Ri harus menyalakan 108 lilin sebelum 5 tahun. Dan itu artinya waktunya semakin mendesak. Karena itu Seo Ri sempat kesal dan putus asa.

Oya episode ini adalah penampilan terakhir Dong Rae dalam drama ini karena pemerannya, Choi Sung Won, menderita sakit leukeumia. Ketahuan sakitnya justru saat syuting drama ini...kasian ya :( Kabar baiknya, penyakitnya ditemukan sangat awal jadi kemungkinan sembuh lebih besar. Get well soon, Choi Sung Won...