Rabu, 22 Juli 2020

Sinopsis It's Okay To Not Be Okay Episode 7

Kang Tae mendengar suara isak tertahan dari kamar Mun Yeong. Ia membuka pintu dan melihat Mun Yeong terbaring kaku sambil terisak. Barulah ketika ia mengangkatnya bangun, Mun Yeong menangis histeris. Mun Yeong menyuruh Kang Tae melarikan diri. Tapi tangannya menggenggam erat baju Kang Tae. Kang Tae memeluknya  untuk menenangkannya dan berkata ia tidak akan pergi. Mun Yeong kembali tenang.

Semalaman Kang Tae menjaga Mun Yeong. Pagi hari ia terbangun dan melihat Mun Yeong sedang menatapnya. Mun Yeong bertanya mengapa Kang Tae ada di kamarnya. Kang Tae berkata Mun Yeong semalam demam.

“Jadi apa kau main dokter-dokteran?” sindir Mun Yeong.

Kang Tae menyuruh Mun Yeong istirahat. Ia akan mengantar Sang Tae dan membeli obat. Sebelum Kang Tae pergi, Mun Yeong berkata ia tidak melakukan kesalahan. Wanita itu (Kang Eun Ja)  yang terus bersikap sekaan-akan ia ibunya, jadi ia memberitahunya kalau ibunya sudah mati. Hanya itu. Hmmm...kenapa Mun Yeong menceritakan ini pada Kang Tae bahkan sebelum ada yang menanyakannya? Biasanya ia tidak peduli.

Sang Tae berusaha menghafal jalan menuju restoran Jae Su. Baru kali ini ia pergi dari rumah Mun Yeong. Kang Tae berkata ia akan mengantar karena ia juga perlu ke kota. Ia bolos kerja di rumah sakit hari ini.

Sementara itu di rumah sakit, Dokter Oh dan para staf sedang mengamati rekaman CCTV saat pasien Kang Eun Ja pingsan. Mereka melihat Kang Eun Ja pingsan saat berbicara dengan Mun Yeong. Sekarang ia sedang dirawat di ruang isolasi.

Setelah itu mereka mengadakan rapat. Dokter Oh berkata Kang Eun Ja bisa saja mengalami konversi dan berhenti berdelusi, jadi mereka harus mengawasinya. Dokter Oh ingin tahu lebih dulu apa yang dikatakan Mun Yeong pada pasien Kang.

“Pasti ia mengatakan: puterimu sudah mati. Jadi ia pingsan karena shock dan emosi,” kata Byul.

Perawat Park bertanya bagaimana Mun Yeong bisa tahu kalau puteri Kang sudah tiada. Byul berkata bisa saja Kang Tae yang memberitahu. Mereka kan dekat. Ju Ri langsung protes kalau mereka berdua tidak dekat dan Kang Tae tidak mungkin membocorkan informasi pasien.  Saking kesalnya, ia tidak mau ikut-ikutan ketika para staf voting agar mereka melakukan sesuatu pada Mun Yeong yang terus menerus menyebabkan masalah sejak ada di sana.

Dokter Oh akhirnya berkata kelas Mun Yeong dihentikan untuk sementara sampai mereka tahu apa yang terjadi. Para staf setuju dengan keputusan tersebut. Dokter Oh juga ingin berbicara dengan Kang Tae tapi Perawat Park berkata Kang Tae tadi menelepon kalau hari ini ia tidak masuk. Ju Ri lagi-lagi kecewa karena ia tidak tahu apa-apa.

Di bis, Kang Tae menyarankan agar Sang Tae berhenti dari restoran Jae Su. Menggambar di rumah sakit, menjual pizza, dan nanti akan mulai menggambar ilustrasi..Sang Tae pasti akan sangat sibuk. Sang Tae tidak merasa keberatan tapi Kang Tae khawatir Sang Tae kelelahan lalu jatuh sakit dan sakit-sakit badan.

“Seperti anjing,” kata Sang Tae. Ia berkata Kang Tae mengerang seperti anjing bila sakit.

 Kang Tae berkata ia tidak seperti itu. Ia tidak sakit karena sekarang ia tidak melakukan banyak pekerjaan. Ia merasa baik-baik saja.

“Perasaanmu yang sakit. Tubuh itu jujur. Ketika kau sakit secara fisik, kau menangis. Tapi hati itu berbohong. Ia tetap diam meski tersakiti. Lalu ketika kau tidur, kau akhirnya menangis dan mengerang seperti seekor anjing.” (Sang Tae bijak banget...)

Kang Tae teringat tangis Mun Yeong semalam. Ia mengalihkan perhatiannya pada Sang Tae yang asyik membaca buku. Apa ia sangat menyukai buku itu. Sang Tae mengiyakan. Buku itu karya Mun Yeong berjudul Anjing Musim Semi. Ia menceritakannya pada Kang Tae.


Mereka tiba di restoran Jae Su. Jae Su bersiap marah tapi Kang Tae mendapat telepon dan memberi isyarat kalau mereka akan bicara nanti. Ia pergi keluar untuk berbicara. Direktur Lee yang meneleponnya karena Mun Yeong tidak mengangkat teleponnya.

Kang Tae berkata Mun Yeong saat ini tidak enak badan. Direktur Lee bertanya sejak kapan ia sakit dan apa gejalanya. Ia merasakan firasat buruk dan khawatir semalaman. Tapi Kang Tae berkata ia akan memberitahu Mun Yeong untuk menelepon Drektur Lee, lalu menutup telepon. Ia masuk ke apotik untuk membeli obat.

Mun Yeong tidak menghiraukan telepon Direktur Lee. Ia teringat masa kecilnya. Ibunya selalu menyisiri rambutnya dan berkata Mun Yeong cocok berambut panjang karena mirip dengannya. Ia melarang Mun Yeong memotong rambutnya. Bila Mun Yeong berkata ia bosan dengan rambutnya yang panjang, ibunya akan marah dan berkata Mun Yeong harus menurut padanya. Marahnya ibu Mun Yeong itu nyeremin ya, sampai lempar sisir dan memecahkan cermin.

Mun Yeong mengambil gunting dan hendak memotong rambutnya. Tapi tiba-tiba terngiang suara ibunya, “Kumohon, selamatkan aku...”

Direktur Lee baru tiba di rumah Mun Yeong ketika ia mendengar suara kaca pecah dair lantai atas. Ia berlari ke kamar Mun Yeong. Cermin di kamar itu pecah sementara Mun Yeong duduk diam di tempat tidur. Mun Yeong, panggil Direktur Lee waspada.

“Aku ingin memotongnya, tapi aku tidak bisa,” kata Mun Yeong.

 Memotong apa, tanya Direktur Lee. Ibuku, jawab Mun Yeong. Direktur Lee bertanya apa Mun Yeong mengalami tindihan lagi karena halusinasinya. Sejak kapan?

“Sejak hari pertama aku kembali ke sini.”

Direktur Lee langsung membereskan semua barang Mun Yeong. Mereka akan kembali ke Seoul sekarang. Kali ini ia tidak mempedulikan ancaman Mun Yeong yang melarangnya menyentuh barang-barangnya. Ia tahu Mun Yeong akan hancur jika halusinasi itu mulai menghantuinya lagi.  Ia tidak bisa membiarkan Mun Yeong tinggal di sini.

Mun Yeong dan Kang Tae harusnya tidak saling terlibat. Ia sudah mendapat firasat buruk mengenai itu. Mun Yeong mengambil lampu meja dan siap menghantamkannya pada Direktur Lee. Tapi Direktur Lee sangat mengenal Mun Yeong. Ia berhasil menangkap lampu itu.

Ia membawa koper Mun Yeong dan menarik Mun Yeong pergi. Ia tidak peduli pada protes kemarahan Mun Yeong dan ancamannya. Pokoknya Mun Yeong harus keluar dari rumah ini agar bisa hidup. Mun Yeong berpegangan pada ujung tangga. Direktur Lee berusaha melepasnya.

“Apa yang kau lakukan!!” bentak Kang Tae. Ia berjalan cepat ke tangga.

Direktur Lee hendak menjelaskan tapi Mun Yeong mendorongnya pelan. Direktur Lee kehilangan keseimbangan dan melihat Kang Tae berharap ia menolongnya. Kang Tae dengan tenang meraih Direktur Lee dan menolongnya. Lagi-lagi jadi adegan romantis XD

Direktur Lee berkata ia akan membawa Mun Yeong dan Kang Tae sebaiknya pergi juga dari rumah ini. Ia mengulurkan tangan pada Mun Yeong tapi Kang Tae menepisnya. Mun Yeong menyuruh Kang Tae mengusirnya.

“Kenapa kau pura-pura lemah,” kata Direktur Lee.

“Menyeretnya pergi tanpa persetujuannya dapat dianggap kekerasan. Kau melakukannya duluan, jadi aku juga bisa melakukannya, bukan?” ujar Kang Tae.

Ia memiting tangan Direktur Lee dan mendorongnya keluar rumah. Direktur Lee menggedor pintu sambil berteriak kalau ia satu-satunya orang yang bisa melindungi dan merawat Mun Yeong.


Kang Tae menasihati Mun Yeong agar tetap mengunci pintu jika sendirian di rumah. Mun Yeong tersenyum memangnya ada orang yang akan melukainya, bukannya sebaliknya? Kang Tae terdiam. Ia melihat cermin Mun Yeon yang pecah.

“Tetap saja biarkan terkunci. Kau bilang hal menakutkan akan terjadi jika kau lengah,” katanya. Ia menyerahkan obat penurun demam yang dibelinya tadi.

“Jika aku meminum benda seperti ini setiap kali aku perlu menenangkan diri, maka aku sudah jadi pecandu,” seloroh Mun Yeong. Obat itu tidak berguna baginya.

Kang Tae punya ide lain. Ia mengajak Mun Yeong jalan-jalan. Sepanjang jalan Mun Yeong bersenandung. Ia suka ide yang ini. Kau mau ke mana, tanya Kang Tae. Motel. Apa yang mau kaumakan? Kau.

Kang Tae menghentikan mobilnya dan menegur Mun Yeong. Mun Yeong berkata hari ini ia akan menurut dokter Kang Tae. Ia akan ikut ke manapun Kang Tae membawanya.

Jae Su bertanya pada Sang Tae apa maksudnya dengan “nanti”. Karena tadi Kang Tae menjawab “nanti” saat ia hendak bicara.

“Kapan-kapan sebelum kau mati,” jawab Sang Tae.

Jae Su terkejut. Tidak mungkin Kang Tae melakukan itu padanya. Mereka bertemu saat ia baru berusia 16 tahun di resto ayam orangtuanya. Ketika itu Kang Tae bekerja paruh waktu di resto mereka dan tinggal bersama mereka. Jae Su lebih tua 1 tahun darinya tapi Kang Tae tidak pernah menganggapnya sebagai kakak.

“Ia selalu memberi kakak semua paha,” curhatnya.

“Aku hanya makan paha,” Sang Tae membenarkan.

Jae Su berkata ia iri pada Sang Tae. Ia juga ingin punya adik seperti Kang Tae. Jadi suatu waktu ia meminta Kang Tae menganggapnya sebagai kakak. Tapi Kang Tae berkata ia tidak perlu kakak lagi. Sejak itu ia sadar kalau Kang Tae butuh teman, bukan seorang kakak lagi.

“Aku juga butuh teman,” kata Sang Tae murung.

Kang Tae membawa Mun Yeong makan daging. Mun Yeong makan dengan lahap dan berkata sekarang ia merasa lebih baik. Kang Tae berkata dagingnya belum matang. Tidak apa-apa, kata Mun Yeong, ia memiliki banyak panas dalam tubuhnya.

“Aku tidak bisa mengendalikan diri kalau soal makanan. Aku tetap merasa lapar berapa banyak pun aku makan. Apa karena aku kaleng kosong?” tanya Mun Yeong. Tapi itu pinggang tipis banget >,<

Kang Tae jadi tidak enak hati dan meminta maaf. Waktu itu ia hanya bicara sembarangan. Tapi itu benar, kata Mun Yeong.

“Tidak, kau bukan kaleng kosong.”

“Kalau begitu apa?” Mun Yeong menatap Kang Tae.

“Preman?” Kang Tae tertawa garing.

Curhat Jae Su belum selesai. Sejak itu ia terus menjual ayam. Dari ayam goreng, kukus, asam manis, paha, bahkan kaki ayam. Sang Tae membalas hanya kepala ayam yang belum pernah dijual Jae Su. Itu benar, kata Jae Su. Padahal ia tidak mau jualan ayam. Ia bahkan muak dengan baunya. Tapi hanya bisnis itu yang bisa ditutup dan dibuka dengan cepat. Karena ia tidak tahu kapan temannya harus pindah lagi, ia terus berjualan ayam.

“Tapi kali ini terasa berbeda. Aku merasa ia mungkin saja menetap di Kota Seongjin. Jadi aku mengumpulkan semua uang yang kumiliki, bahkan mengambil pinjaman untuk membuka bisnis lain. Tidak lagi ayam. Tapi dia.....dia meninggalkan aku,” Jae Su mulai menangis, “Kenapa? Karena ia menyukai Go Mun Yeong si gila itu, lebih dari padaku temannya selama 15 tahun.”

Sang Tae berkata bukan itu sebabnya. Tapi Jae Su berkata itu benar. Sang Tae menjelaskan Kang Tae ikut dengannya karena kontrak yang dibuatnya.

“Jangan terlalu percaya Kang Tae. Kakak mungkin saja berakhir sepertiku,” kata Jae Su (aku tidak suka sih dengan perkataan Jae Su ini)

Mun Yeong telah selesai makan dan bertanya kenapa Kang Tae tidak ikut makan. Kang Tae berkata ia tidak terlalu lapat. Kayanya sih ngirit ;p

“Apa kau pernah tidur dengan wanita?” tanya Mun Yeong dengan nada seakan bertanya apa warna kesukaan Kang Tae XD

Kang Tae sampai menyemburkan air minumnya mendengar pertanyaan tak terduga Mun Yeong. Tidak pernah, tanya Mun Yeong kaget. Kang Tae bertanya kenapa Mun Yeong tiba-tiba bertanya sembarangan.

“Kau kelihatannya tidak punya keinginan apapun. Tidak punya keinginan untuk makan, memiliki, atau melakukan apapun. Kau selalu kelihatan apatis,” kata Mun Yeong.

Aku tidak apatis, kilah Kang Tae. Ia berkata ia hanya menahan dirinya. Kenapa, tanya Mun Yeong.

“Kau melakukan apapun yang kau mau, tapi tidak semua orang seperti itu.”

“Jangan menahan dirimu. Seharusnya tidak sesulit itu. Apakah aku perlu menarik pin pengamanmu? Aku penasaran apa yang akan terjadi jika kau tidak menahan diri.”

Seung Jae menemui Sang Tae di resto Jae Su. Ia ingin memberi referensi ilustrasi untuk pekerjaan Sang Tae. Sepertinya lebih karena ia juga ingin mendekati Mun Yeong karena Direktur Lee kalah terus dari Mun Yeong. Tapi Sang Tae berkata tidak sopan membicarakan pekerjaan lain di tempat kerja orang lain. Dan lagi jam kerjanya sudah selesai. Mereka akan membicarakannya nanti.

Mun Yeong dan Kang Tae masih berjalan-jalan. Kang Tae berkata jalan-jalan bisa menjernihkan pikiran dan menambah semangat. Tapi Mun Yeong berkata ia hanya memikirkan kakinya yang sakit dan buang-buang waktu. Apa Kang Tae mau menggendongnya?

Kang Tae gugup karena Mun Yeong mendadak berhenti di hadapannya. Ia mengeluarkan ponselnya untuk mencari di mana Sang Tae berada. Mun Yeong merebut ponselnya dan melemparnya. Tapi tidak betulan. Ia berkata Kang Tae harus fokus hanya padanya.

“Baiklah, berikan padaku,” Kang Tae mendekati Mun Yeong.

Tapi Mun Yeong terus menyembunyikan ponsel itu. Kang Tae berusaha merebutnya dan berakhir dalam posisi dekat. Terlalu dekat.

“Apa kau sedang memelukku?” tanya Mun Yeong.

Kang Tae cepat-cepat menjauh. Mun Yeong mengangkat telepon Kang Tae yang berbunyi.

“Hei, Ju Ri. Teman serumahku sedang berada dalam situasi canggung jadi aku mengangkat teleponnya. Ada apa?”

Ju Ri terkejut Mun Yeong yang mengangkat telepon. Ia ingin tahu kenapa Kang Tae tidak masuk kerja hari ini. Mun Yeong berkata Kang Tae cuti agar bisa bersamanya. Lalu ia menutup telepon.

Ia baru tahu Kang Tae sengaja cuti. Ia bertanya apa karena Kang Tae khawatir padanya. Apa Kang Tae mengajaknya kencan untuk membantunya menenangkan diri? Siapa bilang ini kencan, kilah Kang Tae. Lalu apa, tanya Mun Yeong.

“Apa kau sedang merayuku? Atau coba-coba? Atau kau sedang mempermainkanku?  Baik, mari kita jadian.”

“Pergi.” Kata Kang Tae. “Pergi. Apa kau tahu sudah berapa kali kau mengatakan itu padaku? Bahkan semalam dan hari itu juga (hari ketika Kang Tae  membawakan bunga). Tapi semalam kau terdengar seperti memohon agar aku tidak pergi. Waktu itu aku melarikan diri. Tapi hari ini, kurasa aku sebaiknya bersamamu. Hanya itu.”

Direktur Lee minum-minum sambil mengomel karena Mun Yeong yang sudah dibantunya selama 10 tahun meninggalkannya demi seorang perawat baru dikenal. Ia akan mencari wanita termanis dan terbaik di dunia ini. Tiba-tiba seseorang membentaknya karena berisik.

Ia menoleh dan melihat Ju Ri yang sudah mabuk. Ju Ri mengeluh cinta sepihak itu sangat sulit. Ia menyerah saja. Direktur Lee mengenali Ju Ri sebagai wanita manis yang dilihatnya di resto Jae Su.

“Kenapa tidak bisa aku? Kenapa harus dia? Aku juga bisa menyumpahi. Aku juga bisa mengamuk dan menghancurkan barang-barang. Aku bisa berhenti bersikap baik sepanjang waktu. Aku juga bisa jadi wanita jahat,” kata Ju Ri.

“Astaga tidak semua orang bisa seperti itu,” kata Direktur Lee mendekati Ju Ri.

Siapa kau, tanya Ju Ri. Direktur Lee memperkenalkan dirinya dan memberikan kartu namanya. Plakk!! Tiba-tiba Ju ri menampar Direktur Lee.

“Semua ini salahmu. Kau seharusnya berbicara dengan Go Mun Yeong. Dengan begitu ia tidak pindah ke sini dan mereka berdua tidak pernah bertemu. Dan aku tidak akan jadi seperti ini. Semua gara-gara kau, ” keluh Ju Ri.

Direktur Lee tiba-tiba mengenali suara Ju Ri sebagai perawat yang sering meneleponnya mengenai ayah Mun Yeong. “Perawat Nam Ju Ri?” Ju Ri tertidur karena mabuk.

Kang Tae dan Mun Yeong dalam perjalanan pulang. Mun Yeong dalam mood yang sangat baik. Ia membuat gambar smiley dengan embun di kaca jendela.

“Aku bermimpi buruk semalam. Mimpi burukku selalu mengenai ibuku. Dan ketika aku bangun dari mimpi itu, aku merasa sangat buruk. Tapi hari ini aku tidak apa-apa.”

Diam-diam Kang Tae tersenyum.

Jung Tae protes kelas Mun Yeong dihentikan sementara. Sementara Pil Wong berkata ia sudah menduga kelas Mun Yeong suatu saat akan dihentikan karena cara pemikiran Mun Yeong dan sikapnya yang buruk. Sementara Ah Reum sedih kelas dihentikan padahal ia sudah membuat semua PR nya. Ia yakin Mun Yeong akan memujinya kali ini.

Sun Hae mengomeli Ah Reum yang pagi-pagi sudah menangis hingga merusak mood-nya. Jung tae langsung membela Ah Reum. Memangnya kalian pacaran, tanya Sun Hae. Jung Tae dan Ah Reum cepat-cepat pergi. Keduanya cepat atau lambat akan membuat masalah, kata Sun Hae.

Kang Tae seperti biasa menanyakan kabar kakaknya. Sang Tae berkata ia hanya duduk, Mun Yeong? Sedang duduk juga. Mun Yeong mengajak Sang Tae bermain saja hari ini. Sang Tae menurut dan membuka buku kesukaannya.

Kang Tae menemui Dokter Oh di kantornya. Dokter Oh bertanya apa Mun Yeong memiliki kekasih. Kang Tae terdiam. Lalu ia berkata ia tidak tahu. Dokter Oh berkata ia ingin memperkenalkan putera bungsunya dengan Mun Yeong. Lalu ia menanyakan pendapat Kang Tae. Hehe...lagi ngetes doang nih dokter ;p

“Kenapa Bapak tanya padaku?” tanya Kang Tae bingung.

“Kalian kan tinggal bersama.”

Rupanya Dokter Oh melihat kedatangan mereka bersama di rumah sakit pagi itu. Tapi ia berkata ia sudah menganalisis kejiwaan begitu lama hingga ia bisa melihat cerita orang hanya dengan melihat mata mereka. Pffft...

Ia bertanya kenapa Kang Tae kemarin tidak masuk. Karena tidak enak badan, kata Kang Tae. Maksudmu Penulis Go yang tidak enak badan, sindir Dokter Oh. Kang Tae membenarkan. Dokter Oh bertanya apa ada kaitannya dengan pasien Kang Eun Ja yang bersikap jadi ibunya.

“Sepertinya Penulis Go sempat mengira ia benar-benar ibunya utnuk sesaat.”

Dokter Oh berkata ibu Mun Yeong adalah penulis Do Hui Jae. Pada hari terakhir ia menyelesaikan buku fiksi terakhirnya, ia menghilang tanpa jejak. Lalu ia didaftarkan sebagai orang yang sudah meninggal 5 tahun setelah ia menghilang. Beberapa orang percaya ia masih hidup dan banyak rumor beredar ketika itu.

“Mungkinkah ia masih hidup?” tanya Kang Tae.

Dokter Oh berkata jika ibu Mun Yeong masih hidup, tidak mungkin ia membiarkan para pembacanya menunggu selama hampir 20 tahun karena mereka sangat ingin tahu bagaimana akhir dari buku Penyihir dari Barat (Witch of The West). Hmmm...jadi buku terakhir itu belum selesai?

Dokter Oh berkata Mun Yeong pasti sangat shock juga dan sangat merindukan ibunya. Karena itu ia salah menganggap orang lain sebagai ibunya.

“Bagaimana jika bukan ia merindukan ibunya, tapi takut padanya?” tanya Kang Tae, mengingat Mun Yeong berkata mimpi buruknya selalu mengenai ibunya.

Ayah Mun Yeong hendak mengambil buku ke-9 seri Pembunuhan Penyihir dari Barat. Tapi Park Ok Ran mengambilnya lebih dulu dan dengan sinis berkata ayah Mun Yeong selalu selangkah lebih terlambat. Ayah Mun Yeong terlihat tidak suka pada Ok Ran.

Setelah perbincangan dengan Kang Tae, Dokter Oh membaca kembali berkas ayah Mun Yeong. Ayah Mun Yeong menjawab pertanyaan dengan singkat dan sederhana tapi tidak pernah berusaha menghindari pertanyaan. Ketika ditanya mengenai isterinya, ia menjawab istrinya sangat pintar dan elegan.

“Ia sangat mencintai puteri kami. Mungkin terlalu cinta. Setiap malam ia menyanyikan lagi Oh My Darling Clementine sabagai pengantar tidur. Aku bertanya-tanya apakah ia tahu arti sebenarnya lagu itu.”

Oh My Darling Clementine adalah lagu yang disenandungkan sosok “hantu” yang pernah didenagr Chan Yong dan pasien Sun Hae. Lagu ini sering dianggap lagu anak-anak tapi isi liriknya berkisah mengenai puteri seorang penambang yang meninggal tenggelam.

Kang Tae membaca pengumuman mengenai kelas Mun Yeong yang dihentikan sementara. Perawat Park bertanya apa Kang Tae sedih membaca pengumuman itu. Karena para pasien sepertinya sedih. Mereka merasa kelas Mun Yeong berbeda dan menarik.

“Memang menarik,” kata Kang Tae. Ia menyarankan agar Perawat Park membaca buku Mun Yeong kapan-kapan. Perawat Park menolak. Ia lebih suka novel horor atau cerita cinta yang kejam dan bodoh.

Kang Tae melanjutkan pekerjaannya. Ia membawakan air minum untuk pasien Kang Eun Ja yang masih di kamar isolasi. Pasien Kang terus memeluk syalnya dengan wajah sedih. Kang Tae merasa kasihan dan berkata ia akan berkenalan dengan puterinya jika ia berkunjung nanti.

“Puteriku sudah meninggal. Bagaimana kau bisa bertemu orang yang sudah meninggal? Bahkan aku tidak bisa menemuinya.”

Dokter Kwon langsung dipanggil untuk memeriksa Kang Eun Ja. Kang Eun Jae bercerita pada para staf kalau syal yang selalu ia kenakan harganya sangat mahal. Lebih dari ratusan juta won. Ia tidak pernah menerima barang semahal itu selama hidupnya.

Ia hanya mengelola kedai kecil dan penghasilannya pas-pasan. Tapi puterinya menghabiskan seluruh gajinya untuk membelikannya syal itu pada hari ulang tahunnya. Ketika menerima syal itu dan tahu harganya (1.650.000 won), ia sangat marah dan menyuruh puterinya mengembalikan syal itu agar uangnya kembali. Ia sangat marah sampai memukul punggung puterinya.

Puterinya terluka dan menangis. Ia berkata ia muak dan lelah melihat ibunya seperti ibu. Kang Eun Ja berkata ia tidak ingat banyak tapi ia ingat mengatakan kalau ia tidak membutuhkan puteri sepertinya. Puterinya keluar lalu tertabrak dan meninggal di tempat.

“Jika aku tahu ia akan meninggal seperti itu, aku tidak akan pernah mengatakan hal sekejam itu. Tidak akan pernah...”

Kang Tae jadi teringat perkataan ibunya yang mengatakan ia harus tinggal di sisi kakaknya sampai ia tiada, karena itulah tujuan ia dilahirkan.

Malamnya ia pergi menemui Jae Su dan mengajaknya minum.  Jae Su tidak bisa marah lama-lama apalagi karena Kang Tae terlihat sedih.

“Jae Su apakah menurutmu ibuku juga menyesal dengan bagaimana ia memperlakukanku?”

“Apa itu yang kauinginkan?” tanya Jae Su.

Kang Tae mulai menangis dan mengangguk. Jae Su menatap langit lalu marah-marah pada ibu Kang Tae. Ia bertanya kenapa begitu kejam pada Kang Tae padahal Sang Tae bukan satu-satunya puteranya. Kenapa membedakan Kang Tae dan tidak membesarkannya dengan benar?

Ibu Ju Ri menemui mereka karena mendengar teriakan itu. Ia berkata semua ibu berbuat kesalahan. Meski begitu Kang Tae harus memahami ibunya. Tidak mudah membesarkan anak-anak tanpa suami pada masa itu. Ia sendiri hanya memiliki seorang puteri tapi terkadang rasanya ingin melarikan diri.

“Tapi ibumu berhasil membesarkan dua putera. Terlebih lagi kondisi Sang Tae yang khusus. Kau telah mengurus kakaknya dan aku yakin kau tahu betapa sulitnya itu bagi ibumu.”

Kang Tae menunduk. Ibu Ju Ri mengulurkan cangkir ke langit untuk menghormati ibu Kang Tae. (Aku pengennya ibu Ju Ri jadi ibu buat semuanya aja hahaha XD Lalu Ju Ri pun berteriaaak)

Ia kembali ke rumah untuk memeriksa Ju Ri yang tadi mabuk. Ia memberitahu Kang Tae tadi datang tapi sudah pergi lagi. Ju Ri bertanya apa yang dikatakan Kang Tae dan apakah ia sendirian.

“Jika kau sangat menyukainya kenapa kau pulang digendong pria lain semalam?” tanya ibunya.

Ju Ri tidak ingat. Lebih baik tidak ingat, kata ibunya. Tapi Ju Ri teringat sekarang. Bagaimana ia menampar Direktur Lee dan digendong pulang. Bahkan ia sempat menjambak rambut Direktur Lee.

Kang Tae pulang dalam keadaan mabuk. Mun Yeong terus menanyakan ia di mana dan menyuruhnya cepat pulang karena ia bosan. Tunggu, balas Kang Tae.

Ketika ia sampai, ia melihat Mun Yeong tertidur di tangga. Ia duduk di sisinya dan membangunkannya. Mun Yeong langsung memarahinya karena pulang terlambat. Ia mencium bau alkohol dan bertanya apa Kang Tae minum dengan Ju Ri. Kang Tae berkata ia minum dengan puter pemilik peternakan ayam Jo Jae Su dan ibu kost berusia lebih dari 60 tahun.

“Apa kau bertemu orang dari dunia maya?” tanya Mun Yeong bingung.

Ia berkata ia tadi mabuk tapi karena taksi tidak mau naik sampai ke rumah Mun Yeong, ia berjalan kaki dan hampir pulih sekarang. Mun Yeong mengajaknya minum lagi. Tapi Kang Tae cepat menghentikannya. Ia berkata Mun Yeong tidak pernah melakukan sesuatu setengah-setengah.

 “Jika kita berdua mabuk, akan buruk akibatnya.”

“Kenapa? Apa kau takut aku akan menyerangmu?” tanya Mun Yeong.

Kang Tae menyentil dahi Mun Yeong. Ketika Mun Yeong kesal, Kang Tae mengingatkan bekas luka pisau di tangannya. Mun Yeong berkata Kang Tae pintar berdalih kalau sedang mabuk. Kang Tae tertawa. Ia menyuruh Mun Yeong menutup matanya.

Mun Yeong menutup mata dan memonyongkan bibirnya. Mengira Kang Tae akan menciumnya. Tapi Kang Tae kemudian menyuruhnya buka mata dan di hadapannya terdapat sebuah boneka unik.

“Sampah apa ini?” protesnya.

“Penangkap mimpi buruk. Jika kau tidur dengan memegangnya, ia akan mengumpulkan semua mimpi burukmu dalam keranjangnya dan memakannya semalaman. Dengan begitu kau bisa tidur nyenyak.”

Mun Yeong menganggap itu kekanakkan. Kang Tae berkata ia membawanya dari rumah hari ini dan tadinya milik Sang Tae. Bekas, protes Mun Yeong lagi. Tapi ia berubah pikiran ketika Kang Tae memberitahunya kalau ia membuat sendiri boneka itu dengan tangannya. Boneka itu bernama Mang Tae.

“Kami bertiga kakak beradik. Sejujurnya, kakakku juga bermimpi buruk sepertimu. Ia mulai mimpi buruk sejak ibu kami meninggal. Kakak menderita tapi tidak ada yang bisa kulakukan. Aku hanya bisa membuatnya boneka ini.”

“Yah, lucu juga setelah kulihat-lihat. Aku menginginkannya,” kata Mun Yeong.

Kang Tae masuk ke kamarnya lalu memanggil kakaknya yang sudah tidur. Sang Tae protes karena Kang Tae bau alkohol. Kang Tae memeluk kakaknya dan mengajaknya makan jjampong di pasar seperti dulu ketika bersama ibu mereka. Ia berkata Sang Tae selalu suka jjampong di sana.

“Bukan, kau yang menyukainya,” kata Sang Tae. Kang Tae pernah berkata pada ibu mereka kalau ia ingin memakan jjampong itu tiap hari karena sangat enak. Karena itu ibu selalu membelikan mereka jjampong itu.

Kang Tae mulai ingat ia pernah mengatakan itu. Ketika itu ibunya hanya membeli 2 mangkuk dan membiarkan kedua puteranya makan. Dan ingatan hari hujan ketika ia tidak dipayungi lalu merasa tidak dipedulikan dan berhujan-hujan sendirian, sebenarnya ibunya menyadarinya dan langsung memanggilnya. Ibu dan kakaknya memayunginya agar ia tidak kehujanan. Bahkan ibunya mengajak Kang Tae makan jjampong lagi besok.

Kang Tae mulai menangis setelah menyadari semuanya. Ibunya juga menyelimutinya dan memeluknya setelah menyelimuti Sang Tae. Bahkan ibunya meminta maaf atas semuanya sambil menangis.

“Kak, aku merindukan ibu,” isaknya di punggung kakaknya.

Malam itu Mun Yeong tidur sambil memeluk Mang Tae, setelah membuang patung yang ia curi dari kantor Dokter Oh.

Keesokan paginya Mun Yeong baru tahu kalau kelasnya ditangguhnya. Ah Reum dengan baik hati menjelaskan penyebabnya dan melaporkan kalau banyak orang menjelekkan Mun Yeong, tapi ia tidak. Mun Yeong malah mendorong Ah Reum karena ia marah dan hendak mencari Dokter Oh. Ah Reum menangis karena Mun Yeong memukulnya lagi.

Cha Young yang sudah menanti di depan ruang terapi, cepat-cepat melapor dengan heboh pada staf lain.  Ju Ri mengira Byul yang menghubungi Mun Yeong. Byul malah mengira Kang Tae yang memberitahu Mun Yeong karena mereka dekat. Mereka tidak dekat, protes Ju Ri.

Perawat Park menegur mereka karena tidak memberitahu Mun Yeong dan Mun Yeong tahu dari papan pengumuman. Kang Tae berkata ia akan mencari Mun Yeong.

Dokter Oh sedang berbincang dengan Kang Eun Ja di taman. Ia bercerita dulu ia pelari maraton. Suatu hari lututnya terinfeksi tapi ia tidak mau istirahat dan lari lagi. Akibatnya uratnya terkena dan ia harus memakai pin. Sekarang sulit baginya untuk berjalan dengan benar.

“Jangan membuat kesalahan yang sama denganku dengan mencoba berlari ketika kau tidak bisa berjalan. Ketika lelah, istirahatlah. Ketika sedih, menangislah. Tidak apa-apa beristirahat. Dan pada suatu hari kau akan bisa lari lagi. Aku yakin puterimu menyemangatimu,” ia menasihati Kang Eun Ja.

Namun ketika melihat Mun Yeong mencarinya sambil mengomel, ia langsung melarikan diri. Haha....kayanya cerita maraton itu bohong deh ;p

Kang Eun Ja sepertinya mengenali Mun Yeong. Begitu juga Mun Yeong yang sudah bersikap waspada. Kang Tae yang baru tiba langsung mengajak Kang Eun Ja untuk kembali ke kamar. Tapi Kang Eun Ja meminta maaf pada Mun Yeong.

“Kurasa aku membuatmu dalam posisi sulit.”

“Kau tidak hanya membuatku dalam posisi sulit tapi juga membuatku dipecat,” kata Mun Yeong. Ia bertanya bagaimana dengan ganti rugi.

Kang Eun Ja mundur ketakutan hingga syalnya terjatuh. Mun Yeong memungutnya dan mengenalinya sebagai barang mahal. Ia menginginkan syal itu. Kang Eun Ja dan Kang Tae terkejut.

“Kau bilang kau menyesal. Kalau begitu kau harus ganti rugi. Itu yang disebut permintaan maaf yang tulus.

Kang Eun Ja terdiam. Kang Tae cepat-cepat menyuruh Mun Yeong mengembalikannya dan hendak mengambilnya. Ambillah,  kata Kang Eun Ja.

“Aku sudah memilikinya lebih dari cukup.”

Mun Yeong mengenakan syal itu dan berterimakasih lalu berjalan pergi.

“Perawat Mun, beban itu akhirnya pergi,” kata Kang Eun Ja tenang.  Sebuah kalimat yang sama sekali tidak disangka oleh Kang Tae.

Ia menemukan Mun Yeong sedang mengamati lukisan yang dibuat Sang Tae. Mun Yeong masih mengenakan syal itu. Kang Tae bertanya apa tidak panas.

“Jika ingin tampil modis, kau harus merasa tak nyaman dan keras kepala,” sahut Mun Yeong.

Kang Tae berkata akhir-akhir ini kakaknya tenggelam dalam salah satu buku Mun Yeong. Mun Yeong tahu, buku Anjing Musim Semi.

Pada suatu waktu, hiduplah seekor anjing yang pandai menyembunyikan perasaannya. Anjing itu diikat di bawah pohon rindang. Ia selalu menggoyangkan ekornya dan bersikap lucu. Karena itu ia dujuliki anjing musim semi, karena ia begitu ceria seperti musim semi.

Anjing itu selalu bersenang-senang dengan anak-anak desa sepanjang hari. Tapi setiap malam ia merengek dan mendengking ketika tidak ada siapapun. Itu karena ia ingin melepaskan ikatannya dan berlarian dengan bebas di padang. Tapi ia tidak bisa, karena itu ia menangis setiap malam.

Suatu hari, sebuah suara dalam dirinya bertanya padanya. “Hei, kenapa kau tidak melepaskan ikatanmu dan lari?” Dan inilah jawaban si anjing musim semi.

“Aku terlalu lama diikat hingga aku lupa bagaimana membebaskan diriku.”

Kang Tae tersenyum lalu membelai kepala Mun Yeong. “Kau sudah melakukan hal yang baik.”

Mun Yeong tidak mengerti apa yang sudah ia lakukan. Kang Tae berkata Mun Yeong membantu Kang Eun Ja membebaskan diri dari ikatannya. Mun Yeong tersenyum mendengarnya.

Tapi senyum itu lenyap ketika ia berpapasan dengan ayahnya yang duduk sendirian di taman. Ia berjalan mengabaikan ayahnya tapi ayahnya berkata Mun Yeong tidak akan bisa melarikan diri dan akan berakhir seperti ibunya.

“Tidak. Aku berbeda,” jawab Mun Yeong.

Di rumah, ia mengambil gunting dan akhirnya membebaskan diri dari ikatannya. Ia menggunting rambut panjangnya.

Kang Tae terkejut ketika melihatnya. Moon Yeong berkata ia sudah melepas ikatannya. Keduanya tertawa.

Malam itu di rumah sakit lagi-lagi terdengar senandung lagu Oh My Darling Clementine. Ayah Mun Yeong keluar dari kamanya dan memegangi kepalanya ketakutan. Seseorang berjubah hitam berjalan di lorong sambil menyenandungkan lagu itu.

Kang Tae membantu Mun Yeong merapikan potongan rambutnya.  Mun Yeong melihat wajahnya di cermin dan terharu melihat dirinya sendiri.

“Bagaimana?” tanyanya pada Kang Tae.

“Kau terlihat cantik,” Kang Tae tersenyum tulus.

Mun Yeong tersenyum lepas.

Komentar:

Berbicara mengenai melepaskan ikatan, aku jadi teringat sebuah lukisan di drama It’s Okay That’s Love (salah satu drama favoritku mengenai kesehatan mental). Itu adalah lukisan unta yang terpasang di kamar mandi Jae Yeol. Unta di siang hari dan malam hari. Pada malam hari unta diikat di pohon, siang hari tidak terikat. Tapi kenapa unta tidak melarikan diri saat ia tidak terikat? Karena ia masih mengingat dirinya yang terikat.

Sedangkan dalam cerita Anjing Musim Semi, anjing itu lupa cara membebaskan diri dari ikatannya karena sudah lama terikat. Pada akhirnya keduanya berarti sama, lupa atau enggan melepaskan ikatan. Ikatan akan masa lalu yang menyakitkan, peristiwa traumatis, ikatan hubungan yang tidak sehat, komentar/anggapan orang lain yang buruk tentang kita.

Mun Yeong mungkin secara simbolik telah melepaskan diri dari ikatan akan ibunya. Tapi apakah ia benar-benar telah melepaskan diri dari bayang-bayang ibunya? Kang Tae juga masih memiliki ikatan meski ia belum mengakuinya. Ia terikat pada Sang Tae karena rasa bersalahnya dan kegetiran pada ibunya. Salah satunya sudah terselesailkan.

Kenapa aku merasa mereka masih terikat? Karena mereka belum bisa menjadi diri mereka sendiri. Seperti yang Mun Yeong katakan, Kang Tae terlihat apatis. Tidak memiliki keinginan. Seolah memiliki keinginan dan melakukan sesuatu yang membahagiakan dirinya sendiri adalah sebuah dosa. Seolah-olah hidup hanya untuk dijalani tapi tidak dinikmati. Terlalu keras pada dirinya sendiri.

Tapi aku merasa Kang Tae mulai melunak. Ia bahkan bisa bolos demi Mun Yeong. Ia tidak lagi sekasar dulu pada Mun Yeong. Ia mau mencoba memahami.

Sedangkan untuk Mun Yeong, aku masih ingin melihat apa yang berubah setelah ia memotong rambutnya. Aku masih menunggu apa yang sebenarnya terjadi dalam keluarganya hingga ia menjadi seperti itu. Dari sekilas ingatan mengenai ibunya, kurasa Mun Yeong sebenarnya anak yang normal. Menurutku perilaku ibunya yang membuatnya jadi seperti itu (diduga Mun Yeong seorang penderita Anisosial Personality Disorder atau ASPD). Seperti yang ayah Mun Yeong ceritakan, ibunya terlalu “sayang” pada Mun Yeong. Lebih kepada posesif dan obsesif sih...Mun Yeong kaya dicuci otak sama ibunya.

Kang Eun Ja adalah contoh terbaik orang yang berhasil melepaskan ikatannya. Ia bisa mengakui apa yang terjadi meski itu sangat menyakitkan. Ia bisa merelakan semuanya dengan ikhlas. Ia siap untuk pelan-pelan move on. Pada akhirnya, melepaskan ikatan adalah jujur pada diri sendiri dan berhenti menyangkali kenyataan. Dan semua membutuhkan proses.

1 komentar:

Terima kasih komentarnya^^
Maaf aku tidak bisa membalas satu per satu..tapi semua komentar pasti kubaca ;)