Jumat, 14 November 2014

Sinopsis Pinocchio Episode 1 (Bagian 2)

ki-00366

[Bagian 1 klik di sini]

Sejak mengatakan janji itu Jae Myung tidak pulang ke rumah. Beberapa hari berlalu dan Ha Myung mulai berpikir kakaknya juga membohonginya. Ibu berkata Jae Myung tidak akan berbohong.

“Tapi kenapa sudah berapa hari ia tidak pulang? Ia kabur karena tidak yakin bisa menepati janjinya.”

“Ia akan segera kembali. Ia hanya tinggal bersama teman selama beberapa hari,” kata Ibu yang berdiri membelakangi Ha Myung hingga Ha Myung tidak bisa melihat air matanya yang terus mengalir.

ki-00452 ki-00461

“Aku berharap Ayah segera pulang,” kata Ha Myung. “Aku ingin ayah pulang dan menampar semua orang yang sudah menyulitkan Ibu. Ibu, apa Ibu menangis lagi?”

“Tidak,” Ibu berbohong.

“Ibu tidak berbohong, kan?”

“Tidak, Ibu tidak berbohong,” kata Ibu berusaha menahan tangisnya.

Ia menyeka air matanya lalu bertanya apakah Ha Myung mau melihat kembang api. Sekarang? Sekarang, kata ibunya. Seulas senyum menghiasi wajah Ha Myung.

ki-00002 ki-00007

Jae Myung ternyata sudah beberapa hari menunggu di depan kantor MSC untuk menemui Song Cha Ok, tapi satpam tidak mengijinkannya masuk. Jae Myung membawa piala penghargaan pemadam kebakaran milik ayahnya.

Ibu benar-benar membawa Ha Myung melihat pesta kembang api. Ha Myung tersenyum takjub melihat indahnya pijaran kembang berwarna-warni. Jae Myung juga melihat kembang api itu sambil menatap piagam ayahnya dengan sedih.

Ha Myung tertidur dalam perjalanan pulang. Ibu membelikannya beberapa kembang api.

ki-00017 ki-00023

Cha Ok akhirnya bersedia menemui Jae Myung dan bertanya apa yang ia inginkan. Jae Myung ingin diwawancara. Cha Ok menyetujuinya.

Ha Myung pergi ke tebing bersama Ibu. Ha Myung menyalakan kembang apinya di sana (penulis drama ini suka banget kembang api sepertinya ;p). Ibu menoleh melihat Ha Myung dengan sedih.

“Ha Myung, mari kita pergi menemui ayahmu.”

ki-00026  ki-00036

Berikutnya, hanya tersisa sebuah sepatu, sepucuk surat dan sisa kembang api di tebing itu.

Para wartawan berkerumun di tebing itu. Di antara mereka juga terdapat Gyo Dong dan Cha Ok. Jae Myung berlari ke tebing itu dan shock melihat sepatu adiknya. Ia membaca surat bunuh diri ibunya. Lalu menatap kepada para wartawan dengan penuh kemarahan.

Ia mengamuk dan berusaha merusak semua kamera. Dengan dingin Cha Ok memerintahkan cameramen nya untuk mengambil foto sepatu Ha Myung. Jae Myung merangsek ke arah Cha Ok tapi beberapa orang menahannya.

Segala kesedihan, amarah, dan frustrasinya ia lampiaskan dalam bentuk teriakan terhadap Cha Ok.

 ki-00055 ki-00054

Lima bulan kemudian, 3 Januari 2001.

In Ha kecil ngambek pada ayahnya. Mereka sedang berada di atas kapal menuju sebuah pulau. Ayah In Ha, Choi Dal Pyung, berkata In Ha bisa mengatakan apa saja padanya. Ia akan mengerti.

In Ha dengan jujur mengatakan kalau ia menyesal telah ikut dengan ayahnya setelah orangtuanya bercerai. Seharusnya ia ikut dengan ibunya hingga ia tidak perlu pergi dan tinggal di pulau jelek itu. Tapi ia juga tahu kalau kakeknya menderita pikun.

Ayah menggerutu kalau In Ha persis seperti ibunya. Ia kesal dan duduk menjauhi puterinya. In Ha berkata ia berharap ia bisa mengatakan kalau ia tidak apa-apa, tapi ayahnya tahu sendiri seperti apa dirinya. Ia mengeluh inilah sebabnya tadi ia tidak mau mengatakan perasaannya pada ayahnya.

Melihat pulau sudah di depan mata, In Ha menyemangati dirinya bahwa ia bisa melalui keadaan ini. Hik. Ia tidak akan membiarkan anak kampung mendekatinya dan ia tidak akan mengikuti dialek mereka. Hik. Ia akan tetap menjadi anak kota. Hik.

“Aku bisa melakukannya!” Hik.

“Tidak, kurasa aku akan menjadi manusia gua.” Tidak ada hik…

 ki-00081   ki-00091

Mereka tiba di rumah kakek In Ha. In Ha mengernyit melihat rumah itu benar-benar rumah desa. Mereka masuk ke dalam untuk memberi salam pada kakek.

Kakek sangat senang melihat mereka. Dal Pyung melihat ada tumpukan buku di sudut kamar. Ia bertanya untuk apa buku-buku itu. Apa kakek kembali bersekolah? Kakek berkata agar otaknya tidak berkarat.

“Kakek mengerjakan matematika?” tanya In Ha.

“Aku bahkan ikut tes dan mendapat nilai 80%!” ujar kakek bangga.

ki-00105 ki-00109

In Ha berbisik apa ayahnya yakin kakeknya pikun. Kelihatannya baik-baik saja. Kakek melihat jam dan terkejut.

“Astaga, lihat sudah jam berapa! Sudah waktunya ia pulang,” Kakek buru-buru keluar.

“Siapa yang datang?” tanya Dal Pyung kebingungan.

Kakek menyuruh Dal Pyung keluar untuk memberi salam. Siapa yang datang?

“Kakakmu,” jawab kakek.

“Kakakku? Kakakku yang mana?”

“Kau hanya punya satu kakak!”

“Maksud Ayah…. Kak Dal Po??”

ki-00116 ki-00117

Dari kejauhan nampak seorang anak kecil bersepeda ke arah mereka. Ha Myung! Dengan rambut gondrong. Dal Pyung dan In Ha bengong.

“Ayah!!!” panggil Dal Po.

Kakek kegirangan menyambut Dal Po (mulai sekarang kita sebut namanya Dal Po ya^^). Lalu ia menyuruhnya memberi salam.

“Ini adalah adikmu, Choi Dal Pyung. Dan ini keponakanmu, Choi In Ha.”

Dal Po memberi salam dengan sopan pada mereka. Kakek menyuruh Dal Po menggunakan banmal (bahasa pergaulan) karena Dal Po lebih “tua” dari mereka.

Dal Po menurut. Ia menepuk lengan ayah In Ha. ”Dal Pyung, kau datang.”

Lalu ia berjinjit mengusap rambut In Ha. “Kau anak yang manis.”

ki-00131 ki-00145

Mereka masuk ke dalam. Kakek menceritakan bahwa sekitar September-Oktober kemarin, ia mencoba memperbaiki apa yang sudah tersapu ombak jadi ia pergi berperahu sendirian. Saat itulah ia melihat sesuatu berpegangan pada pelampung di air. Ia pergi dengan susah payah mendekati benda itu.

“Dan kau tahu apa itu? Tak lain tak bukan kakakmu sendiri!”

Dal Pyung berkata pada ayahnya kalau kakaknya Dal Po sudah meninggal 30 tahun lalu. Dal Po nampak khawatir mendengar Dal Pyung menyinggung kematian Dal Po asli.

“Aku juga tahu itu!” sergah Kakek. Saat pertama melihat Dal Po, ia tidak tahu apakah ia bermimpi atau terjaga. Jadi ia mencubiti wajahnya untuk memastikan bahwa apa yang ia lihat adalah nyata. Setelah memikirkannya dalam-dalam, ia menyadari apa yang terjadi.

“Roh-roh laut menyelamatkan kakakmu dan mengembalikannya padaku,” ujar Kakek yakin.

ki-00154 ki-00156

Dal Pyung berkata tidaka ada yang namanya roh laut, itu cuma dongeng anak-anak.

“Kumohon hentikan,” kata Dal Po.

“Hei! Kau seharusnya memperbaiki anggapan kakekku saat ia mulai bicara ngelantur. Tapi kenapa kau malah setuju dengannya?” kata In Ha kesal.

“Ayah, Kak Dal Po sudah tiada. Apa Ayah tidak ingat?” tanya Dal Pyung. Ia berkata kakaknya tewas karena berperahu sendirian padahal berbahaya.

“Ya, aku tahu. Tentu saja…itu yang terjadi,” ujar kakek tertegun. “Itu yang terjadi….tapi….bagaimana jika ia terperangkap cuaca buruk…”

Kakek berjalan keluar dalam keadaan linglung. 

“Ayah!” panggil Dal Po hendak menyusuk Kakek Choi. Tapi Dal Pyung menahannya.

“Hentikan memanggilnya “ayah”. Siapa kau?”

ki-00167ki-00170

Terdengar suara benda jatuh. Mereka keluar dan melihat kakek tergeletak pingsan di lantai. Dal Po segera menghambur ke arahnya dan meminta bantal, selimut pada Dal Pyung.

Dal Po terus memijati kakek dan bercerita apa yang sebenarnya terjadi. Ia berkata Kakek Choi sebenarnya tidak pikun. Tapi dokter mengatakan ingatan kakek terganggu hingga berpikir puteranya kembali dengan selamat. Setiap kali kakek mencoba membetulkan ingatannya, kakek jatuh pingsan karena shock dengan kenyataan bahwa puteranya sudah tiada.

“Jadi kau berpura-pura jadi anaknya?”

“Aku tidak berpura-pura. Aku harus jadi anaknya.”

Dal Pyung bertanya apa itu artinya kakek mengadopsi Dal Po. Siapa yang mengijinkan orang tua seperti ayahnya mengadopsi anak kecil? Dal Po berkata kepala desa dan polisi sudah mengaturnya.

ki-00184 ki-00185

Dal Pyung bertanya di mana orangtua Dal Po. Dal Po menggeleng. Saudara? Tidak ada, jawab Dal Po. Ia juga tidak punya tempat tujuan.

Dal Pyung berkeras Dal Po tetap saja tidak boleh tinggal di sini. Dal Po orang asing dan tidak ada yang tahu Dal Po itu orang seperti apa. Hellooooow…he is just a kid >,<

Dal Po berkata ia diperlukan kakek Choi sebagai puteranya. Tanpa dirinya, Kakek Choi terus menerus jatuh pingsan.

“Jadi apa kau akan terus menipunya? Itu tak masuk akal,” ujar Dal Pyung.

“Mengapa tidak masuk akal? Itu tidak berakibat buruk bagi siapapun. Siapa yang peduli dengan kebohongan kecil seperti itu? Aku akan berpura-pura menjadi anaknya hanya sampai ia membaik. Hanya sampai saat itu,” kata Dal Po sedih. “Biarkan aku tinggal sampai saat itu.”

In Ha terlihat mulai bersimpati pada Dal Po.

ki-00197 ki-00198

Kakek mengenakan jaket yang dibelakangnya tertulis angka-angka seperti permainan Sudoku. Ternyata angka itu untuk menunjukkan letak punggung kakek yang gatal.

“Dal Po, aku ingin angka 4.” Dengan senang hati Dal Po menggaruk punggung kakek di area angka 4.

Dal Pyung dan In Ha mengamati mereka sambil menyiapkan meja makan. Mereka masih merasa aneh dengan situasi ini. Dal Pyung bertanya apa In Ha bisa memanggil anak itu “paman”. Tidak, kata In Ha. Bagaimana bisa ia memanggil anak kecil itu sebagai pamannya?

“Ayah harus memanggil anak kecil itu “kakak”. Apa kau bisa melakukannya tanpa cegukan?”

ki-00202 ki-00200

In Ha berkata ia akan bisa melakukannya karena secara sah Dal Po adalah pamannya. Dal Pyung berkata kakek akan segera membaik jadi mereka hanya perlu bertahan hingga saat itu. In Ha mengangguk. Dal Pyung berencana menghapus adopsi Dal Po dan mengirimnya ke panti asuhan.

In Ha tidak terlalu menyimak perkataan ayahnya karena ia sibuk melirik sebuah TV tua di sudut. Dal Pyung melihat ke arah TV itu.

“Tidak akan bisa. Tidak ada sinyal di sini, jadi tidak ada TV,” kata Dal Pyung berubah galak. “Jadi jangan berpikir untuk menonton ibumu di TV. Jawab Ayah!”

“Aku mengerti,” kata In Ha kecewa. Ia berdiri untuk kembali ke kamarnya.

“Makan malammu bagaimana?” tanya ayahnya.

“Aku tidak lapar.” Hik. Dengan kesal In Ha masuk ke kamar.

ki-00208 ki-00211

Dal Po membakar ubi di dapur. Saat sendirian barulah ia ingat pada ibunya. Saat mereka berada di tebing itu, Ibu mengajaknya menemui ayah.

“Ayah masih hidup?” tanya Ha Myung penuh harap. “Apa Ibu tahu Ayah ada di mana?”

Ibu mengangguk, ia tahu.

“Ibu tidak bohong, kan?”

Ibu memeluk Ha Myung sambil menangis dan berkata ia tidak berbohong. Itulah terakhir kali mereka bersama.

ki-00233ki-00239 

“Ibu bohong,” kata Dal Po. Air mata menetes di pipinya. Tapi ia mengakui ia juga tidak ada bedanya.

In Ha muncul di dapur. Ia berkata ia akan memanggil “paman” pada Dal Po hanya di depan kakeknya. Tapi di luar itu ia hanya akan memanggil “hei, kau”,

“Dan aku menganggapmu hiu penghisap. Kau tahu itu apa, bukan?”

Dal Po berkata ia tidak tahu.

“Kau tahu itu adalah hiu yang menempel di punggung paus….” In Ha berhenti berbicara karena perutnya keroncongan.

“Apa kau lapar?”

“Tidak. Hik. Hiu itu menempel di tubuh ikan lain dan dengan tidak tahu malu menghisap makanan dan yang lainnya. Kau masih tidak tahu?” Ggrrrlll, perut In Ha kembali bergemuruh.

“Kau lapar.”

“Kubilang, aku tidak lapar!” Hik.

ki-00259ki-00261

Dal Po keluar sambil berkata ia bisa mendengar suara bising dari perut In Ha. In Ha melihat ubi bakar di tanah dan memungutnya. Ouucch, panas!

Diam-diam Dal Po melihatnya dari luar.

“Uuuh, panas sekali! Aku tidak makan, aku benar-benar tidak makan! Hik! Aku tidak lapar! Hik!” In Ha memarahi ubi panas. Akhirnya ia mengakui ia memang lapar.

ki-00270 ki-00271

Dal Po masuk ke dapur dan mengambil segulung tisu untuk menjadi tempat ubi itu agar mudah memegangnya.

“Aku tidak tahu hiu penghisap itu apa, tapi kurasa aku mengerti. Itu seperti kau, bukan?” kata Dal Po. In Ha adalah hiu yang mengambil ubi Dal Po.

Mengejutkan, In Ha mengakui itu. Ia juga mengaku kalau ia seorang Pinocchio jadi ia tidak bisa berbohong. Ia cegukan setiap kali berbohong.

“Meski apa yang baru saja kaukatakan membuatku merah, kuakui itu benar. Itulah keadaanku sekarang. Jadi menurutku kau sama tak tahu malunya sepertiku sekarang. Puas?”

ki-00274 ki-00281

Dal Po terus menatap In Ha.

“Kenapa kau menatapku terus? Karena aku sangat cantik?”

“Benar. Aku menatap karena kau cantik,” kata Dal Po tersenyum.

In Ha berkata ia sering mendengar betapa cantiknya dirinya karena ia mirip ibunya. Ibunya benar-benar sangat cantik. Bukannya sombong tapi itu sudah turunan, jadi tak ada yang bisa ia perbuat.

“Apa kau tak percaya? Mau melihat seperti apa ibuku?”

Dal Po bertanya apa In Ha memiliki foto ibunya. In Ha jadi sedih dan berkata ia tidak memilikinya karena ayahnya sudah membuang semua foto ibunya. Tapi ia bisa melihat ibunya jika saja TV itu dibetulkan.

“Ibuku sering muncul di TV. Jadi aku tinggal menyalakan TV setiap kali aku merindukannya dan ingin melihatnya. Tapi sekarang aku juga tidak bisa melakukannya,” In Ha kembali sedih. Ia merindukan ibunya.

ki-00285 ki-00291

Keesokan harinya, Dal Po melihat antena TV milik tetangga dan ia memiliki ide. Ia mengambil beberapa gantungan pakaian dari kawat dan merakitnya menjadi antene berbentuk anak perempuan. Err…emang bisa ya??

In Ha mengambil ponsel ayahnya diam-diam untuk mengirim pesan pada ibunya. Ia menanyakan kabar ibunya dan bercerita kalau saat ini ia tinggal di Pulau Hyangri karena kakek sakit.

“Tadinya kupikir tidak ada yang bisa kusukai di sini karena ini kampung yangg norak. Tapi ada sesuatu yang mulai kusukai. Aku sekarang memiliki paman. Dia pamanku tapi lebih pendek dariku. Lucu, kan Bu? Awalnya aku tidak menyukainya. Tapi semakin aku mengenalnya, aku semakin menyukainya. Jadi aku berpikir untuk tetap berada di dekatnya.”

ki-00298 ki-00308

“Choi In Ha!!! Hei, ponakan!” panggil Dal Po dari kejauhan. Ia menghampiri In Ha dengan sepedanya. “Aku sudah membetulkan TVnya!”

In Ha gembira bukan main. Ia bertanya bagaimana cara Dal Po membetulkannya. Dal Po berkata ia hanya memukul TV itu dan berhasil. In Ha tidak percaya tapi yang penting TV sudah menyala.

ki-00316 ki-00323

Dal Po menyuruh In Ha naik ke atas gerobak kayu yang terpasang di belakang sepedanya. In Ha ragu Dal Po sanggup mengayuh sepeda dengan memboncengnya karena jalanannya agak menanjak.

Dal Po meyakinkan bahwa ia bisa. Tapi seberapa kuat ia mengayuh pun, sepeda dan gerobaknya tidak bergerak sama sekali. Akhirnya mereka berdua berjalan bersama pulang ke rumah.

ki-00327 ki-00336

Saking senang, In Ha terus bernyanyi-nyanyi kecil sepanjang perjalanan. Dal Po bertanya apa In Ha begitu senang. Iya, kata In Ha. Ia bertanya Dal Po mirip siapa, ibu atau ayah?

Dengan sedih Dal Po berkata ia mirip ayahnya. In Ha berkata ia berharap bisa bertemu ayah Dal Po.

“Menurutmu, ia orang seperti apa?” tanya Dal Po takut-takut.

“Ia tidak mungkin sangat tampan. Terlihat dari wajahmu. Dia suka membantu orang lain, kan? Dan ia juga senang dihargai orang lain. Aku yakin ia orang yang baik hati.”

Dal Po tercengang. “Kau tidak cegukan,”

ki-00339 ki-00347

In Ha bertanya apa Dal Po mengira barusan ia berbohong. Ia memastikan kalau ia tidak berbohong. Ia benar-benar berpikir ayah Dal Po seorang yang baik hingga ia ingin bertemu langsung dengannya.

Tiba-tiba Dal Po mengecup pipi In Ha. In Ha terkejut.

Dal Po menjelaskan kalau selama 6 bulan terakhir ini hidupnya hanyalah kebohongan. Karena lebih baginya dan bagi Kakek jika ia berbohong.

“Tapi….kebenaran ternyata 10 kali lebih menghibur daripada kebohongan. Itulah arti perkataanmu tadi bagiku.”

In Ha tersenyum.

ki-00357 ki-00363

Mereka pulang dan mencoba TV. Berhasil. In Ha berterima kasih sambil memegangi tangan Dal Po. Ia meminta Dal Po merahasiakan ini pada ayahnya. Jika ayahnya tahu, TV ini akan hancur berkeping-keping.

Dal Po bertanya apa ayah In Ha sangat membenci ibu In Ha. In Ha membenarkan. Ayahnya seorang yang lembut tapi bisa sangat menakutkan jika mendengar tentang ibunya. Ia bahkan dilarang menelepon ibunya.

“Ibu! Itu Ibuku!” perhatian In Ha teralih ke layar TV.

ki-00367 ki-00379

Dal Po terkejut saat melihat ibu In Ha adalah seorang yang ia kenal. Song Cha Ok. Reporter yang sudah menghancurkan keluarganya. In Ha tidak menyadarinya karena ia terlalu senang melihat ibunya yang cantik.

Dengan marah Dal Po keluar dari kamar. Sementara In Ha memeluk TV seakan memeluk ibunya.

ki-00384 ki-00381

Di luar, Dal Po berpapasan dengan Dal Pyung yang menanyakan puterinya. Dal Po berkata In Ha sedang menonton berita di kamar dan juga menghubungi ibunya dengan ponsel Dal Pyung.

Dal Pyung marah besar dan langsung masuk ke kamar untuk memarahi puterinya dan merusak TV. Kakek bingung kenapa Dal Pyung marah itu.

Terdengar In Ha memohon-mohon agar ayahnya tidak merusak TV. Ia keluar dan memohon pada kakeknya untuk menghentikan ayahnya.

ki-00394 ki-00395

“Bunuh mereka semua,” gumam Dal Po dengan penuh kebencian. Bunuh TV maksudnya.

“Dal Po! Maksudku, Paman!! Kumohon hentikan ayahku,” In Ha menangis sambil memegangi tangan Dal Po. Tapi Dal Po menepis tangan In Ha dengan dingin.

“Kenapa aku harus melakukannya?”

“Paman….” ujar In Ha shock melihat kemarahan dan sikap Dal Po padanya.

 ki-00397 ki-00408

Kembali ke tahun 2005 di mana saatnya Dal Po menjawab pertanyaan terakhir. Pertanyaan adalah mengenai sebuah teori yang menyatakan bahwa setiap manusia saling berhubungan dengan jarak perpisahan 6 orang. Bahkan ada penjelasan matematis mengenai hal itu.

Teori itu disebut teori perpisahan 6 derajat. Contohnya: kita bertemu dengan seseorang lalu ternyata orang itu juga mengenal orang yang sama dengan kita. Dan terus seperti itu hingga terkesan takdir. (Sama seperti In Ha dan Dal Po yang ternyata terhubung dengan Cha Ok)

“Fenomena itu dinamai menurut nama seorang aktor Amerika. Siapa nama aktor tersebut?” tanya MC. Jika Dal Po menjawab benar, maka ia bisa berhadapan dengan Chan Soo di panggung.

ki-00411 ki-00413

Teman-teman sekelas Dal Po yakin Dal Po tidak tahu jawabannya. Tapi ternyata mereka salah.

“Kevin Bacon,” jawab Dal Po. Jawabannya benar!

Teman sekelas In Ha langsung heboh sementara In Ha tersenyum bangga. Mereka heran kenapa Dal Po mendadak begitu berbeda. Teman sebangku In Ha mengganggap Dal Po hanya beruntung kali ini.

ki-00419 ki-00422

In Ha tidak sependapat. Apa itu kelihatan hanya keberuntungan? Ia bertanya pada temannya apakah ia menyukai Chan Soo. Temannya gelagapan dan mengelak.

“Mencurigakan karena kau begitu berkeras mendukung Chan Soo. Kau menyukai Chan Soo, bukan?” tanya In Ha.

“Lalu bagaimana denganmu? Kenapa kau terus memihak si Nol Besar? Apa karena kau menyukainya?” temannya balik bertanya.

“Siapa? Aku? Anak norak itu? Dia itu pamanku!”

ki-00428 ki-00440

“Tapi kalian tidak ada hubungan darah. Lupakan kau menganggapnya pamanmu. Tapi bagaimana pandanganmu terhadapnya sebagai seorang pria. Kau menyukainya, kan?”

Semua orang penasaran menunggu jawaban In Ha.

“Tidak,” jawab In Ha.

Temannya berkata In Ha tidak cegukan. Jadi pasti benar kalau In Ha tidak menyukai Dal Po sebagai seorang pria.

In Ha dengan yakin berkata Dal Po akan memenangkan kuis itu.

ki-00443 ki-00446

Sementara itu di Seoul, Jae Myung menjadi pengantar air. Saat ia mengantar sebuah ke toko elektronik, ia melewati deretan TV yang menyala. Salah satunya menayangkan kuis Dal Po.

Jae Myung berhenti dan menoleh. Kuis sudah memasuki ronde ke-2 di mana Dal Po berhadapan dengan Chan Soo. Apakah Jae Myung melihat dan mengenali adiknya?

 ki-00466 ki-00473

Tidak. Pandangannya tertuju pada Cha Ok yang sedang membacakan berita di sebuah TV. Padahal TV itu bersebelahan dengan TV yang menayangkan Dal Po. Apakah ia pada akhirnya akan melihat Dal Po?

ki-00482 ki-00484

Komentar:

Sempat terbersit pertanyaan kenapa Ha Myung tidak memilih mencari kakaknya, dan malah memilih tinggal bersama sebagai Dal Po? Menurutku ada beberapa kemungkinan. Pertama, ia terlalu baik dan tidak tega meninggalkan kakek apalagi kakeklah yang telah menyelamatkannya. Kedua, ia mungkin tidak percaya kakaknya menunggunya. Ketika ibunya mengajak melompat untuk menemui ayahnya, Ha Myung menurut begitu saja. Kenapa? Karena ia berusaha mempercayai ibunya bahwa mereka akan bertemu ayahnya lagi.

Sejak peristiwa itu tampaknya Ha Myung sulit mempercayai orang. Buktinya ia berkali-kali bertanya apakah orang itu bohong atau tidak. Ia mungkin mengira Jae Myung juga sudah meninggalkannya.

Melegakan melihat In Ha tidak marah meski Dal Po menghianatinya dengan mengadukan masalah TV pada ayahnya. Ia tidak tahu menahu mengenai masalah Dal Po dan ibunya. Tapi menurutku wajar jika Dal Po marah begitu melihat wajah Cha Ok lagi. Siapa yang ngga bakalan marah? >,<

Sepertinya kisah hidup Jae Myung lebih miris dari Ha Myung. Kuharap mereka segera bertemu dan bisa menyembuhkan luka di hati mereka bersama-sama.

15 komentar:

  1. Huum ja myung lbh ksihan..
    Hueee.. :'(

    BalasHapus
  2. Suka banget sma drama korea..ceritanya temanya adegannya sllu menampilkan y baru...wlupun inibttp drama bukan nyata tapi sllu ad pesan d dlmnya ttg kehidupan kita...so really like this drama...aplg ad PSH n Lee jong suk^^

    BalasHapus
  3. seruu banget ini ceritanya mbak fany.. gak sabar nunggu lanjutannya. meskipun dah nonton, tetep aja nungu sinopsis dari mbk fany.. lanjut teruus ya mbaakkkkk... jangan enggak lhow. hehe

    BalasHapus
  4. Ceritanya penuh makna.. thanks mbak fanny. ^^

    http://switlovshop.yukbisnis.com

    BalasHapus
  5. makasih mbak fanny,, semangat terus nulis sinopsisnya.. :)

    BalasHapus
  6. MISS BROMANCE XD
    SO THANK YOU mbak fanny dan mbak mumu...

    BalasHapus
  7. yeah.... makin seru nich.. maksih mbak

    BalasHapus
  8. makasih buat yang udah nulis sinopsi

    BalasHapus
  9. aku kira yang mengidap sindrom pinnochio itu hanya In Ha. makanya sempat terpikir kalau pria yang ada d sinop bagian satu itu merupakan ayah In Ha, tapi rupanya sindrom Pinnochio itu bisa ada di beberapa orang. hehehe, baru nyadar ._.v

    aku masih merasa 'lucu' sama yang namanya kebetulan atau mungkin takdir. hehehe, entahlah. yang pasti di dunia ini adalah ketidakpastian dan yang tidak diharapkan datang justru yang datang :p

    oh, apa ini berarti ibu Ha Myung sudah meninggal? U.U hmm, mngkn saja Ha Myung sudah tidak memercayai kakaknya lagi sehingga memilih hidup baru U.U

    oke, sekian
    terima kasih sinopsisnya
    semangat menulis!

    BalasHapus
  10. Baru baca niy... Ceritanya seru gak norak... Makasih banyak ya mbak sdh diterjemahin... Lebih puas nonton iya baca sinopsisnya jg iya...

    BalasHapus

Terima kasih komentarnya^^
Maaf aku tidak bisa membalas satu per satu..tapi semua komentar pasti kubaca ;)