Minggu, 09 Agustus 2020

Sinopsis It's Okay To Not Be Okay Episode 13

Sebelum pergi ke studio foto, Mun Yeong sempat hendak membuka pintu kamar tapi ia mengurungkan niatnya  dan mengatakan kalau ia dan Sang Tae akan pergi. Kang Tae bisa bergabung jika berubah pikiran.

Kang Tae menghampiir setelan jas yang tergantung. Di sana ada alamat studio foto. Ia menyentuh jas tersebut dan merasa ada sesuatu di dalam kantungnya. Ia merogohnya dan menemukan Mang Tae. Dalam keranjang Mang Tae ada kertas yang ditulis Mun Yeong.

“Berkat Mang Tae yang kauberikan padaku, aku tidak lagi bermimpi buruk. Kau, Kak Sang Tae, dan Mang Tae. Aku sangat senang sekarang memiliki keluarga ini. PS: Aku ingin Mang Tae kembali. Ia milikku.”

Kang Tae mengenakan setelah jasnya dan memutuskan menyusul ke studio foto. Mun Yeong dan Sang Tae sangat senang melihatnya.

“Aku tidak terlalu terlambat, bukan?” tanya Kang Tae.

“Jika kau tidak datang aku akan memasang photoshopmu,” kata Mun Yeong.

Sang Tae mengitari adiknya dan berkata adiknya sangat menawan. Kakak juga, kata Kang Tae. Mereka bertiga mengambil foto keluarga bersama. Kang Tae tersenyum melihat Kakaknya dan Mun Yeong yang sekarang menjadi keluarganya.

Direktur Lee akhirnya kembali. Seung Jae yang pertama kali bertemu dengannya. Ternyata Direktur Lee selama ini mematikan ponselnya atas saran Seung Jae. Seung Jae berbisik strategi mereka tampaknya berhasil. Ia mewanti-wanti Direktur Lee agar tidak membicarakan kencan buta sampai Ju Ri yang menanyakannya. Direktur Lee tidak mengerti mengapa tapi Seung Jae menyuruhnya menurut saja.

Setelah Seung Jae pergi, Direktur Lee masuk ke kamar Ju Ri untuk mengabarkan kepulangannya. Sikap Ju Ri kembali jutek seperti dulu.  Direktur Lee ingin mengobrol dengan Ju Ri tapi Ju Ri tidak terlalu menanggapinya. Akhirnya Direktur Lee menceritakan kalau ia ikut kencan buta dan teman kencannya sangat mirip Song Hye Kyo yang merupakan tipe idealnya.

Ju Ri tambah kesal dan berkata ia ada pelatihan besok jadi ia harus belajar seharian. Direktur Lee terpaksa keluar kamar. Ia menyesal telah melanggar larangan Seung Jae. Di dalam, Ju Ri sangat kesal karena Direktur Lee begitu bersemangat dengan kencannya.

Seung Jae ada janji bertemu dengan Mun Yeong dan Sang tae di perpustakaan seni. Ia kesal karena mereka belum datang juga dan mulai mengomel. Ia berteriak kaget saat tahu Mun Yeong sudah di belakangnya. Tidak apa-apa, kata Mun Yeong. Bergosip itu bisa menghilangkan stress.

Seung Jae terpesona melihat Kang Tae dalam setelan jasnya. Mun Yeong langsung menatapnya dengan tajam. Ia langsung mengajak  Sang Tae melihat-lihat.

Mun Yeong melarang Kang Tae mengenakan jas lagi ke depannya. Ia bilang Kang Tae lebih kelihatan bagus dalam seragam perawatnya. Benarkah, tanya Kang Tae. Tadinya ia akan membeli lebih banyak jas. Tentu saja ia mengatakannya untuk menggoda Mun Yeong.

 “Itu terlihat sangat tidak nyaman. Jangan pakai.”

“Baik, tapi kau juga jangan pakai pakaian itu. Kelihatannya tidak nyaman,” balas Kang Tae.

Seung Jae berusaha menjelaskan tipe ilustrasi yang sedang tren saat ini dan menyarankan agar untuk buku terbaru Mun Yeong diberi kehangatan dan kepolosan, tidak kejam dan intens seperti buku Mun Yeong biasanya. Dengan warna-warna pastel misalnya, untuk menetralisasi cerita intens Mun Yeong.

Tapi Sang Tae menolak. Jika netral akan terlalu hambar. Tidak akan terasa apapun. Siapa yang akan memakannya? Sabar ya Seung Jae XD Tapi Seung Jae menganggap Sang Tae keren kok^^

Kang Tae melihat buku Anjing Musim Semi karya Mun Yeong. Mun Yeong berkata itu buku yang disukai Kang Tae. Ia dengar dari Jae Su kalau Kang Tae tidak pernah benar-benar terbuka pada orang lain dan menyimpan semuanya sendiri. Itu seperti Anjing Musim Semi.

Kalian bertemu, tanya Kang Tae. Mun Yeong menceritakan ia sampai memesam 10 box pizza agar Jae Su menemuinya karena ia ingin bertanya kenapa Kang Tae sangat marah. Lalu apa katanya, tanya Kang Tae.

“Ia memberitahuku agar tidak berusaha mengorek-ngorek karena mengetahui apa yang kaupikirkan tidak akan baik untukku. Jadi aku memutuskan untuk menyerah. Aku tidak lagi penasaran.”

Kang Tae berkata ia sangat muak dan lelah melindungi dan memperhatikan orang lain. Ia terlahir untuk menjaga kakaknya, juga harus mencari nafkah, dan ia memaksa dirinya untuk melakukan semua itu.

“Tapi aku sekarang tidak lagi memikirkannya sebagai pekerjaan. Melangkah maju akan menjadi tujuanku. Mempertaruhkan hidupku untuk melindungi keluargaku, setelah kupikir-pikir sebenarnya cukup keren. Aku tidak peduli siapapun itu, aku tidak akan memaafkan siapapun yang macam-macam dengan keluargaku. Jika keluargaku diambil dariku, aku akan mengejar mereka sampai aku mendapatkannya kembali. Aku akan melindungi keluargaku tak peduli apapun juga.”

“Apa aku bagian dari keluarga itu?” tanya Mun Yeong penuh harap.

“Kita sudah mengambil foto keluarga bersama, jadi kita keluarga sekarang,” Kang Tae menggenggam tangan Mun Yeong.

Mun Yeong tersenyum.

Sun Hae marah-marah di telepon, melarang orang yang meneleponnya datang menemuinya. Jika ia berani datang, ia akan bunuh diri.. Setelah menutup telepon, Sun Hae menyuruh para staf memberitahu tahu orang itu bahwa ia sudah mati kalau sampai ia menelepon lagi.

Peneleponnya ternyata ayah Sun Hae yang dulu mengirim Sun Hae ke dukun ketika Sun Hae masih kanak-kanak karena menganggapnya kerasukan. Mereka sudah berpisah selama bertahun-tahun jadi kenapa sekarang tiba-tiba ayah yang tidak tahu malu itu peduli pada anaknya.

Perawat Park menegur Byul karena terlalu cepat menyimpulkan sebelum tahu cerita seluruhnya keluarga itu. Ia hanya tahu sepihak dan orangtuanya pasti punya alasan sendiri.

Ibu Ju Ri menemui Direktur Lee di kamar Jae Su sambil membawakan makanan karena Direktur Lee tidak ikut makan bersama. Direktur Lee berkata ada yang harus ia kerjakan. Ibu Ju Ri melihat tumpukan buku anak-anak di atas tempat tidur. Dan Direktur Lee jelas sedang membacanya.

“Kau orang dewasa tapi membaca buku anak-anak. Membuatmu terlihat keren dan berhati murni,” puji Ibu Ju Ri.

“Tidak, ini hanya pekerjaanku,” Direktur Lee merendah.

Ia akhirnya mengaku kalau ia sebenarnya kelaparan. Ia tidak ikut makan malam karena ia merasa mal. Ia menceritakan semua kebohongannya. Ibu Ju Ri tertawa dan berkata apakah ia sebaiknya memberi petunjuk pada Direktur Lee.

Ia berkata Ju Ri lebih menyukai ayahnya daripada ibunya. Ayahnya itu bagaikan pilarnya. Tapi ayahnya meninggal ketika ia masih kecil, jadi ia harus menjadi segalanya bagi ibunya. Karena itu ia tidak tahu bagaimana bersandar pada orang lain. Jika ayahnya masih hidup, Ju Ri pasti berpikir ia memiliki seseorang yang berada di belakangnya dan dapat mengatakan apapun yang ia ingin katakan. Ia bisa menghadapi apapun dengan lebih sedikit sakit hati.

“Seseorang yang bisa menjadi tempat bersandar ketika keadaan menjadi sulit. Bukankah itu sudah cukup?”

Direktur Lee mengerti. Atau tidak?

Sang Tae, Kang Tae, dan Mun Yeong tiba di rumah. Sang Tae langsung naik ke kamar untuk menington Dooly. Kang Tae dan Mun Yeong ke ruang kerja untuk menaruh buku-buku Sang Tae. Mun Yeong memikirkan tempat untuk menaruh foto keluarga mereka nanti. Ruangan itu pasti akan lebih ceria. Ia bahkan berpikir untuk mendekorasi ulang seluruh rumah.

Kamar Kang Tae dan Sang Tae menurutnya terlalu kecil untuk dipakai berdua. Jadi apa harus

tukar kamar, tanya Kang Tae. Mun Yeong berkata itu tidak perlu. Kang Tae tinggal pindah ke kamarnya saja. Tapi Kang Tae tidak mau.

“Karena dulu itu kamar orang tuamu. Go Mun Yeong, jika aku mengajakmu tinggal di tempat lain bersamaku apa kau akan ikut denganku?”

Mun Yeong bingung. Apa Kang Tae harus melarikan diri lagi? Apa Sang Tae mulai bermimpi lagi? Jika itu yang terjadi ia yang akan merobek kupu-kupu itu sampai hancur dan membunuhnya. Kang Tae sudah tahu kan kalau ia pandai menangkap kupu-kupu. Kang Tae memeluk Mun Yeong.

“Bukan itu alasannya. Meski kupu-kupu itu muncul, kau tidak boleh membunuhnya.”

“Kenapa tidak?”

Kang Tae berkata bagaimana jika ia jadi takut dan melarikan diri lagi. Mun Yeong bergurau ia akan mengejar Kang Tae dan mematahkan kakinya. Kang Tae tertawa. Mun Yeong berjanji ia tidak akan melakukannya. Tidak akan membunuh kupu-kupu itu. Mereka mengaitkan kelingking dan mencapnya dengan kiss.

Kang Tae kembali ke kamar. Kakaknya bertanya apa Kang Tae merasa malu. Pipinya merah dan menghindari tatapannya, juga tersenyum canggung. Itu yang dilakukan Kang Tae jiika merasa malu. Apa Kang Tae malu karena melakukan sesuatu? Tidak, kilah Kang Tae.

“Apa kau menciumnya?” haha Sang Tae ternyata cukup peka ya XD

“Hanya kecupan di bibir,” Kang Tae mengakui.

“Cium lebih baik daripada bertengkar. Jangan bertengkar atau aku akan memarahi kalian.”

Kang Tae bertanya siapa yang lebih disukai kakaknya. Ia atau Mun Yeong. Sang Tae terlihat ragu, lalu ia menjawab ia suka Ko Gil Dong. Hehe....ia bahkan sudah sulit memilih antara Kang Tae dan Mun yeong^^

 Pil Wong mendekati Sang Tae yang sedang menggambar untuk mengembalikan buku. Sang Tae menanyakan pendapatnya tentang buku itu. Pil Wong berkata ia sangat menyukai ceritanya hingga ia mengingat semuanya. Sang Tae bertanya bagian mana yang paling disukainya.

“Jangan lupakan apapun. Ingatlah semua dan hadapilah. Jika kau tidak menghadapinya, kau akan selalu menjadi anak-anak yang jiwanya tidak pernah bertumbuh.”

Itu juga bagian kesukaan Sang Tae. Pil Wong bertanya apa Sang Tae masih berlatih menggambar kupu-kupu. Sedikit sedikit, kata Sang Tae.

“Menurutmu mana yang lebih dulu? Kupu-kupu pada lukisanmu atau aku meninggalkan rumah sakit ini?” tanya Pil Wong. Siapa yang lebih dulu bisa mengatasi trauma mereka?

“Tergantung siapa yang menemukan pintunya duluan,” jawab Sang Tae,

Pil Won setuju. Mereka akan mencari pintu itu sama-sama agar bisa pergi bersama.

Ju Ri melihat pasien Sun Hae bersikap aneh. Ia terus menerus tidur dan tidak bisa dibangunkan. Byul dan Ju Ri mengetahui mereka akan segera bertemu “pengunjung” itu. Pengunjung yang memilih satu orang dan mengikutinya ke manapun. Tahun lalu Pil Wong yang jadi korbannya. Apa itu hantu, tanya Cha Yong kaget. Ju Ri tersenyum.

Kang Tae memperlihatkan semua kertas yang ia temukan, baik dari buku Park Ok Ran maupun surat dari amplop biru di meja kerja Sang Tae. Dokter Oh berkata itu seperti peringatan dari si kupu-kupu. Masalahnya tidak ada tulisan yang bisa dikenali dari kertas-kertas yang ditemukan dalam buku Park Ok Ran. Dan Kang Tae tidak menemukan kertas kosong yang sama dengan itu di manapun.

Artinya bukan Park Ok Ran yang menulis semuanya tapi menerima kertas-kertas itu dari tempat lain. Dokter Oh berkata ia selalu merasa ada yang aneh di rumah sakitnya, tapi ia belum mengetahui alasannya. Ia mewanti-wanti Kang Tae agar tidak mempercayai siapapun dalam rumah sakit ini dan tidak membiarkan Sang Tae sendirian di rumah sakit untuk sementara waktu.

Merasa khawatir, Kang Tae meminta kakaknya pulang lebih dulu tanpa menunggunya dan selalu membawa ponselnya. Sang Tae protes ia bukan bayi lagi dan ia bukan pengecut. Ia bahkan berlatih menggambar kupu-kupu. Ia akan menemukan pintunya sebelum Pil Wong. Ia tidak akan melarikan diri lagi.

“Jadi kakak akan melindungi kami sekarang?” Kang Tae tersenyum.

“Tentu saja. Aku punya dua adik sekarang. Aku adalah kakakmu dan Mun Yeong, jadi aku harus melindungi kalian.”

Kang Tae juga menelepon Mun Yeong yang bekerja sendirian di rumah. Ia menyarankah agar Mun Yeong menelepon Seung Jae atau Direktur Lee untuk menemaninya. Tapi Mun Yeong tidak suka teralihkan saat menulis. Kang Tae mengingatkan agar Mun Yeong mengunci pintu dan tidak membiarkan orang asing masuk.

Mun Yeong tersenyum. Ia senang ada yang mengkhawatirnya. Ia bergurau seharusnya ia hanya melakukan hal-hal yang membuat Kang Tae khawatir.

“Oppa...oppa....” tiba-tiba terdengar suara anak kecil memanggil Kang Tae.

Mun Yeong meradang. Kang Tae berkata bukan siapa-siapa dan menyuruh Mun Yeong terus menulis. Lalu menutup telepon. Suaranya seperti anak kecil, gumam Mun Yeong kesal.

Ternyata yang memanggil Kang Tae adalah Sun Hae. Sekarang ia seperti anak kecil dan bertanya mereka ada di mana sekarang. Kang Tae sudah lama bekerja di rumah sakit jadi tidak kaget dengan hal-hal seperti ini. Dengan tenang ia menjelaskan mereka ada di rumah sakit. 

“Ah rumah sakit lagi...apa aku dibawa ke sini setelah dipukuli lagi?” tanya Sun Hae. Ia menatap Kang Tae dan berkata sepertinya ia kenal.

Kang Tae memperlihatkan kartu namanya dan memperkenalkan diri sebagai perawat. Sun Hae memperkenalkan diri sebagai murid kelas 2 SD. Umur 8 tahun. 

Yoo Sun Hae menderita DID (Dissociative Identity Disorder atau Kepribadian Ganda).  Penyebabnya adalah disiksa saat masih kanak-kanak. Dulu orangtua memukul anaknya dianggap wajar karena dianggap sebagai cara untuk mendisiplinkan anaknya. Tapi itu adalah penyiksaan anak.

Jadi ia mengembangkan kepribadian lain sebagai mekanisme pertahanan diri.  Tapi orangtuanya percaya kalau ia kerasukan dan menjualnya ke dukun di llngkungan rumah mereka. Jadi ia bukan dukun sungguhan.

Direktur Oh pernah menemuinya untuk diramal tapi malah memberinya konseling dan akhirnya memasukkannnya ke rumah sakit ini.

Keadaan ayah Mun Yeong memburuk. Direktur Oh memindahkannya ke kamar isolasi agar tidak mempengaruhi pasien lain.

Sang  Tae pulang. Mun Yeong memanggilnya. Sang Tae menegurnya agar memberi salam dan menanyakan keadaannya lbih dulu tapi Mun Yeong mengingatkan kalau ia adalah bos Sang Tae. Ia sedang melihat sketsa yang dibuat Sang Tae dan tidak puas dengan hasilnya. Ia menyuruh Sang Tae menggambar ulang semuanya.

Ia tidak suka dengan penampilan mereka. Semua kepalanya terputak 180 serajat. Tidak ada wajah, rambut semua. Semuanya sedang menghadap belakang. Tapi Sang Tae berkata itu wajah mereka semua. Mun Yeong makin kaget, mana wajahnya? Tidak ada ekspresi pada wajah mereka. Pesan dan karakter adalah dua elemen penting.

Sang Tae akhirnya mengakui sulit baginya untuk menggambar ekspresi wajah. Mun Yeong menyarankan agar Sang Tae mengikuti ekspresi wajah dari kartu ekspresi yang dimilikinya. Tapi Sang Tae berkata jika ia mengikuti gambar tesebut maka ia tidak bisa menyebutnya sebagai gambarnya.

Mun Yeong melunak dan berkata Sang Tae bisa belajar lagi. Sang Tae adalah seorang pengamat yang baik. Ia berkata jangan hanya wajah Kang Tae yang diamat, tapi juga pelajari dan amati ekspresi wajah orang lain. Dengan begitu Sang Tae bisa membuat kartu ekspresinya sendiri. Ia ingin Sang Tae menemukan hasilnya minggu depan.

Perawat Park menemui Kang Tae. Ia berkata ayah Mun Yeong kelihatannya akan meninggal dalam beberapa hari ini. Ia yakin Dokter Oh juga akan menghubungi Mun Yeong, tapi Kang Tae lebih dekat dengannya. Ia ingin Kang Tae mempersiapkan Mun Yeong agar lebih siap mental.

Ia mengira ayah Mun Yeong akan bisa bertahan lebih lama dan merasa sedih karenanya. Jika ia perawat saja sedih, pasti Mun Yeong lebih sedih. Ia ingin Kang Tae menghibur Mun Yeong.

Direktur Lee menunggu kepulangan Ju Ri di halte bis. Akhirnya ia mengakui kebohongannya. Ia memnag harus ikut kencan buta tiap bulan karena ayahnya. Ayahnya memiliki anak saat sudah sangat berumur. Sekarang usianya 90-an. Ju Ri bertanya apa Song Hye Kyo benar-benar tipe idel Direktur Lee.

“bukan, bukan. Tipe idealku adalah seseorang yang bisa bersandar padaku saat keadaan menjadi sulit. Ia bisa mengeluh padaku kapanpun ia mau,” Direktur Lee berusaha mengingat perkataan ibu Ju Ri. “Jadi aku akan menganggapnya sebagai puteriku.” (karena ibu Ju Ri mengatakan andai saja ayah Ju Ri masih hidup)

“Puteri?! Apa kau orang mesum?” omel Ju Ri.

“Bukan begitu...aku ingin berada di sisimu seperti yang pernah dilakukan ayahmu,” sesal Direktur Lee sambil mengejar Ju Ri.

Mun Yeong masih sibuk dengan pekerjaannya. Kang Tae mengambil lembaran kertas di meja dan akan membacanya, tapi Mun Yeong langsung merebutnya. No spoiler.

Kang Tae bertanya apa ketiga karakter dalam cerita Mun Yeong pada akhirnya menemukan apa yang mereka cari. Mun Yeong bertanya apa Kang Tae baru saja menanyakan ending ceritanya? Kang Tae tertawa dan berkata ia hanya penasaran.

Mun Yeong berkata ia juga penasaran siapa yang tadi memanggil “oppa” pada Kang Tae. Pasien yang usianya lebih tua 13 tahun dari Mun Yeong. Mun Yeong berkata suaranya sangat imut dan cocok untuk membacakan cerita dongeng.

Kang Tae hendak membicarakan ayah Mun Yeong tapi Mun Yeong sudah tahu karena Dokter Oh sudah meneleponnya. Dokter Oh berkata Mun Yeong sebaiknya datang menjenguk saat ayahnya masih sadar.

“Tak masuk akal. Apa semua orangtua otomatis dimaafkan atas semua perbuatan buruk mereka sebelum mereka meninggal. Apa mereka tidak bisa meninggal sebelum mendengar ‘dosamu diampuni” dari anak-anak mereka?”

“Apa kau yakin tidak akan menyesalinya nanti?” tanya Kang Tae. “Raja Bertellinga Keledai. Kau bilang seseorang harus mengeluarkan apa yang ada di dalam hatinya untuk menghindari sakit hati. Kau tidak akan memiliki kesempatan untuk berbicara dengan ayahmu lagi. Apa kau benar-benar tidak akan apa-apa?”

Mun Yeong berkata ia tidak peduli. Tidak ada yang harus disesali atau dikatakan pada ayahnya. Ia berkata ada sebuah dongeng yang sangat dibencinya saat ia masih kanak-kanak. A Tale of Two Sisters. Ia benci sang ayah dalam dongeng tersebut. Meski anak-anaknya disiksa oleh ibu tirinya dan berada di ambang kematian, ia pura-pura tidak melihatnya. Orang yang mengabaikan dan pura-pura tidak melihat penyiksaan lebih buruk dari penyiksanya. Kedua kakak beradik itu sebenarnya dibunuh oleh ayah mereka.

A Tale of Two Sisters

Kisah tentang dua orang kakak beradik bernama Janghwa dan Hongryeon. Ibu mereka meninggal dunia ketika Hongryeon berusia 5 tahun. Ayah mereka menikah lagi. Tapi ibu tiri mereka jelek dan kejam. Ia membenci kedua anak tirinya tapi tidak memperlihatkannya. Setelah ia memiliki tiga orang putera berturut-turut barulah ia menyiksa keduanya dengan segala macam cara. Tapi Janghwa dan Hongryeong tidak pernah memberitahu ayah mereka.

Ketika sudah waktunya Janghwa menikah, ayah mereka menyuruh isterinya untuk merencanakan pernikahan. Ibu tiri marah karena tidak mau membuang uang untuk anak tirinya. Ia menyuruh anak tertuanya menaruh tikus mati di atas tempat tidur Janghwa lalu memfitnah Janghwa telah keguguran. Ayahnya percaya pada ibu tirinya. Janghwa yang tidak tahu apa yang harus dilakukan melarikan diri ke danau. Ibu tiri menyuruh putera sulungnya mengikuti Janghwa dan mendorongnya ke danau. Janghwa tenggelam. Seekor harimau tiba-tiba muncul dan menyerang putera sulung ibu tiri, mengambil satu tangan dan kakinya.

Janghwa tewas tapi gantinya puteranya cacat. Ia melampiaskan kemarahannya pada Hongryeon. Tak tahan lagi, Hongryeon bunuh diri di danau tempat kakaknya ditemukan tewas.

Sejak itu, kepala desa yang baru selalu tewas sehari setelah diangkat tanpa ada yang tahu penyebabnya. Hingga seorang pemuda pemberani menjadi kepala desa. Malam setelah ia diangkat, dua hantu wanita muda mendatanginya. Pemuda itu menanyakan siapa mereka dan kenapa mereka membunuh kepala-kepala desa sebelumnya. Sambil meratap, hantu Janghwa menceritakan apa yang terjadi. Ia ingin semua orang tahu kebenarannya, bahwa ia sudah difitnah ibutirinya dan dibunuh. Saat diminta bukti, hantu Janghwa meminta kepala desa memeriksa bangkai tikus yang disangka janin keguguran.

Keesokan harinya, kepala desa melakukan apa yang dikatakan hantu Janghwa. Ia memanggil ayah keduanya, ibu tiri, dan anak sulung, dan memeriksa “janin” itu. Ia membelahnya dengan pisau dan menemukan itu bangkai tikus. Ibu tiri dan anak sulung dihukum mati. Tapi sang ayah dibebaskan karena dianggap tidak tahu apa-apa dan sama-sama korban.

Ayah menikah lagi bertahun-tahun kemudian. Pada malam pernikahannya ia melihat kedua puterinya dalam mimpi. Mereka ingin kembali pada ayah mereka. Sembilan bulan kemudian istri ketiga melahirkan puteri kembar dan ayah menamai mereka Janghwa dan Hongryeon. Ia menyayangi mereka dan hidup bahagia. (sumber: wikipedia)

Sun Hae menangis saat dikunjungi ayahnya. Para staf menahan ayah Sun Hae agar tidak bisa mendekat. Sun Hae berlindung di balik punggung Kang Tae.

“Ada apa ini?!!!” bentak Direktur Oh.

Ternyata ayah Sun Hae menemui Sun Hae agar untuk meminta Sun Hae mendonorkan livernya. Direktur Oh berkata Sun Hae jelas menolak, jika ayah Sun Hae memaksa maka ia akan memanggil polisi. Ayah Sun Hae berkata ia adalah ayah kandung Sun Hae.

“Lalu kenapa” Ia tidak wajib memberikan livernya padamu!” kata Dokter Oh marah.

Ayah Sun Hae berlutut dan memohon agar Dokter Oh membantunya. Jika ia tidak mendapat transplantasi liver ia bisa mati.

“Apa yang kaulakukan ketika istrimu memukuli puterimu sampai hampir mati? Kau membiarkannya. Puterimu membutuhkan bantuan tapi kau mengatakan ia kerasukan dan menjualnya ke shaman. Kau membuangnya!”

Ayah Sun Hae beralasan itu karena Sun Hae terus mengoceh omong kosong. Tapi Dokter Oh berkata selama 30 tahun ini ayahnya memperlakukan Sun Hae seperti orang asing dan sekarang tiba-tiba datang untuk meminta livernya. Jika ingin hidup, maka ayah Sun Hae harus berlutut pada Sun Hae bukan padanya.

Sun Hae mengeluh seluruh tubuhnya sakit. Dalam penglihatannya ia memar-memar, tapi Kang Tae tidak melihat memar apapun. Kang Tae bertanya apa Sun Hae pernah meminta tolong pada ayahnya. Sun Hae berkata ayahnya tak pernah menolongnya. Ayahnya selalu pura-pura tidak tahu.

Ayah Sun Hae datang lagi dan memanggilnya. Sun Hae ketakutan. Kang Tae bertanya apa sebaiknya ia mengusir ayah Sun Hae dan memastikan ia tidak datang lagi, atau ia tetap di sisi Sun Hae dan menjaganya sementara Sun Hae mengatakan apa yang ingin ia katakan pada ayahnya.

Sun Hae diam sejenak lalu memilih Kang Tae menjaganya, bukan mengusir ayahnya. Ketika ayahnya mendekat, Sun Hae bersembunyi di belakang Kang Tae.

“Aku benci Ayah. Ayah hanya pergi setiap kali ibu menyiksaku. Aku terus meminta tolong tapi Ayah hanya pergi. Ibu mungkin orang yang memukulku, tapi aku lebih benci Ayah. Aku tidak kerasukan tapi Ayah menjualku pada shaman,” Sun Hae menangis. “Aku terus menunggu. Aku terus menunggu Ayah kembali menjemputku. Aku benci Ayah. Aku sangat benci Ayah.”

Ayah Sun Hae terhenyak mendengar perkataan puterinya. Ia lalu pergi tanpa mengatakan apapun. Kang Tae memeluk Sun Hae yang terus menangis.

Meski menolak, Mun Yeong sebenarnya memikirkan perkataan Kang Tae. Apakah ia akan menyesal nanti jika tidak menemui ayahnya sekarang?

Sang Tae belajar menggambar ekspresi dengan meminta Jae Su sebagai modelnya. Tapi ekspresi Jae Su saat merasa terganggu, tidak suka, dan marah semuanya sama saja. Jae Su mengomel wajahnya kaku gara-gara membantu PR Sang Tae.

Seung Jae menemui mereka. Sang Tae menjelaskan ia harus belajar ekspresi wajah. Ia ingin meminta bantuan Seung Jae. Jae Su memberi isyarat agar Seung Jae menolak. Tapi Seung Jae dengan senang hati membantu. Sang Tae meminta Seung Jae berekspresi menggemaskan. Seung Jae berpose.

Tapi Sang Tae kesulitan untuk menggambarnya. Sementara Jae Su menganggap Seung Jae cute.Sang Tae menyerah dan berkata akan istirahat dulu.

Mun Yeong menelepon Ju Ri dan mengajaknya minum karena Kang Tae sedang ada shift malam. Ju Ri datang ke rumah Mun Yeong. Ia melihat mood Mun Yeong yang kurang baik dan bertanya apa karena ayahnya. Mun Yeong berteriak, “Raja bertelinga keledai!!” Ia ingin curhat malam ini. Ia tidak mau menahan diri.

Ju Ri mengerti dan berkata ia tidak akan mabuk hari ini. Mun Yeong bertanya apa yang akan terjadi jika ia dilahirkan sebagai anak ibu Ju Ri, sementara Ju Ri dilahirkan sebagai anak ayahnya.

“Aku yakin ibuku akan memukulimu sampai mati karena tidak sopan,” jawab Ju Ri.

Mun Yeong tertawa dan berkata itu benar. Ju Ri tersenyum melihat mood Mun Yeong membaik.

Direktur Lee panik ketika tahu Ju Ri minum di rumah Mun Yeong. Mereka tidak seharusnya bersama. Tapi ibu Ju Ri menyuruhnya membiarkan mereka berdua. Mereka berteman jadi pasti bisa mengurusnya sendiri.

Ibu Ju Ri bercerita dulu ketika ia masih menjadi tukang masak para buruh, Ju Ri membawa teman pertama kalinya ke rumah. Dan teman itu adalah Mun Yeong. Mun Yeong sangat kurus dan kecil tapi menghabiskan semangkuk besar nasi. Rasanya seperti baru pertama kali ia makan nasi hangat. Ia merasa ada masalah antara Mun Yeong dan keluarganya.  Direktur Lee tidak terlalu tahu. Ia hanya tahu masa kecil Mun Yeong sangat berat.

Ayah Mun Yeong tersadar saat Perawat Park bertugas. Ia berkata ia sudah melakukan hal mengerikan tapi tidak ada orang yang bisa ia mintai pengampunan. Perawat Park memegang tangan ayah Mun Yeong.

“Aku membunuh istriku.”

Ia berkata wanita itu bersenandung setelah membunuh orang.

Dalam ingatannya, malam itu ayah Mun Yeong minum-minum setelah mendengar vonis dokter bahwa ia menderita glioblastoma. Itu adalah tumor otak ganas yang berarti kemungkinan untuk sembuh kecil. Semakin besar tumornya, akan mengakibatkan gangguan kognitif dan ingatan.

Dalam keadaan setengah mabuk, ia masuk ke kamar dan menemukan istrinya sedang bersenandung sambil mengecat kuku. Radio memberitakan peristiwa pembunuhan seorang wanita. Peristiwa pembunuhan ibu Kang Tae. Diberitakan saat kejadian putera korban yang mentalnya tidak stabil juga ada bersama korban namun tidak bisa dimintai keterangan.

Tiba-tiba ayah Mun Yeong tersadar dan bertanya kenapa pembantu mereka tidak datang hari ini. Ia tidak akan bisa datang lagi, jawab istrinya.

“Ia seharusnya tidak melewati batas.” Lalu istrinya tertawa.

Mendengar itu ayah Mun Yeong mencurigai kalau pelakunya adalah istrinya. Ia bertanya apa istrinya membunuh korban.

“Jangan khawatir, tidak ada yang tahu,” kata istrinya santai.

Ayah Mun Yeong memegang istrinya.

“Jika aku mati, Mun Yeong puteriku akan menjadi monster sepertimu.”

Istrinya malah tertawa mengejek. Dalam kemarahan, ayah Mun Yeong mendorong istrinya. Istrinya terjatuh dari balkon ke tangga. Darah mengalir dari kepalanya.

“Aku membunuhnya pada hari itu,” kata ayah Mun Yeong.

Kang Tae mellihat ke kamar ayah Mun Yeong untuk menawarkan bantuan. Semua baik-baik saja, kata Perawat Park. Kang Tae hendak keluar tapi tidak jadi ketika mendengar nama Mun Yeong disebut.

Ayah Mun Yeong berkata Mun Yeong melihat semuanya. Ia ada di sana ketika ia membunuh istrinya, padahal ia hanya seorang gadis kecil.

Dalam kilas balik, ayah Mun Yeong menangis menyesali perbuatannya. Darah terus mengalir dari kepala istrinya. Mun Yeong melihatnya. Lalu ayah Mun Yeong memindahkan istrinya ke ruang bawah tanah dan mengunci pintunya. Mun Yeong juga melihatnya.

Ketika ayah Mun Yeong kembali setelah menenggelamkan tas berisi istrinya ke dalam waduk, Mun Yeong sedang menunggunya di tangga dan bertanya ayahnya dari mana. Ayah Mun Yeong terkejut dan beralasan ia tidak bisa tidur hingga pergi memancing di waduk. Mun Yeong melihat sepatu ayahnya yang berlumpur.

“Mun Yeong tahu semuanya.”

“Apa itu sebabnya kau juga mencoba membunuh puterimu?” tanya Kang Tae.

“Tidak,” ayah Mun Yeong menggeleng. Ia hanya takut Mun Yeong juga akan menjadi monster seperti ibunya. Karena itu ia melakukannya. Ia berkata puterinya tidak melakukan kesalahan apapun. Ia yang harus disalahkan.

Mun Yeong bercerita pada Ju Ri kalau ia benar-benar takut pada ibunya. Jadi ia selalu berusaha menjadi anak yang baik. Ia tidak ingin ibunya membencinya. Ia tidak ingin ibunya membencinya.

“Tidak ada yang datang menolongku, kecuali satu orang (Kang Tae kecil). Aku ingin melarikan diri bersamanya tapi tidak bisa karena ibuku.”

“Bagaimana dengan ayahmu? Apa ia tidak ada untukmu?” tanya Ju Ri.

“Sementara ibuku membesarkanku dengan caranya sendiri, satu-satunya hal yang dilakukan ayahku untukku adalah membacakan buku dongeng satu kali saja. Tapi Ju Ri....ayah mungkin hanya melakukannya satu kali, tapi aku tidak pernah bisa melupakannya.”

Perawat Park dan Kang Tae keluar dari kamar ayah Mun Yeong. Perawat Park berkata setelah semua yang dilalui Mun Yeong, ia tumbuh dengan cukup baik.

Dan keesokan harinya ayah Mun Yeong meninggal dunia.

Sang Tae dan Kang Tae mengantar Mun Yeong ke pemakaman. Mun Yeong menatap makam ayahnya tanpa ekspresi. Sang Tae beberapa kali mencoba mengamati wajahnya. Berhenti menatapku, kata Mun Yeong.

“Apa itu wajah sedihmu?” tanya Sang Tae. Sepertinya ia maih berusaha mengerjakan PR nya.

“Bukan. Ini wajah cantikku,” jawab Mun Yeong.

Sang Tae berkata Mun Yeong tidak perlu malu jika bersedih. Tapi Mun Yeong berkata ia tidak sedih.

“Tidak, kurasa kau bohong,” kata Sang Tae.

“Kak...” Kang Tae memberi isyarat kakaknya.

Sang Tae bersikeras Mun Yeong berbohong dengan mengatakan ia tidak sedih. 

Mereka bertiga meninggalkan pemakanan, tapi di tengah jalan Mun Yeong menoleh lagi. Ia teringat saat ayahnya membacakan dongeng Puteri Tidur untuknya.

“Kalau begitu aku juga seorang puteri? Aku tinggal di kastil di tengah hutan,” kata Mun Yeong waktu itu.

“Tentu saja. Ayah membangun kastil ini agar anakku bisa menjadi seorang puteri,” kata ayah Mun Yeong merangkul puterinya dengan penuh kasih sayang.

Momen paling berharha yang paling diingat Mun Yeong mengenai ayahnya. Apa ia sedih dan menyesal? Meski tidak mau mengakuinya kurasa ada kesedihan di sana. Dan mungkin sedikit penyesalan?

Ju Ri dan seisi penghuni rumahnya juga turut berduka. Ibu Ju Ri berkata setiap kematian adalah peristiwa sedih.Direktur Lee berkata ia lega setidaknya Mun Yeong memiliki Kang Tae dan San Tae untuk bersandar.

Ju Ri berkata ayah Mun Yeong adalah pasien terlama rumah sakit mereka. Jadi orang-orang merasa sedih dan tertekan sekarang.

Kang Tae datang ke rumah Ju Ri karena Mun Yeong ingin makan telur puyuh kecap kesukaannya. Ibu Ju Ri dengan senang hati memberikannya pada Kang Tae. Ia bertanya apa Kang Tae tidak apa-apa. Karena entah kenapa ia merasa harus menanyakannya setiap kali bertemu dengan Kang Tae. Kang Tae berkata ia tidak apa-apa.

“Aku tidak akan apa-apa. Tapi aku tidak tahu apakah ibuku tidak apa-apa jika aku berusaha keras untuk menjadi bahagia.”

“Omong kosong apa itu? Hal terburuk yang bisa kaulakukan pada orangtua adalah menyerah untuk menjadi bahagia hanya karena kau merasa tidak enak hati. Jika kau ingin ibumu bahagia, lakukan yang terbaik untuk menjalani hidup bahagia mulai sekarang.”

Ketika Kang Tae kembali ke rumah Mun Yeong, di ruang kerja sudah terpasang foto keluarga mereka. Dan memang suasananya terasa lebih hangat. Mun Yeong bertanya-tanya apakah sebaiknya ia menjual rumah ini. Ia ingin memulai semuanya kembali dari awal.

“Aku akan menjual rumah ini dan membantu Direktur Lee membangun perusahaan penerbitan. Dengan uang yang tersisa, aku akan membeli mobil camping. Pekerjaan Kak Sang Tae selesai setelah ia menggambar kupu-kupu pada mural itu. Kau juga berhenti bekerja dari rumah sakit. Lalu kita bertiga bisa bepergian tanpa tujuan.”

Kang Tae tersenyum mengangguk setuju.

“Karena kau akan menghabiskan uang, bisakah kau membelikan beberapa setelan jas baru, membiayai perjalananku ke Serengeti, dan membiarkanku tinggal di kamar suite hotel? Bagaimana kalau kau mengurusku selama sisa hidupku?” astaga....ini lamarankah?^^

Tapi Mun Yeong berkata Kang Tae tidak cocok jadi gigolo. Pffft...

Ia meminta Kang Tae mengatakan dengan jujur padanya apa yang benar-benar ingin ia lakukan. Apa impiannya? Setelah didesak akhirnya Kang Tae menjawab ia ingin sekoilah.

“Sekolah?,” Mun Yeong berpikir sejenak. “Tidak boleh. Para murid perempuan akan mengejarmu jadi aku tidak bisa membiarkanmu melakukannya. Jika kau harus sekolah, kursus online saja.”

Kang Tae tertawa geli. Ia bertanya balik kenapa Mun Yeong menjadi penulis cerita dongeng.

“Karena aku paling tahu dunia itu. Aku benar-benar tumbuh seperti seorang puteri di dalam kasil yang ayahku dirikan. Kehidupan seorang puteri jauh lebih sulit dari yang pernah kaubayangkan. Hanya endingnya yang bahagia.”

“Kautahu, happy ending adalah yang paling penting.”

Keduanya tersenyum.

Kang Tae, Sang Tae, dan Mun Yeong pergi ke rumah sakit sama-sama. Hari ini Sang Tae akan menggambar kupu-kupu. Mun Yeong berkata ia akan menunggu mereka setelah kelasnya selesai dan mereka bisa pulang bersama.

Ketika mendekati lobi terdengar orang-orang mengobrol. Pil Wong mendekati Sang Tae dan mengucapkan selamat karena telah berhasil menemukan pintunya. Pintu? Sang Tae bingung. Mereka pergi ke lobi dan terpaku saat melihat gambar Sang Tae.

Ada gambar kupu-kupu putih besar di sana. Sang Tae ketakutan. Bukan ia yang menggambarnya. Mun Yeong juga mengenali bentuk kupu-kupu itu.

“Itu...itu....kupu-kupu yang ada di pakaian nyonya yang membunuh ibuku. Kupu-kupu! Kupu-kupu!” Sang Tae mulai panik.

Mun Yeong terkejut. Ia ingat ibunya memakai bros kupu-kupu seperti di gambar itu. Ibunya berakta kata kupu-kupu dalam bahasa Yunani kuno adalah psyche. Dan kata yang muncul dari psyche adalah psycho. (aslinya psyche berarti jiwa)

Sang Tae bertanya kenapa kupu-kupu itu ada di sana. Kupu-kupu itu membunuh ibunya. Mun Yeong mulai menangis.

“Tidak....” ujarnya.

Kang Tae khawatir melihat reaksi Mun Yeong.

“Tidak.... tidak...” kata Mun Yeong shock. Ia berbalik lari keluar. Kang Tae mengejarnya dan memeganginya.

“Itu tidak benar, kan?” tanya Mun Yeong.

“Mun Yeong....kumohon...”

“Katakan itu tidak benar...”

Kang Tae tidak bisa menjawab.

“Katakan itu tidak benar!!!” teriak Mun Yeong histeris.

Ia berlari pergi meninggalkan Kang Tae.

Seseorang mengendarai mobil sambil menyenandungkan Oh My Darling Clementine. Ia mengenakan pakaian, cincin, dan bros kupu-kupu ibu Mun Yeong. Perawat Park.

Komentar:

Melihat ingatan Mun Yeong kecil bersama ayahnya, rasanya nyesek. Aku membayangkan apa yang terjadi seandainya ayah Mun Yeong lebih memperhatikan Mun Yeong. Seandainya ayah Mun Yeong tidak membiarkan istrinya memonopoli puterinya. Bahkan sebagai seorang ayah, ia memiliki praduga anaknya akan menjadi monster seperti ibunya, tanpa usaha untuk lebih mengerti anaknya lebih dulu.

Setelah istrinya tidak ada, bukankah ia masih memiliki kesempatan untuk membesarkan Mun Yeong dengan baik? Vonis dokter memang menakutkan, tapi bukankah justru itu seharusnya menjadi pemacu untuk menyelamatkan puterinya lebih cepat? Untuk memberi kasih sayang sebanyak-banyaknya sebelum penyakitnya bertambah berat? Sigh.....

Dari sisi Mun Yeong sebenarnya ia sudah mencoba ketika ia mendekati ayahnya di rumah sakit. Tapi ayahnya lagi-lagi berusaha membunuhnya. Setiap nama Mun Yeong disebut, yang diucapkan selalu kata “monster”. Penyakitnya boleh dianggap sebagai alasan, tapi ia sadar penuh waktu mengatakan Mun Yeong tidak salah apa-apa menjelang akhir hidupnya. Anak mana yang tidak sakit hati dianggap monster oleh ayahnya sendiri bahkan hendak dibunuh?

Sama seperti ayah Sun Hae yang mengabaikan puterinya ketika disiksa. Sun Hae sangat terluka lebih dari luka yang diakibatkan oleh siksaan ibunya. Satu-satunya orang tempat ia berharap malah orang yang meninggalkannya. Dan orang itu kembali hanya karena membutuhkan sesuatu darinya, bukan karena menyayanginya atau karena menyesali perbuatannya.

Seandainya ayah Mun Yeong meminta maaf pada Mun Yeong atau setidaknya melupakan semua masa lalu, kurasa masih ada harapan bagi mereka berdua. Tapi Mun Yeong sudah sangat tersakiti dan ayah Mun Yeong terlalu keras kepala.

Jika perawat Park adalah ibu Mun Yeong, maka yang paling tertipu adalah Dokter Oh yang selama ini mengatakan ia berpengalaman hingga bisa mengenali orang sekali melihatnya. Perawat paling senior yang jadi kepala perawat di rumah sakitnya, mungkin orang yang paling ia percaya, ternyata pembunuh psikopat. Luar biasa sekali sampai suami dan anaknya pun tidak bisa mengenali.

Bagaimana bisa ia hidup setelah jatuh dari ketinggian seperti itu? Dengan luka para hingga darah mengalir deras dari kepala, dipindahkan ke basement, lalu dimasukkan dalam tas dan ditenggelamkan....masih bisa hidup? Apa ingatan ayah Mun Yeong yang salah?