Selasa, 24 Mei 2016

Sinopsis Mirror of The Witch Episode 2


Tujuh belas tahun kemudian….

Dua orang putera Heo Yoon, Heo Ok dan Heo Jun, berpacu dengan kuda mereka. Mereka sedang bertanding.

Meski adik kakak, terlihat perbedaan jelas dari pakaian keduanya. Pakaian Heo Ok menyatakan ia seorang anak bangsawan, sedangkan pakaian Heo Jun pakaian biasa saja. Berarti mereka satu ayah lain ibu. Dan besar kemungkinan ibu Heo Jun adalah istri kedua dari ayah mereka.

Para penonton bertaruh siapa yang akan menang dalam pertandingan tersebut. Mereka bertaruh Heo Jun yang menang karena sepertinya mereka sudah tahu kemampuan Heo Jun. Hanya satu orang yang bertaruh untuk Heo Ok. Seorang bangsawan yang menutupi wajahnya dengan kipas.


Menjelang finish, Heo Jun jelas memimpin. Melihat itu, Heo Ok memberi isyarat dengan sapu tangan putih. Orang-orang yang bersembunyi di balik semak melemparkan pasir ke arah Heo Jun dan kudanya. Heo Jun jatuh. Heo Ok menjadi pemenangnya.

Para penonton nampak kecewa. Kecuali satu orang tentunya. Ia mendapatkan seluruh uang taruhan.

Heo Ok pura-pura simpati pada Heo Jun. Ia berkata Heo Jun pasti menang jika tadi tidak terjatuh. Jadi Heo Jun jangan terlalu sedih karena ini hanya pertandingan. Heo Jun tersenyum dan berkata ia tidak apa-apa. Ia tidak sepadan dengan kemampuan Heo Ok. Tidak ada yang bisa menjamin ia menang.

Heo Ok mengajak Heo Jun bersenang-senang ke rumah gisaeng. Heo Jun dengan sopan menolak. Ia berkata ada sesuatu yang harus ia kerjakan.


Ternyata si bangsawan berkipas adalah teman Heo Jun yang bernama Dong Rae. Mereka sengaja kalah agar bisa mendapatkan uang itu. Mereka mendapat 10 nyang lebih. Padahal Heo Jun harus mengumpulkan uang sebanyak 500 nyang (belum tahu untuk apa uang itu).

Dong Rae mengusulkan agar mereka menggunakan saja uang itu…toh untuk mencapai 500 nyang masih jauh sekali. Apa Heo Jun mau merampok? Jelas Heo Jun menolak. 
Bagaimanapun juga ia harus mendapatkan 500 nyang.

Dong Rae tidak memaksa lagi dan pamit pergi. Heo Jun curiga melihat tingkah sahabatnya dan langsung menghentikannya.  Ia menyuruh Dong Rae membuka pakaian.

Ternyata Dong Rae membuat rangkaian uang dengan benang dan melilitkannya pada tubuhnya. Heo Jun tertawa tak percaya. Ia hanya menasihati temannya agar tidak hidup memalukan. Lalu ia melepas rangkaian uang itu.


Sementara itu Heo Ok merayakan kemenangannya di rumah gisaeng bersama teman-temannya. Ia bertanya berapa banyak uang yang diperoleh teman-temannya dari pertandingan tadi.

Teman-temannya terdiam dan menunduk. Heo Ok menyadari teman-temannya tidak bertaruh untuk kemenangannya. Ia mengatai mereka bodoh karena ia sudah jelas-jelas memberitahu mereka kalau ia akan menang hari ini.

Dan ia menjadi marah ketika tahu seseorang yang bernama Dong Rae yang memenangkan semua uang taruhan itu. Ia tahu betul kalau Dong Rae adalah teman Heo Jun. Ia menyadari Heo Jun tadi sengaja kalah demi mendapatkan uang itu. Kemarahan Heo Ok memuncak.


Heo Jun dan Dong Rae menyamar menjadi wanita untuk bisa menyusup ke istana melalui pintu belakang. Apa yang hendak mereka lakukan?

Rupanya mereka diam-diam berjualan obat di divisi shaman. Heo Jun dan Dong Rae berusaha meyakinkan para shaman muda untuk membeli ramuan yang konon bisa membesarkan “aset” mereka. Tentu saja mereka tidak percaya begitu saja.

Tapi dengan kemampuan berbicaranya, Heo Jun akhirnya bisa membuat mereka mencoba ramuan yang sudah ia siapkan. Ia bahkan mengobral beli 2 gratis 1. Para shaman muda itu berebut hendak membeli.


Tiba-tiba muncul seorang shaman bertubuh besar yang melarang mereka membeli ramuan tersebut dari Heo Jun. Ia merasa tertipu karena Heo Jun berjanji ramuannya akan membuat wajahnya makin kecil, namun yang terjadi malah bertambah besar.

Heo Jun tak kehilangan akal. Ia berkata semua harus diawali dari kepercayaan di dalam hati. Mereka harus percaya pada diri mereka sendiri baru ramuan tersebut bekerja.  Seperti motivator ulung, Heo Jun membuat mereka mengulang-ulang perkataan “Aku bisa! Aku bisa!” sambil terus meminum ramuannya.


Selesai berjualan, Dong Rae harus mengosongkan kantung kemihnya karena kebanyakan minum ramuan Heo Jun. Ia bertanya apakah ramuan Heo Jun yang terbuat dari talas Cina dan jujube (sejenis kurma) benar-benar ada di buku kesehatan. Tidak tahu, jawab Heo Jun sambil tertawa.

Ia melihat sesuatu yang berkilauan di tanah dan memungutnya. Benda itu berbentuk kepingan seperti pecahan sesuatu dan memiliki ukiran di atasnya. Itu adalah pecahan perisai anak buah Hyun Seo 17 tahun lalu. Heo Jun menyimpan kepingan tersebut.


Tiba-tiba shaman bertubuh besar yang sempat menuduh mereka penipu datang membawa para pengawal untuk menangkap mereka. Heo Jun dan Dong Rae langsung melarikan diri.

Mereka terpisah di tengah jalan. Ho Jun berlari menyusuri halaman istana yang terus berkaitan dengan halaman-halaman lainnya. Ia berhasil mengecoh pengawal dengan membuka sebuah pintu padahal ia berlari ke arah lain.

Namun ia tak sengaja menabrak seseorang. Hong Joo. Anak buah Hong Joo langsung menghunus pedang mereka. Tapi dengan gesit Heo Jun berhasil menghindari serangan mereka. Ia sempat bertatapan dengan Hong Joo. Hong Joo tidak mengatakan apapun tapi ia nampak tertarik dengan Heo Jun (bukan tertarik suka tapi sepertinya ia merasakan sesuatu pada diri Heo Jun). Ia melarang anak buahnya mengejar Heo Jun hingga Heo Jun berhasil lolos.


Putera Mahkota memberi salam pada Ibu Suri dan Ratu. Besok adalah hari ulang tahun ke-17 Putera Mahkota Sunhwe (hmmm…berarti iini adalah PM Sunhoe yang meninggal saat masih berusia muda dalam sejarah). Ibu Suri sangat menyayangi cucunya ini dan bertanya apa yang diinginkan Pangeran untuk ulangtahunnya.

Putera Mahkota nampak murung dan menghela nafas panjang. Ia berkata ia tidak menginginkan apapun. Ibu Suri khawatir PM sakit. PM menenangkan ia tidak sakit, ia hanya merasa sedikit gelisah. Ia tidak tahu apa penyebabnya, hatinya terkadang merasa berat tanpa alasan dan berdebar kencang.

Ibu Suri menanyai kasim Park yang selama ini melayani di dekat PM Sunhwe. Apa alasan PM merasa seperti ini? Kasim Park tersenyum dan berkata mungkin itu karena PM sudah mencapai usia untuk menikah.

PM malu dan berusaha membantah. Ibu Suri dan Ratu tertawa. Ibu Suri berkata Kasim Park tidak salah, PM memang sudah memasuki usia untuk itu. Ia dan Ratu akan mencarikan pasangan yang cocok untuk PM. PM tersipu malu.


Ratu berkata ia dengar PM akhir-akhir ini sulit tidur nyenyak. Apa karena tempat tidurnya yang kurang nyaman?

“Bukan. Tapi aku terus menerus bermimpi aneh. Seorang gadis selalu muncul dalam mimpiku dan ia selalu menangis dengan sangat sedih. Tapi wajahnya mirip denganku, jadi aku merasa agak takut ketika aku bangun.”

Ibu Suri dan Ratu tertegun mendengar penuturan PM. PM melihat ekspresi mereka dan bertanya ada apa. Ratu cepat-cepat berkata tidak ada apa-apa. Ia menyuruh PM bersiap-siap untuk sesi pelajarannya. PM menurut dan pamit pada mereka.

Ibu Suri nampak khawatir dan bertanya kenapa PM bermimpi seperti itu. Ratu menenangkan Ibu Suri bahwa itu mungkin mimpi karena PM memasuki masa pubertas. Tapi sebenarnya ia sendiri khawatir.


Ia teringat pada kutukan Hae Ran bahwa anak-anaknya akan mati pada ulang tahun mereka yang ke-17. Ia memanggil Hong Joo untuk menghadapnya. Setelah menanyakan persiapan upacara ulang tahun Pangeran, Ratu bertanya apakah semua akan baik-baik saja.

Besok adalah hari ulang tahun puteranya seperti yang dikatakan oleh Hae Ran. Apakah puteranya akan baik-baik saja.

Hong Joo berkata Ratu tidak usah khawatir. Semua sudah dibereskan sejak dulu.  Ratu menceritakan mimpi Pangeran. Ia takut gadis yang dilihat Pangeran dalam mimpi adalah saudara kembarnya yang sudah meninggal. Ia merasa tidak tenang, kalau-kalau akan terjadi sesuatu pada puteranya.

“Yang Mulia, Puteri dan saya terhubung lewat sihir. Jika saya hidup, Puteri akan mati. Dan jika Puteri hidup, saya akan mati. Tapi lihat saya. Saya baik-baik saja, bukan? Kenyataan bahwa saya masih hidup membuktikan semuanya sudah berakhir 17 tahun yang lalu. Jadi saya mohon Yang Mulia tidak khawatir. Mimpi hanyalah mimpi, tidak lebih.”

Tapi sebenarnya Hong Joo juga memikirkan mimpi Pangeran tersebut.


Heo Ok, teman-temannya dan para gisaeng berjalan-jalan di kota. Heo Ok dalam keadaan sedikit mabuk. Tiba-tiba para petugas lewat menyuruh semua orang minggir.  Mereka membawa gerobak dengan tumpukan mayat di atasnya. Meski ditutupi oleh tikar jerami, tetap saja ada bagian-bagian mayat yang terlihat. Mayat-mayat itu tidak utuh, ada yang tidak bertangan, ada yang tidak berkaki, dan ada yang tak berjantung.

Seorang gisaeng berkata itu pasti mayat-mayat dari Hutan Hitam. Ia menunjuk hutan di belakang kota. Hutan itu konon berbahaya dan tidak ada orang yang bisa kembali dengan selamat dari hutan itu.

Dari tengah hutan itu terlihat sebuah layang-layang melayang-layang tertiup angin. Kabarnya layang-layang itu dibuat dari pakaian mayat-mayat yang ditemukan di hutan tersebut. Heo Ok mendengar cerita tersebut dengan seksama.


Dari kejauhan ia melihat Heo Jun dan Dong Rae. Heo Jun dan Dong Rae sedang membicarakan berhasilnya mereka lolos dari istana. Mereka juga sempat berpapasan dengan rombongan petugas membawa mayat.

Heo Ok menghampiri mereka dan bertanya mereka hendak ke mana. Ia berkata sepertinya sudah terjadi hal baik pada mereka berdua. Heo Jun berkata ia sudah kalah bertanding, jadi mana mungkin ada hal baik terjadi padanya.

Mendengar itu Heo Ok kesal. Dengan keras-keras ia mengatakan Heo Jun sepertinya membutuhkan uang banyak. Ia menunjuk layang-layang di atas Hutan Hitam. Jika Heo Jun membawakannya layang-layang itu, ia akan membantu Heo Jun.

Heo Jun dengan sopan berkata kakaknya sudah mabuk dan menasihatinya agar pulang ke rumah.


“Lima ratus Nyang!!” seru Heo Ok. Ia akan memberinya uang sebanyak itu jika Heo Jun membawakannya layang-layang itu. Semua orang terdiam karena itu sama saja mengirim Heo Jun untuk mati.

Heo Ok berkata ia tidak memaksa Heo Jun tapi sepertinya Heo Jun sangat membutuhkan uang itu. Heo Jun menunduk diam.

“Ya sudah kalau kau tidak bisa,”ejek Heo Ok.

“Aku akan melakukannya,” kata Heo Jun. Semua orang terkejut. Heo Jun berkata ia akan membawakan layang-layang itu tapi Heo Ok harus menepati janjinya untuk memberi 500 nyang. Heo Ok berkata semua orang di sana adalah saksinya.

Heo Jun langsung berjalan menuju hutan tersebut. Dong Rae menyusulnya dan bertanya apakah Heo Jun benar-benar akan pergi? Apa Heo Jun gila? Itu adalah Hutan Hitam! Heo Jun bisa mati di sana. Tapi Heo Jun benar-benar ingin mendapatkan uang 500 nyang itu.

Teman-teman Heo Ok bertanya apakah Heo Ok benar-benar akan memberi Heo Jun 500 nyang jika Heo Jun membawakan layang-layang itu. Heo Ok berkata ia tidak pernah menarik perkataannya. Tapi hanya jika Heo Jun “bisa” membawakan layang-layang itu.


Dong Rae berusaha menghalangi Heo Jun dan mengingatkan seperti apa Heo Ok itu. Tapi Jun sudah bertekad dan mulai memasuki hutan tersebut. Dong Rae ikut dengannya meski takut.

Hutan itu hutan yang sangat lebat dan terlihat angker. Terkadang terdengar suara geraman dan raungan binatang buas. Dong Rae ketakutan tapi ia tetap mengikuti Heo Jun.
Ia bertanya apaakah Heo Jun sudah mendengar rumor. Rumor apa, tanya Heo Jun.

“Kau belum dengar? Rumor bahwa ada hantu yang dikutuk muncul di Hutan Hitam. Wajahnya cukup cantik tapi akan menarik jantungmu keluar.”

“J-ja—jantung??” Heo Jun tergagap. “Lalu, seberapa cantiknya ia?” tanyanya sambil tersenyum. Ia hanya pura-pura takut dan tak percaya hantu itu ada.


Tiba-tiba ia berhenti dan berlutut. Ada tengkorak hewan tergeletak di tanah. Heo Jun mewanti-wanti Dong Rae agar tetap waspada.

Mereka berjalan pelan-pelan…tanpa menyadari ada beberapa pasang mata bersinar di balik rimbunnya semak-semak. Sepertinya mata serigala gitu sih ;p

Tapi selain binatang buas atau apapun itu yang menakutkan di hutan ini, ternyata mereka juga harus berhati-hati pada berbagai perangkap yang terpasang,  Dong Rae hampir saja jatuh ke dalam sebuah lubang. Ketika mereka melihat ke dalam lubang tersebut, isinya penuh dengan ular.

Jantung Dong Rae hampir copot ketika tiba-tiba kakinya menginjak perangkap hingga ia tergantung terbalik dari pohon. Ia berteriak-teriak ketakutan. Heo Jun hendak menolongnya lalu melihat sesuatu.

Celana Dong Rae basah. Dong Rae tertawa malu di balik rasa takutnya.


Mereka melanjutkan perjalanan semakin masuk ke dalam hutan. Hutan itu semakin gelap dan diselimuti sedikit kabut. Sudah tidak terlihat lagi jalan setapak untuk mereka berjalan. Semuanya dipenuhi pepohonan dan semak belukar.

Dong Rae sempat-sempatnya meminta Heo Jun merahasiakan kalau ia tadi ketakutan sampai mengompol. Heo Jun berjanji. Tapi senyum mereka dengan cepat lenyap menyadari kemungkinan ada bahaya di depan mereka. Di pohon tertempel kertas jimat.

Heo Jun tiba-tiba berhenti dan mengangkat tangannya. Dong Rae ketakutan dan memeluk Heo Jun erat-erat. Heo Jun berusaha melepaskan diri dan melarang Dong Rae bersuara. Ia merasakan sesuatu.


Semak di hadapan mereka bergoyang diikuti suara geraman. Dong Rae berteriak panik kalau itu adalah harimau. Ia terduduk di tanah dan tak berani membuka matanya. Heo Jun mengeluarkan belati dan menyuruh Dong Rae lari setelah ia menghitung sampai 3.

Baru juga hitungan ke-2, Dong Rae sudah lari terbirit-birit meninggalkan Heo Jun karena mendengar suara keras harimau.


Heo Jun berbalik dan melihat harimau itu. Sebuah harimau putih berukuran besar. Heo Jun pelan-pelan mundur, lalu berbalik melarikan diri.


Harimau itu mengejarnya. Heo Jun terus berlari. Ia malah semakin masuk ke dalam hutan yang makin gelap. Dong Rae sempat berhenti ketika teringat pada Heo Jun. Tapi mendengar suara auman harimau, ia melanjutkan pelariannya.

Heo Jun bersembunyi di balik sebuah pohon besar. Nafasnya terengah-engah karena kelelahan. Ia kira harimau itu sudah menyerah. Tapi tiba-tiba harimau itu muncul di hadapannya dan berancang-ancang siap menerkam.

Heo Jun melirik layang-layang di langit. Ia memegang pisaunya dengan gemetar. Ia memohon harimau itu pergi karena ia sangat membutuhkan uang.

Harimau itu berjalan mengitari Jun. Jun sudah pasrah. Anehnya harimau itu berjalan pergi.


Jun merasa lemas tapi lega karena harimau itu pergi. Ia memegangi lututnya yang gemetaran.

Tapi harimau itu tiba-tiba berbalik dan menyerang Jun. Ia mengaum keras dan siap menerkam. Tiba-tiba kepingan perisai yang dibawa Jun bersinar terang. Kepingan itu tadi terjatuh ke tanah saat harimau menerjang Jun. Sinar dari kepingan itu menyinari wajah harimau dan harimau itu pergi. Jun cepat-cepat memungut kepingan tersebut.


Jun melanjutkan perjalanannya. Ia  berhasil keluar dari hutan dan tiba di padang rumput yang luas.

Ia terkejut saat menemukan sebuah rumah di tengah-tengah padang itu. Rumah terpencil dipagari oleh untaian kertas jimat kuning. Heo Jun memberi salam dan bertanya apakah ada orang di rumah. Tidak ada jawaban.

Heo Jun membungkuk melewati untaian jimat dan berjalan di halaman rumah itu. Ia langsung menuju ke belakang di mana ada sebuah pohon besar. Layang-layang yang dicarinya terikat pada pohon itu.

Heo Jun memanjat pohon untuk mengambil layang-layang tersebut. Ia memutus talinya dan tersenyum lega karena berhasil mendapatkannya.

Seekor burung terbang tepat di depan wajah Heo Jun. Ia terkejut dan terjatuh. Sayangnya, benang layang-layang di tangannya juga terlepas.  Layang-layang terbang menjauh entah ke mana.


Jun mendengar sebuah suara dan mengendap-endap untuk melihat apakah ada orang. Tidak ada.

Ia berbalik. Doenk!! Wajahnya membentur tutup panci. Ia langsung pingsan.
Ketika ia bangun, ia sudah terikat di pohon. Dan dihadapannya berdiri seorang gadis yang menutupi wajahnya dengan tutup panci. Lho…kok jadi mirip Tangled yaa^^

“Siapa kau? Singkirkan benda aneh itu dari wajahmu. Apa yang hendak kaulakukan padaku?” Heo Jun meronta-ronta berusaha melepaskan diri.

“Kau yang menyusup ke sini,” kata gadis itu. “Bukankah aku yang harusnya bertanya apa yang hendak kaulakukan?”

Heo Jun berkata gadis itu sudah salah paham. Ia meminta dilepaskan agar bisa menjelaskan. Gadis itu bertanya bagaimana ia bisa percaya pada Jun.

“Lalu apa yang akan kaulakukan? Mengikatku selamanya di sini seperti ini?” tanya Jun.


Gadis itu pelan-pelan memperlihatkan wajahnya. Ia berkata Jun itu kurang ajar karena sudah menyusup masuk ke rumah orang.

“Rumah? Ini rumahmu?” tanya Jun.

Gadis itu mengangguk. Jun jadi teringat pada rumor yang dikatakan Dong Rae. Bahwa ada hantu dikutuk di Hutan Hitam yang berwajah cantik namun akan menarik jantung manusia.
Heo Jun mulai merinding. Apalagi ia melihat rumah itu dikelilingi kertas jimat.  Ia mulai percaya pada rumor itu. Apalagi ia merasa sakit kepala sejak bertemu gadis itu.

“Itu karena aku memukulmu dengan ini,” gadis itu mengacungkan tutup panci.

“Tutup mulutmu, makhluk jahat. Kau hendak menggodaku dengan wajahmu agar kau bisa mengambil jantungku! Kau pikir aku tidak tahu?” Lalu Jun mulai membaca doa keras-keras, berusaha mengusir “hantu” itu pergi.

Gadis itu mengambil potongan lobak dan menjejalkannya ke mulut Jun agar tidak bersuara lagi. Ia mengecek telinga dan mata Jun. Ia memutuskan Jun sepertinya pengecut yang ceroboh dan tidak terlihat berbahaya.

“Baiklah, aku akan membiarkanmu pergi. Tapi sebagai gantinya kau harus membantuku.”
Jun langsung memikirkan yang bukan-bukan dan ketakutan.


Tapi ternyata gadis itu hanya ingin Jun memetikkan buah tomat untuknya. Jadi gadis itu bukan hendak memakan jantungnya, tapi hendak makan buah-buah itu? Gadis itu mengiyakan. Tomat-tomat itu sudah masak sejak beberapa hari lalu dan terlihat sangat enak.

Jun heran dan bertanya kenapa gadis itu tidak keluar dan memetiknya sendiri. Gadis itu terlihat sedih dan berkata ia tidak bisa keluar dari sana. Tomat-tomat itu tergantung pada dahan pohon yang menjulur keluar dari rangkaian jimat yang mengelilingin rumahnya. Ia tidak boleh keluar dari rangkaian jimat itu.

“Kenapa tidak bisa? Apa kau terjebak di sini aatau semacamnya?” tanya Jun.

Gadis itu hanya menunduk sedih tanpa bicara. Jun jadi tak tega dan mengambilkan tomat-tomat itu untuknya.


Sementara itu Hyun Seo berjalan di Hutan Hitam. Ia memeriksa perangkap yang dipasang di sana dan kertas jimat yang tertempel di pohon. Ia tidak sendirian, melainkan ditemani seorang wanita (istrinya kah?).

Gadis itu menyodorkan tomat untuk Heo Jun. Heo Jun menolaknya. Melihat gadis itu asyik makan tomat, ia bertanya apakah gadis itu benar-benar manusia. Ia bergurau orang-orang yang takut pada hantu pasti akan merasa malu jika tahu hantunya seperti kau.

Jika gadis itu bukan hantu, lalu kenapa tinggal di sini? Karena ini rumahku, kata gadis itu. Heo Jun tak habis pikir bagaimana bisa seorang gadis tinggal sendirian di tempat seperti ini. Lalu bagaimana dengan keluarga gadis itu?

Gadis itu hampir bercerita tapi ia sepertinya teringat kalau ia tidak boleh bercerita. Ia balik bertanya kenapa Heo Jun ada di sini.


Heo Jun berkata ia hendak mengambil layang-layang. Barulah ia teringat misinya untuk mendapatkan layang-layang itu. Gadis itu menyadari layang-layangnya hilang. Di mana layang-layangnya?

“Hah? Eh…aku melepaskannya tadi dan layang-layang itu terbang,” Heo Jun menjelaskan dengan tak enak hati.

“Layang-layang itu kesukaanku, yang paling spesial,” kata gadis itu kesal.

“Itu juga layang-layang spesial untukku,” gumam Jun.

“Kenapa kau terus bilang itu layang-layangmu? Itu milikku,” protes gadis itu. “Jadi kau ini hanya seorang pencuri?”

Heo Jun tidak terima disebut pencuri. Ia berusaha menjelaskan tapi tidak tahu bagaimana caranya. Ia berkata ia tidak tahu layang-layang itu milik gadis itu.

“Tidak ada benda di dunia ini yang tidak ada pemiliknya,” kata gadis itu, “ Jadi apa yang akan kaulakukan?”

Heo Jun melihat tumpukan kertas dan berkata ia akan bertanggung jawab. Maka ia pun duduk untuk membuat layang-layang.  Tapi layang-layang itu jelek. Bukan jelek sih, tapi tidak benar pembuatannya hingga tidak akan bisa terbang.


Gadis itu menghela nafas panjang. Jun berkata ia akan membuat ulang. Gadis itu berkata tidak usah. Hasilnya juga tidak akan lebih baik. Jun merasa tersinggung dan berjanji akan membuat yang bagus kali ini. Keduanya berebut layang-layang itu.

Jun menarik terlalu keras hingga gadis itu menabraknya. Keduanya diam tak bergerak.

“Wah, ternyata kau benar-benar pria. Dadamu begitu keras,” kata gadis itu sambil menepuki dada Jun.

Jun jadi salah tingkah. Gadis itu malah menyuruh Jun diam dan mendengarkan detak jantungnya.

“Wah suara detak jantungmu keras juga,” ia menengadah melihat Jun.


Jun cepat-cepat mendorong gadis itu. Ia berkata wanita seharusnya tidak bersikap seperti itu. Benarkah? Kenapa? Tanya gadis itu heran.

“Pokoknya tidak boleh!” ujar Jun dengan wajah memerah.

“Oh…wajahmu jadi merah. Apa kau sakit?” Gadis itu meraba dahi Jun.

Jun mendorongnya dan berkata gadis itu tidak tahu malu. Gadis itu berpikir lalu mengedipkan matanya pada Jun. Wink^^

Jun bingung. Gadis itu terus mengedip. Apa yang kaulakukan? Tanya Jun.

Gadis itu mengernyit heran dan mengambil buku di bawah bangku.

“Buku ini mengatakan kalau seorang wanita mengedip pada seorang pria, maka hidung pria itu akan mengeluarkan banyak darah. Sepertinya tidak mudah,” kata gadis itu.

Ia menaruh bukunya lalu mulai menyerang Jun dengan kedipannya. Jun menyuruhnya berhenti tapi gadis itu terus mengedip dengan lucunya. Haha…mana tahan.


“Yeon Hee!! Yeon Hee!!” terdengar seseorang memanggil.

Gadis itu terkejut. Ia menyuruh Jun segera pergi. Jika ayahnya tahu Jun bisa sampai di sini, ayahnya tidak akan membiarkan Jun begitu saja. Jun menurut dan pergi. Gadis bernama Yeon Hee itu cepat-cepat  melempar layang-layang Jun ke semak-semak.

“Ayah…” panggilnya begitu melihat Hyun Seo.

Hyun Seo bertanya kenapa Yeon Hee tidak menjawab panggilannya. Ia terlihat curiga. Yeon Hee berbohong tadi ada tupai besar dekat tembok yang masuk tanpa permisi.

“Tupai?” tanya Hyun Seo. Ia hendak berjalan ke sana. Yeon Hee buru-buru menghalanginya dan berkata tupai itu sudah pergi begitu ayahnya datang.


Hyun Seo malah memarahinya. Ia menuduh Yeon Hee akan keluar mengejar tupai melewati rangkaian jimat jika ia tidak datang. Tidak, jawab Yeon Hee. Tapi Hyun Seo sangat keras dan bertanya apakah Yeon Hee tidak ingat perkataannya. Yeon Hee sedih dimarahi.

“Aku tahu. Aku tidak boleh keluar dari tempat ini apapun yang terjadi.”

“Kau tidak boleh melupakan itu, kau mengerti?” Hyun Seo melunak.

Yeon Hee mengangguk. Hyun Seo berjalan pergi. Wanita yang datang bersamanya membuka sebuah bungkusan lalu memakaikan sebuah pakaian baru untuk Yeon Hee.

“Ibu…” panggil Yeon Hee.

Wanita itu tidak mengatakan sepatah katapun dan pergi. Jun mendengar itu dari balik semak-semak dan merasa kasihan pada Yeon Hee.


Hyun Seo memeriksa rangkaian jimat yang ia pasang di sekeliling rumah itu. Ia teringat anak buahnya melaporkan bahwa mereka sudah menemukan kuil Chungbing.  Di sanalah  terdapat Buku Sihir Kutukan.

Yo Gwang bertanya apakah dalam buku itu benar-benar terdapat cara untuk melenyapkan kutukan Hae Ran. Hyun Seo berkata harus ada caranya dalam buku tersebut. Setelah 17 tahun Yo Gwang tampaknya tidak menua *salah fokus*

Hyun Seo berkata mereka tidak boleh lagi muncul di dekat istana. Jika Hong Joo tahu Puteri masih hidup, Hong Joo akan menggunakanya sebagai korban untuk melakukan sihir hitam yang sangat kuat.

“Dia akan berusaha  mengorbankan tubuh Yeon Hee yang mengandung kutukan dan menyerap energi dari tubuh Yeon Hee.”

“Dengan begitu ia akan menjadi tukang sihir yang lebih kuat dan menggunakan kekuatannya untuk mengambil alih Joseon?” tanya salah satu anak buahnya.

“Bukan…sebaliknya, ia ingin menghancurkan Joseon,” kata Hyun Seo.

Dengan begitu satu-satunya cara untuk menghentikan rencana Hong Joo adalah mematahkan kutukan Yeon Hee. Jika Hong Joo tahu, ia pasti akan membunuh Yeon Hee. Karena itu mereka harus menemukan buku tersebut.


Kilas balik 17 tahun lalu:

Raja diam-diam menemui Hyun Seo setelah Hyun Seo diserahkan bayi Puteri oleh Hong Joo. Hyun Seo berkata Puteri yang terlahir dari sihir hitam Hong Joo adalah satu-satunya orang yang bisa menghentikan Hong Joo.

Raja berkata ia tahu Ibu Suri bekerja dengan Hong Joo 5 tahun lalu untuk menggulingkan raja sebelumnya (kakak Raja lain ibu). Tapi ia tidak melakukan apa-apa meski tahu semuanya.

“Mungkin itu sebabnya aku seperti ini. Karena aku dihukum atas dosaku,” kata Raja sambil menatap puterinya. “Aku ayahmu dan Raja Joseon. Tapi aku tidak berdaya melakukan apapun.”

Raja meminta Hyun Seo menyelamatkan Puteri dan membebaskan kutukannya untuk menyelamatkan negeri ini.

‘Pastikan tidak ada lagi Raja tak berdaya dan pengecut sepertiku. Patahkan kutukan Joseon melalui anak ini. Kau harus menghentikan shaman itu.”

Hyun Seo berjanji akan melindungi Puteri meski harus mempertaruhkan nyawanya.


Jadi Yeon Hee adalah Puteri yang diselamatkan Hyun Seo atas perintah Raja. Dan Yeon Hee dikurung dalam tempat itu dilindungi rangkaian jimat agar keberadaannya tidak terdeteksi oleh Hong Joo.

Seseorang mengunjungi Yeon Hee sambil membawakan bunga. Yeon Hee senang melihatnya dan memanggilnya kakak.  Ia adalah Poong Yeon (Kwak Shi Yang), putera Hyun Seo. Berarti wanita yang tadi dipanggil Ibu oleh Yeon Hee adalah istri Hyun Seo dan ibu Poong Yeon.

Iia ingin memperlihatkan desa yang dipenuhi bunga-bunga indah pada Yeon Hee. Karena ia tidak bisa melakukannya, maka ia membawakan bunga-bunga tersebut. Yeon Hee sangat senang.


Poong Yeon menyadari layang-layang Yeon Hee tidak ada. Yeon Hee berkata layang-layang itu terbawa angin besar dan lepas. Poong Yeon melihat layang-layang buatan Jun dan bertanya apa itu. Yeon Hee berkata itu bukan apa-apa. Hanya layang-layang yang tidak seperti layang-layang.

Yeon Hee khawatir kakaknya dimarahi jika ayah mereka tahu. Poong Yeon berkata ia datang karena ia membawa hadiah. Sebuah lentera yang bisa diterbangkan.

Besok malam akan ada festival lentera di desa. Jika Yeon Hee menuliskan keinginannya pada lentera itu dan menerbangkannya, keinginan itu akan terkabul.

Yeon Hee sangat bersemangat, tapi ia kemudian merasa itu tak ada gunanya karena ia tidak bisa menerbangkannya di desa bersama dengan yang lain. Poong Yeon berjanji ia akan menerbangkan lentera itu untuk Yeon Hee.

Yeon Hee kembali merasa senang.

“Kenapa tiba-tiba Kakak memberikan hadiah untukku?”

“Karena besok adalah hari ulangtahunmu.”

“Kakak tahu? Kakak benar-benar yang terbaik,” kata Yeon Hee.

Poong Yeon tersenyum. Di balik senyumnya tersirat kesedihan.


Hyun Seo sebenarnya melarang Poong Yeon untuk mengunjungi Yeon Hee. Tapi Poong Yeon berkata Yeon Hee harus menghabiskan waktu sendirian dalam rumah setiap harinya, pasti akan sangat kesepian jika tidak ada yang mengajaknya bicara.

“Kau tidak akan membantunya dengan menemuinya,” kata Hyun Seo. Ia bertanya apa jangan-jangan Poong Yeon menyukai Yeon Hee lebih dari sebagai adik.

“Tidak boleh. Bagaimanapun juga tidak boleh!” kata Hyun Seo saat Poong Yeon tidak menjawab pertanyaannya.


Dan sekarang Poong Yeon melanggar larangan ayahnya.

Yeon Hee telah selesai menulis keinginannya. Ia melarang Poong Yeon membacanya. Poong Yeon tertawa. Yeon Hee bertanya apakah festival itu akan dimulai besok?

“Kenapa? Apa kau ingin melihatnya?” tanya Poong Yeon.

“Tentu saja tidak! Aku selalu mendengar cerita tentang festival dari Kakak setiap tahunnya. Jadi aku bosan. Dan lagi sangat berisik pada waktu festival. Sungguh menganggu. Aku tidak bisa tidur karena terlalu berisik dan terang,” ujar Yeon Hee.

Tapi keduanya tahu bahwa Yeon Hee tidak sungguh-sungguh mengatakannya. Di dalam hatinya Yeon Hee sangat ingin melihat festival itu. Ia cepat-cepat meminta Kakaknya pulang sebelum ayah mereka tahu.


Heo Jun sudah tiba di tepi hutan. Ia menoleh dan teringat pada perkataan Yeon Hee bahwa ia tidak boleh pergi dari tempat itu apapun yang terjadi.

“Jadi ia sebenarnya dikurung di sana? Tapi kenapa?” gumamnya. Ia mengenyahkan rasa penasaran itu dan memutuskan seharusnya ia mengkhawatirkan dirinya sendiri saat ini.

Ia melihat ke atas dan melihat layang-layang Yeon Hee tersangkut di pohon di atas tebing. Heo Jun sangat senang tapi ia bingung bagaimana mengambilnya ke atas sana. Akhirnya ia menyerah.

Tapi lagi-lagi ia teringat pada perkataan Yeon Hee bahwa itu adalah layang-layang kesukaannya dan spesial. Heo Jun memutuskan mencoba mengambilnya. Ia memanjat tebing batu. Namun begitu ia mendapat layang-layang itu, kakinya tergelincir dan ia terjatuh.


Komentar:
Ceritanya kok jadi mirip Tangled ya hehe….Puteri yang terperangkap di menara dan tidak boleh keluar. Sama-sama ingin melihat festival lentera lagi^^

Kim Sae Ron cute abis…duh mana tahan melihat kedipannya^^

Poong Yeon jelas sudah tahu kalau Yeon Hee bukanlah adik kandungnya. Tapi apakah Yeon Hee tahu kalau ia bukan anak kandung Hyun Seo? Kasihan juga ya selama 17 tahun hidup sendirian dalam rumah itu.

Aku menduga harimau putih dalam Hutan Hitam adalah harimau sihir yang ditempatkan Hyun Seo agar tidak ada seorangpun tahu keberadaan Yeon Hee, terutama Hong Joo. Soalnya harimau itu lari begitu melihat perisai itu. Dan lagi kenapa kepingan perisai itu tiba-tiba bersinar di dalam hutan yang gelap itu?

Jika saudara kembar Yeon Hee adalah Putera Mahkota Sunhwe, apakah drama ini akan mengikuti sejarah di mana PM Sunhoe meninggal di usia remaja? Jika itu yang terjadi, apakah itu artinya kutukan itu masih berlaku meski kutukan itu sudah dipindahkan pada Yeon Hee?

Drama ini ditayangkan di jTBC setiap Jumat-Sabtu malam dan sekarang sudah tayang sampai episode 4. Meski ketinggalan 2 episode, aku berharap teman-teman yang sudah menonton tidak memberikan spoiler untuk episode 3 dan 4. Aku akan berusaha mengejar ketinggalan^^


Mengenai buku Donguibogam (Mirror of The Eastern Medicine) yang ditulis Heo Jun dan kabarnya menjadi inspirasi drama ini, ternyata buku tersebut adalah buku panduan pengobatan tradisional. Jadi yang menjadi inspirasi drama ini adalah judulnya saja.

15 komentar:

  1. wiii..makasi mb sinopsisnya keren..saya seneng bcanya. lama2 jtuh cinta saya sama drama korea.. tp pengen nontonya.. ada saran link untuk download or nonton streamingna g si mb..share dong..pliiiisss..makasih ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. http://bioskopkeren.org/nonton-mirror-of-the-witch-subtitle-indonesia/

      bisa disana udah lengkap :D

      Hapus
  2. Thanks mbak buat sinopnya.. Hwaitting... 😁😁

    BalasHapus
  3. ditunggu ya lanjtannya,semanggat ya

    BalasHapus
  4. mbak fanny, makasih ya udh bikin sinop drama korea yg keren ini. Aq suka banget Tangled jd aq jd ketawa-ketawa gegara kisahnya mirip2 sm Tangled

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama-sama^^ meski kayanya Tangled yang ini lebih tragis >,<

      Hapus
  5. Kayaknya kepingan perisai itu bersinar karna ada mantera di sekitarnya mba. Atau memang perisai penolak mantera. Jadi nya nyala kayak malam itupas hong joo kirim sihir ke tempat permaisuri untuk bikin hamil..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya...sepertinya perisai penolak sihir. Untung Heo Jun nemu kepingan itu ya^^ artinya halaman itu sudah 17 tahun tidak disapu hahaha

      Hapus
  6. TANGLED bangettttt
    dan ada mbak mumu euy! jadi kangen duetnya mbak^^
    perisainya tetep jadi pelindung ya meski cuma sekeping
    saya cuma bingung artinya mirror, tapi udahlah lewat aja wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihi mungkin perisai itu juga bisa jadi mirror^^

      Hapus
  7. Aku juga langsung mikir gitu kk bru baca,mirp bngt sama tangled

    BalasHapus
  8. Aku juga langsung mikir gitu kk bru baca,mirp bngt sama tangled

    BalasHapus
  9. Mbak,, heo yoon itu siapa ya?

    BalasHapus
  10. Seru juga ya film nya
    padahal tujuannya aku menonton ini cuman ingin melihat aktingnya kim sae ron
    tapi gk sia sia juga
    terimakasih kak fanny :) :D
    Sukses selalu ya (y)

    BalasHapus

Terima kasih komentarnya^^
Maaf aku tidak bisa membalas satu per satu..tapi semua komentar pasti kubaca ;)