Rabu, 30 Maret 2016

Sinopsis Nightmare Teacher Episode 6


Sebelumnya:
Ahn Si Yeon adalah seorang siswa yang mengkhayalkan dirinya memiliki kehidupan sempurna. Kekasih sempurna, keluarga kaya. Dan Guru Han “mewujudkan” impiannya itu dengan memberinya sebuah buku.

Apa yang ditulis Si Yeon dalam buku itu menjadi kenyataan. Ia mendapatkan kekasih idaman para wanita (meski berlebihan banget kayanya bila memiliki kekasih seperti itu ;p). Membuat para siswi iri dengan keberuntungannya mendapat kekasih seperti itu.

Cerita selengkapnya bisa dibaca di Kheartbeat

Sinopsis episode 6:

Guru Han berkata teman-teman Si Yeon akan percaya apapun yang Si Yeon tulis dalam buku tersebut.

“Tapi kau tidak bisa menuliskan hal yang tak ada alasannya. Berhati-hatilah dan tetap konsisten.”

Si Yeon berjalan menyusuri halaman dan merasa ada yang mengikutinya (si penguntit). Tapi ketika ia berbalik, penguntit itu sembunyi.


Si Yeon meneruskan cerita impiannya dalam buku tersebut. Ia menuliskan hal-hal romantis yang akan dilakukan Pil Ho padanya. Juga kehebatan  Pil Ho, misalnya dalam olahraga.

Tapi lama-lama ia mulai kehabisan bahan untuk ditulis. Hingga suatu ketika ia tidak sengaja mendengar Park Byul membicarakannya di toilet. Park Byul dan seorang teman membicarakan toko buah orangtua Si Yeon yang kecil dan kumuh. Park Byul berkata sepertinya ia tahu di mana toko buah itu.

Si Yeon yang mendengar di toilet, takut teman-temannya tahu kalau ia sudah berbohong. Dalam kekesalannya, ia menulis “aku berharap Park Byul tidak ada” dalam bukunya. O-ow….


Begitu Park Byul dan temannya keluar dari toilet, Pil Ho diam-diam mengikuti mereka. Dan berikutnya, Park Byul ditemukan di halaman sekolah karena jatuh dari atap. Saat diangkut ambulan, sepertinya Pak Byul masih hidup meski dalam keadaan kritis.

Si Yeon ketakutan menyadari Pil Ho yang melakukannya. Ia menulis dalam bukunya kalau Pil Ho merasa jenuh padanya dan menjaga jarak dengannya. Pil Ho menghampirinya dan menatapnya sedih.


Tak lama kemudian murid-murid menemukan Pil Ho duduk di atap dan hendak bunuh diri. Ye Rim berusaha membujuknya untuk turun. Sementara Sang Woo sempat-sempatnya mengambil foto.

Pil Ho berkata ia tidak bisa hidup tanpa Si Yeon. Hidupnya tak ada artinya.
Si Yeon berlari ke atap dan berteriak meminta Pil Ho turun. Dengan mata berkaca-kaca, Pil Ho berkata ia membutuhkan Si Yeon.


Si Yeon cepat-cepat berlari menjauhi teman-temannya dan membelakangi mereka. Ia cepat-cepat menulis “Pil Ho mencintaiku lagi dan Pil Ho berpikir harus tetap hidup”.
Teman-temannya heran dengan sikap Si Yeon, terutama Ye Rim. Kekasih hendak bunuh diri, kok malah sibuk nulis?

Begitu Si Yeon selesai menulis, Pil Ho turun dan berjalan menghampiri Si Yeon sambil tersenyum. Lalu memeluknya.

“Demi Si Yeon, aku bahkan membereskan gadis jahat itu. Kalau kau seperti itu lagi, aku akan marah. Kuharap kau menulis cerita yang sesuai tentang diriku,” ujarnya.


Ye Rim dan Sang Woo diam-diam membuntuti Si Yeon. Mereka melihat Si Yeon masuk ke Ruang BK. Sang Woo tidak menyadarinya, tapi dalam foto itu tidak ada Si Yeon.


Si Yeon menyodorkan buku itu pada Guru Han dan berkata ia tidak bisa melanjutkannya. Ia ingin berhenti.

“Tolong kembalikan semuanya seperti sedia kala.”
“Penulis harus bertanggungjawab atas karakter dan cerita yang ditulisnya,” jawab Guru Han.

Si Yeon bertanya bukankah cerita ini sebaiknya dihentikan atau apakah tidak bisa dihentikan.

“Kalau begitu apa yang kau ingin kulakukan? Menelepon ayahmu di New York? Atau menelepon orangtua Pil Ho di Boston?” tanya Guru Han. Maksudnya, Si Yeon tinggal menuliskannya di buku itu.

“Tidak mungkin, Bapak ingin saya menulis kebohongan lagi?”
“Jadi semua yang kaukatakan selama ini adalah kebohongan?”


Merasa tak ada jalan lain, Si Yeon membakar buku tersebut di tong belakang sekolah.
Ia kembali ke kelas dan duduk untuk menenangkan diri. Namun ia terbelalak kaget saat mengangkat wajahnya. Pil Ho berdiri di depan kelas dengan wajah dan tubuh penuh abu. Dan tangannya penuh luka bakar sambil memegang buku yang belum terbakar habis.
Si Yeon melarikan diri. Pil Ho terus mengejarnya.


Sang Woo dan Ye Rim sedang membuat artikel untuk majalah sekolah di ruang berita. Mereka kaget ketika tiba-tiba Si Yeon masuk.

Dan makin kaget karena Si Yeon tiba-tiba memeluk Sang Woo sambil menangis. Sang Woo bertanya ada apa.

“Pil Ho…Pil Ho, dia….” Si Yeon tak sanggup berbicara.
“Si Yeon, terjadi sesuatu di Ruang BK, kan?” tanya Ye Rim.

Si Yeon mengangguk. Sang Woo bertanya apakah Si Yeon bisa melepaskan pelukannya.


Mereka dikejutkan dengan kemunculan Pil Ho yang berusaha membuka pintu.  Si Yeon langsung berlindung di belakang Sang Woo. Pintu terbuka.

“Kau tak bisa memperlakukan aku seperti ini,” kata Pil Ho.
“Pil Ho, apa kau tak apa-apa?” tanya Ye Rim saat melihat kondisi Pil Ho.

Sang Woo meminta Pil Ho tidak salah paham. Kekasihnya adalah orang lain.

“Aku ke sini karena dia yang menginginkannya,” kata Pil Ho.

Si Yeon berkata sekarang ia hanya ingin semuanya dihentikan. Pil Ho berkata ia hanya menginginkan cinta Si Yeon. Karena untuk itu ia ada. Si Yeon menangis sambil terus meminta maaf.


Pil Ho pelan-pelan berjalan ke arah Si Yeon. Tapi tiba-tiba muncul sosok pria bermantel dan bertudung hitam yang mencekik Pil Ho.

Si Yeon terkejut. Penguntit? Ia ingat ia yang membayangkan penguntit itu tinggi dan bertudung kepala.

Si Yeon langsung berlari keluar dari ruang berita. Sang Woo dan Ye Rim berlari mengikutinya. Pil Ho memanggil nama Si Yeon dan berusaha untuk mengejarnya tapi si penguntit menariknya lalu mencekiknya hingga tewas.


Ye Rim dan Sang Woo kehilangan jejak Si Yeon. Dan mereka mencari ke arah yang salah.
Si Yeon berlari ke ruang bawah, ke depan cermin. Si penguntit berhasil menyusulnya dan langsung mendekatinya. Hanya suara teriakan terakhir Si Yeon yang terdengar.

Bersamaan dengan itu, Ye Rim dan Sang Woo berhenti berlari. Mereka bingung kenapa mereka ada di sana. Mereka sama sekali tidak ingat apa yang sedang mereka lakukan.


Ye Rim menemukan buku yang terbakar itu keesokan harinya di ruang berita. Ia tidak tahu siapa yang menulis buku tapi ada nama teman mereka dan juga nama yang tidak ia tahu.

“Memangnya ada yang namanya Pil Ho?” tanya Ye Rim.
“Pil Ho? Belum pernah dengar,” jawab Sang Woo yang sedang memeriksa hasil foto-fotonya.


Ia menemukan foto Pil Ho di atas atap. Ia bingung karena ia tak ingat pernah mengambil foto itu. Dengan santainya ia mengira ia sudah pikun.

Ia membesarkan foto itu dan membaca nama murid itu. Pil Ho. Ye Rim berkata ini baru pertama kali ia melihat ada murid seperti Pil Ho.

Sang Woo melihat foto berikutnya. Foto Seul Gi dan Guru Han.


Komentar:
Ye Rim dan Seul Gi mengenali Guru Han di foto tersebut. Tapi wajah Seul Gi pastilah tidak mereka ingat.

Seharusnya Sang Woo memeriksa semua fotonya, karena ia memotret banyak yang bisa menjadi bukti keanehan kelas mereka dan Guru Han. Selain Seul Gi dan Pil Ho, ia juga pernah mengambil foto kemenangan Ki Chul.

Kalau dilihat-lihat modusnya Guru Han ini mencari siswa yang sedang desperate, yang begitu menginginkan sesuatu. Seul Gi begitu menginginkan teman, Ki Chul begitu menginginkan kemenangan, Si Yeon begitu menginginkan kehidupan impiannya.

Kenapa mereka menjadi target? Karena mereka yang begitu menginginkan sesuatu akan dengan mudah jatuh pada keserakahan. Mereka tidak akan puas dan selalu menginginkan lebih.

Kasus kali ini lebih mengerikan karena memakan korban di luar mereka yang mengadakan kontrak. Contohnya Park Byul (sepertinya tidak meninggal). Dan Pil Ho.

Pil Ho adalah karakter yang diciptakan Si Yeon. Lalu apakah ia bukan manusia? Jika bukan manusia, kenapa ia bisa mati (atau hilang sama seperti si penguntit karena Ye Rim hanya menemukan buku di ruang berita)? Jika ia manusia, lalu sebenarnya ia siapa? Apakah memang ada seseorang yang memenuhi kriteria Si Yeon dan secara otomatis mengikuti apa yang tertulis dalam buku tersebut? Mungkin seharusnya Si Yeon menulis: “Pil Ho pulang ke Boston”.

Jika Si Yeon menulis orangtuanya ada di New York, apakah orangtuanya tiba-tiba ada di New York? Terus apa yang akan terjadi jika Si Yeon menulis dalam bukunya “semua kembali seperti sedia kala”? Hmmm….masih menyisakan misteri ya…atau memang celah dalam alur yang terlewat oleh penulis.

Meski begitu, misteri besar dalam drama ini belum terungkap. Siapa Guru Han dan apa tujuannya memerangkap jiwa-jiwa itu dalam cermin?



Senin, 28 Maret 2016

Sinopsis Page Turner Episode 1 (Bagian 1)


 “Ini adalah kisah menyentuh tentang 3 anak muda…. Seperti pembalik halaman, yang membalik partitur musik. Mereka membantu pertunjukkan dari tempat yang paling dekat dan melakukan yang terbaik agar sang bintang bersinar. Mereka akan menjadi partner terbaik.”


Berlawanan dengan intro perkenalan drama tadi, yang diperlihatkan malah 3 anak muda yang menangis, putus asa, bersaing, dan penuh kemarahan.

“Kami tekankan sekali lagi…ini adalah kisah menyentuh mengenai tiga orang anak muda yang menjadi pembalik halaman untuk satu sama lain.”


Note: Pembalik halaman adalah orang yang duduk di dekat pianis untuk membantu membalik halaman partitur musik

Episode 1 – Mereka yang menerima karunia dari atas

Seorang gadis duduk menunggu di dalam mobil. Ia asyik mendengarkan musik pop di radio dan membubuhkan ligloss di bibirnya. Ia sempat memperhatikan sekelompok pelajar bersepeda yang lewat di jalan di depannya. Para pelajar itu saling mengolok satu sama lain dengan akrab.

Gadis itu langsung mematikan radio dan menyalakan CD begitu melihat ibunya. Musik klasik pun mengalun.

“Mengapa kau tidak melihat partiturmu, Yoo Seul?” tanya Ibu begitu masuk dalam mobil.

Yoon Yoo Seul (Kim So Hyun) berkata ia tadi sudah membacanya dan khawatir mabuk kendaraan jika membaca saat mobil bergerak. Ibu berkata mabuk kendaraan tidak berlangsung lama. Yoo Seul akan ikut tes sebentar lagi dan mereka tidak tahu lagu apa yang akan diujikan. Karena itu ia menyuruh Yoo Seul mempelajari satu lagu lagi. Yoo Seul tersenyum dan mengangguk.


Para pelajar bersepeda tadi melewati lorong pejalan kaki dan berhenti di depan sebuah piano berwarna-warni senada dengan mural tembok di belakangnya.

“Kenapa ada keyboard di sini?” tanya salah satu dari mereka.
“Keyboard? Bukannya itu piano?” timpal temannya.


Jung Cha Sik (Ji Soo) berkata itu sebabnya mereka dianggap tidak tahu apa-apa. Dengan yakin ia berkata itu adalah keyboard.

“Kalau yang murahan seperti ini disebut keyboard. Piano itu besar dan lebar, dengan tutup seperti kerang.”
“Oh, yang berkaki tiga!” sahut temannya.
“Betul, bro! Itu yang disebut piano,” ujar Cha Sik sok tau. Errr…kalau itu sih grand piano, bro ;p

Tapi teman-temannya percaya apa kata Cha Sik dan memujinya sebagai anak pintar dan atletis. Serba bisa.

Gelandangan yang duduk di dekat piano itu geleng-geleng mendengar percakapan mereka. Lah gelandangan aja tahu kalau itu piano XD Tapi gelandangan ini terlalu mencolok untuk sekedar peran gelandangan, tul ngga?


Ibu Yoo Seul mengingatkan bahwa Profesor Moon dari universitas seni akan hadir dalam tes ini. Dan semua orang berlatih habis-habisan demi dilihat  oleh profesor tersebut. Yoo Seul mulai merasa gerah dengan ke mana arah pembicaraan ibunya. Ia bertanya apakah ia boleh membuka jendela.

Tapi ibunya melarangnya karena takut Yoo Seul kena flu. Ibu mewanti-wanti Yoo Seul agar mendapat peringkat pertama dengan nilai jauh lebih tinggi dari sebelumnya sehingga terlihat menonjol di depan profesor.

Ia juga mengingatkan Yoo Seul untuk melatih jari-jarinya sambil mempelajari partitu. Yoo Seul mengiyakan semua perkataan ibunya. Hingga ibunya menyebut nama Jin Mok.

“Jin Mok? Memangnya kenapa dengan psikopat itu?” tanyanya.


Seo Jin Mok (Shin Jae Ha) mengikuti tes piano yang sama dengan Yoo Seul. Juri bertanya siapa di antara para hadirin yang bersedia menjadi pembalik halaman. Yoo Seul melihat ibunya. Ibunya mengangguk.

Ternyata Ibu menyuruh Yoo Seul menjadi pembalik halaman bagi Jin Mok. Kenapa aku? Tanya Yoo Seul bingung.

Ibu berkata Jin Mok saat ini meningkat pesat. Bahkan ia dengar dari salah satu guru kalau Jin Mok berlatih semalaman dan tidur di ruang latihan. Ia berkata Yoo Seul harus menahannya.


Yoo Seul mengajukan diri menjadi pembalik halaman. Orang-orang bingung karena mereka tahu Yoo Seul dan Jin Mok saingan berat, musuh besar, dan tidak akan berhenti mengejek satu sama lain hingga mulut mereka kering. Lalu kenapa Yoo Seul membantu Jin Mok?

Dalam tes itu, peserta harus memilih salah satu amplop dan memainkan lagu apapun yang terdapat dalam amplop tersebut. Jadi tidak ada seorangpun peserta yang tahu lagu apa yang akan ia mainkan.


Tampaknya semua orang tahu kelemahan Jin Mok adalah lagu dari jaman Romantis. Jin Mok membuka amplopnya dan terdiam sejenak saat mengetahui ia harus memainkan salah satu karya Chopin. Chopin adalah salah satu musikus jaman Romantis. Yoo Seul tersenyum kecil saat Jin Mok membacakan judul materi tesnya. Ibu juga merasa puas begitu mendengar judul tersebut.

(Sepertinya musik jaman Romantis lebih membutuhkan curahan perasaan dan emosi saat dimainkan, tidak cukup hanya dengan kemampuan memainkan piano dengan tepat dan baik)

Jin Mok duduk di depan piano dan mulai memainkannya. Yoo Seul duduk tak jauh di belakangnya. Ia teringat percakapannya dengan ibunya di mobil tadi.


Yoo Seul bertanya pada ibunya bagaimana caranya menghalangi kemajuan Jin Mok. Ibu berkata seorang pembalik halaman bisa menyelamatkan sebuah pertunjukkan atau merusaknya dengan sengaja. Jika Yoo Seul membalik halaman sedikit tak tepat waktu, maka akan sulit bagi Jin Mok untuk bermain tanpa melakukan kesalahan sedikitpun.

“Apa aku harus menggunakan taktik kotor seperti itu? Tidak bisakah dengan kemampuanku….”
“Jika ketahuan, maka itu menjadi taktik kotor. Tapi jika tidak ketahuan, maka itu keahlian,” potong ibunya.

Yoo Seul tetap keberatan. Ibu tidak mau tahu. Ia berkata seekor cacing menggeliat jika diinjak ringan. Ia terganggu melihat Jin Mok menggeliat setelah menduduki peringkat ke-2.

“Jadi kali ini mari kita pastikan kita benar-benar menginjaknya,” kata Ibu sambil menggenggam tangan Yoo Seul. Yoo Seul mengiyakan.


Para hadirin juga mengira-ngira apa yang sebenarnya akan dilakukan Yoo Seul. Ada yang berkata ia akan sengaja terlambat membalik halaman jika menjadi Yoo Seul. Tapi ada juga yang berpendapat Yoo Seul tidak perlu melakukan hal semacam itu karena sudah menjadi yang teratas.

Apa yang akan dilakukan Yoo Seul. Semua menanti harap-harap cemas ketika tiba saatnya Yoo Seul membalik halaman. Begitu juga dengan Jin Mok.

Yoo Seul berdiri dan memegang ujung partitur. Ia membalik halamannya tepat waktu. Ibu meradang meski cepat-cepat ia pura-pura memarahi kamera agar tidak ketahuan yang lain.


Ada latar belakang lain yang membuat Ibu begitu ingin Yoo Seul melampaui Jin Mok (meski sebenarnya sudah). Ternyata dulu Ibu adalah guru piano Jin Mok. Dan Ibu selalu membawa Yoo Seul saat mengajar.

Jin Mok memang pemain piano bagus, tapi ia tidak bisa bermain piano dengan penuh perasaan. Ketika Ibu menegur dan berusaha mengajari, Jin Mok tidak setuju.

Ia merasa tidak ada yang salah dengan caranya bermain, dan ia tidak bisa melihat bedanya antara permainan pianonya dengan permainan piano Ibu. Malah menurutnya permainannya lebih bagus dari Ibu karena ia tidak melakukan kesalahan dan temponya dimainkan dengan tepat.

Ibu jadi kesal. Ia berkata orang  biasanya akan mengatakan permainannya lebih baik dari permainan Jin Mok.

“Kecuali kau seorang psikopat…” Ups….Ibu lupa kalau ayah Jin Mok mendengar di ruang tamu. Ia cepat-cepat meralat perkataannya.

Tapi Jin Mok menggunakan kesempatan itu untuk meminta ayahnya mengganti guru piano. Kenapa, tanya ayahnya santai.

“Ia tidak pernah belajar di luar negeri. Aku tidak perlu diajari oleh orang yang bahkan tidak pernah menjadi solois. Dan aku terganggu dengan kehadiran anak perempuan bodoh yang dibawanya itu.”


Jin Mok menyelesaikan tesnya dengan baik. Ia bermain dengan tepat seperti komputer. Tapi terasa ada yang kurang.

Setelah memberi hormat, Jin Mok berkata pada Yoo Seul tadinya ia pikir Yoo Seul akan menyabotasenya. Yoo Seul berkata tadinya ia berpikir begitu, tappi ia merasa tidak perlu setelah mendengar permainan tadi. Permainan tadi terlalu menyedihkan untuk dilihat. Jin Mok menatap Yoo Seul dengan kesal.


Giliran Yoo Seul. Juri bertanya siapa yang akan mejadi pembalik halaman untuk Yoo Seul. Jin Mok yang belum turun dari panggung langsung mengajukan diri. Ibu berseru protes meski setelahnya ia pura-pura sedang protes pada kameranya.

Yoo Seul mendapat materi tes salah satu karya Rachmaninoff (salah satu komposer dan pianis terbaik dunia) yang sulit. Sulit dimainkan oleh pria sekalipun karena membutuhkan jari-jari yang panjang. Sementara Yoo Seul memiliki tangan yang kecil.

Pertanyaannya, apakah Jin Mok akan membalik halaman tepat waktu? Sekali lagi ada yang menduga Jin Mok akan sengaja terlambat membaliknya.

Jin Mok duduk di belakang Yoo Seul. Ia teringat masa lalu ketika ia meminta ayahnya mengganti guru pianonya. Ia berkata ibu Yoo Seul yang tidak bisa mengajar dan selalu menyalahkannya.


Ibu meminta maaf pada ayah Jin Mok dan berkata ia selalu mengajar sebaik mungkin. Ia tidak ke luar negeri dan tidak menjadi solois bukan karena ia tidak berbakat tapi  keluarganya tidak mampu membiayainya. Ia berkata semua murid yang diajarnya selalu diterima masuk ke SMA Hanjoo.

Jin Mok berkata semua orang  menyebutnya jenius, kecuali ibu Yoo Seul. Ayah Jin Mok mengeluarkan dompet dan berkata Jin Mok harus mencari sendiri guru penggantinya. Ia berkata ia tidak bisa membantu ibu Yoo Seul dan memberi kompensasi lebih banyak. Ibu Yoo Seul dipecat.

Ibu berlutut dan meminta maaf pada Jin Mok. Ia berkata ia tidak tahu Jin Mok benar-benar berbakat. Tapi Jin Mok tidak bergeming.


Tiba-tiba terdengar suara piano mengalun. Mereka semua terkejut. Yoo Seul sedang memainkan lagu yang tadi dipelajari Jin Mok.

“Lihat, ibuku sedang mengajarimu bermain seperti ini. Ia mengajarimu dengan benar,” kata Yoo Seul. “Kau yang tidak mau mendengar.”

Jin Mok tidak terima. Ia menuduh ibu Yoo Seul mengajari Yoo Seul dengan benar tapi tidak padanya.

“Tidak….aku tidak pernah mengajarinya bermain piano. Satu kali pun aku tidak pernah mendengarnya,” ibu Yoo Seul tertegun. “Apa kalian tidak dengar? Aku tidak pernah mengajarinya, tapi ia memainkannya dengan sempurna!”


Ia berlari pada Yoo Seul dan berkata Yoo Seul adalah seorang jenius. Jenius yang sebenarnya. Jin Mok iri dan marah. Ia berteriak ibu Yoo Seul berbohong. Ia menyuruh Yoo Seul berhenti bermain tapi Yoo Seul terus memainkannya.

Jin Mok meraih tutup tuts piano dan menjatuhkannya. Yoo Seul berteriak. Ibu Yoo Seul melindungi tangan Yoo Seul dengan tangannya hingga ia yang terjepit penutup tuts piano (berat lho tutup tuts itu >,<). Ayah Jin Mok memarahi Jin Mok.

Tapi ibu Yoo Seul tidak peduli. Ia begitu bersemangat menyadari Yoo Seul seorang jenius piano. Ia seperti tidak merasakan sakit meski Yoo Seul mengkhawatirkan tangan ibunya. 
Baginya yang terpenting tangan Yoo Seul tidak apa-apa. Ia mengajak Yoo Seul pergi.

Bagaimana dengan Jin Mok, tanya Yoo Seul. Ibu berkata ia tidak akan mengajari Jin Mok meski mereka memohon. Untuk apa ia repot-repot mengajari Jin Mok jika puterinya sendiri seorang jenius?

Ibu Yoo Seul membuang uang pemberian ayah Jin Mok ke lantai dan membawa Yoo Seul pergi sambil terus berkata Yoo Seul adalah yang terbaik. Dan peristiwa itu membekas di hati Jin Mok.


Tiba saatnya Jin Mok membalik halaman Yoo Seul. Apakah ia akan membalik tepat waktu?

Ia membalik tepat waktu. Tapi ia sengaja (atau tidak?) membalik terlalu kuat hingga partitur Yoo Seul jatuh ke lantai. Yoo Seul berhenti bermain. Ibu kesal dan berkata Jin Mok pasti sengaja.

Jin Mok meminta maaf dan berkata ia pasti gugup. Ia meminta maaf juga pada para guru juri karena sudah membuat kesalahan. Tapi teman-teman menduga itu bukanlah kesalahan melainkan disengaja.

Jin Mok memungut partitur di lantai. Tapi kali ini Yoo Seul menepis tangan Jin Mok hingga partitur kembali terjatuh. Yoo Seul dengan enteng meminta maaf. “Aku juga pasti merasa gugup.”


Yoo Seul kembali menghadap piano dan memejamkan matanya. Semua orang heran dengan sikap Yoo Seul dan mengira Yoo Seul akan berkelahi dengan Jin Mok.

Tapi rasa heran mereka berubah menjadi kekaguman ketika Yoo Seul kembali memainkan karya Rachmaninoff. Kali ini tanpa melihat partitur sama sekali dan tanpa kesalahan. Semua orang sangat terkesan. Terutama para guru.

Jika Jin Mok memang sengaja menjatuhkan partitus Yoo Seul, maka ini malah menjadi bumerang baginya. Karena semua orang semakin mengakui kejeniusan Yoo Seul.


Di empat lain, Cha Sik sedang bersiap mengikuti ronde ke-3 lomba lompat galah. Pelatihnya berusaha memotivasi Cha Sik dengan berkata Cha Sik harus mendapat medali agar diterima masuk universitas. Tapi perhatian Cha Sik hanya tertuju pada ibunya yang duduk sendirian di deretan bangku penonton.

Sepasang suami istri berpakaian mahal berjalan melewati ibu Cha Sik. Sang wanita (bermantel bulu motif zebra) tidak sengaja menyenggol tas ibu Cha Sik hingga jatuh.
Cha Sik meledak. “Apa kalian lihat itu?! Wanita bermantel zebra mendorong tas ibuku dan tidak meminta maaf!!” teriaknya.


Semua orang kebingungan. Pelatih berusaha menenangkan Cha Sik. Tapi Cha Sik terus marah-marah kalau ibunya paling benci dipandang rendah.

Si pelatih awalnya menenangkan ChaSik tapi lalu ia mendapat ide.

“Tentu saja aku tahu. Aku tahu ibumu tidak suka orang merendahkannya. Tapi ibumu akan lebih sedih kalau kau tidak mendapat medali.”

Cha Sik terus melihat ke arah ibunya. Wanita zebra tadi membuka spanduk lebar-lebar dan tak sengaja menyenggol tangan ibu Cha Sik hingga kotak susu ibunya jatuh. Cha Sik meledak untuk kedua kalinya.

“Anda menjatuhkan susu strawberrynya, Nyonya Zebra!!” teriaknya.


Nyonya zebra berpandangan bingung dengan suaminya. Ia memegang spanduk dukungan untuk Kang Joon Ho. Pelatih dan rekan Cha Sik memegangi Cha Sik.

“Susu strawberry! Ibuku suka susu strawberry!!” Cha Sik terus berteriak-teriak. “Tapi kau menjatuhkan susu strawberrynya!!”

Ibu Cha Sik memberi isyarat pada puteranya kalau ia tidak apa-apa.

“Tapi aku apa-apa!!!” Cha Sik mendorong pelatih dan rekannya sekuat tenaga. “Kang Joon Ho, siapa kau!!! Suruh ibumu minta maaf pada ibuku!”

Pelatih meminta maaf dan berkata Cha Sik anak baik tapi agak error karena terlalu gugup. Ia memarahi Cha Sik dan memberitahunya kalau Kang Joon Ho adalah atlet nasional Korea dan saat ini menduduki peringkat pertama karena melompat 17 cm lebih tinggi daripada Cha Sik.

“Ah, jadi itu sebabnya ia mengabaikan ibuku? Karena ia melompat lebih tinggi 17 cm dariku?”

Pelatih berkata bukan itu maksudnya. Tapi lagi-lagi ia mendapat ide.

“Benar begitu. Jika kau melompat dengan baik, mereka tidak akan mengabaikan ibumu seperti itu. Tidak akan!”


Rekor Joon Ho saat ini. 5,27 meter. Pelatih berkata Cha Sik harus melompat setidaknya 5,10 meter.

“Jung Cha Sik  dari SMA atletik Woo Jeong akan menaikkan palang sampai 5,30 meter untuk ronde ke-3!!” seru Cha Sik.
“Apa?! Tidak, tidak!” kata pelatih pada wasit.

40! Cha Sik terus menaikkan tantangannya setiap kali pelatih protes. Pelatih berkata Cha Sik pasti sudah gila karena rekor terbaik Cha Sik adalah 5,10 meter. Cha Sik berteriak meminta 5,50 meter.

Pelatih menyerah dan setuju 5,30 meter. Jika Cha Sik menang, maka Cha Sik mengalahkan Kang Joon Ho.


Pasangan di sebelah ibu Cha Sik bertanya apakah Cha Sik puteranya. Mereka berkata ambisi Cha Sik bagus.

Kali ini ibu yang tidak terima anaknya diremehkan. Ia mengajak pasangan itu bertaruh. Jika Cha Sik berhasil, maka mereka harus menerima kartu namanya.  Jika gagal, maka ia akan memberi mereka laptopnya.

“Jika aku tidak memiliki laptop, maka sumber pemasukkanku hilang. Aku mempertaruhkan mata pencaharianku saat ini. Cha Sik!! Fighting!!” Hehe pantes anaknya suka teriak-teriak^^

Padahal pelatih Cha Sik pun meragukan Cha Sik mampu. Cha Sik dijuluki Mukbak karena Cha Sik menggila setiap kali merasa dipandang rendah. Meski begitu ia tidak tahu Cha Sik akan menggila hingga  rela membuang medali perunggu yang sudah pasti di tangan.


Cha Sik mempersiapkan diri. Ia mulai berlari sambil memegang galahnya kuat-kuat. Lalu ia melompat.

Cha Sik membuka matanya dan melihat palang masih ada di tempatnya. Ia berhasil!! Semua orang bersorak.

“Ibu lihat? Aku mengalahkan rekor anak nyonya zebra!!” serunya.

Ibu Cha Sik langsung menyerahkan kartu namanya pada pasangan itu. Ia ternyata seorang penulis. Penulis apa saja - dari novel, teater, CV, bahkan surat permintaan maaf. Ia berkata sepertinya pasangan itu mengenal banyak orang yang bisa menjadi kliennya dan berharap mereka bisa membantunya promosi. Mereka terpaksa mengiyakan.


Pelatih berkata sekarang Cha Sik sudah memegang gelar nasinal. Bagaimana jika dinaikkan menjadi 5,35 meter? Jika Cha Sik menggunakan kesempatan ini untuk membuat rekor…
Cha Sik berteriak menantang palang dinaikkan menjadi 5,50 meter. Pelatih cepat-cepat membungkam mulut Cha Sik.

“Apa kau gila? Itu rekor baru di Korea (belum pernah dicapai sebelumnya)!”
Cha Sik berkata ia tahu itu tapi seseorang memberitahunya ia akan membuat rekor hari ini.

“Siapa? Siapa yang mengatakan hal segila itu?” tanya pelatih.
“Dia!” Cha Sik menunjuk pahanya.
“Oh, dia yang mengatakan kau akan memecahkan rekor baru? Kau bohong!!” ujar pelatih pada  paha Cha Sik.


Tes sudah selesai. Yoo Seul keluar menemui ibunya dengan gembira.

“Bagaimana, Bu? Aku benar-benar mengnjak Jin Mok, kan? Ibu melihatku bermain, kan?”

Ibu malah memarahi Yoo Seul karena tidak menurut. Ia berkata Jin Mok tadi melakukan trik licik. Jika Yoo Seul salah langkah, Yoo Seul yang akan diinjak. Yoo Seul meminta maaf pada ibunya.

Tapi anehnya Ibu malah bersikap baik pada Jin Mok. Ia berkata Jin Mok maju pesat sejak bulan lalu dan menawarkan tumpangan.

“Tidak perlu,” Jin Mok menepis tangan ibu Yoo Seul.


Yoo Seul marah melihat itu . Ia memanggil Jin Mok dan berkata Jin Mok tadi sengaja menjatuhkan partiturnya.

“Kau berusaha keras berpura-pura itu tak disengaja, tapi itu jelas sekali. Apa mau dikata? Aku ingat semuanya.”

“Apa kau menyombong kau seorang jenius?” ujar Jin Mok kesal.
“Tidak. Berapa kali harus kukatakan padamu, aku bukan  seorang jenius. Hanya saja kau tidak ada apa-apanya.”

Diam-diam ibu Yoo Seul tersenyum. Yoo Seul menggandeng ibunya dan berbisik apakah ini sudah cukup bagus.  Ibu berkata itu baru permulaan.


Jin Mok mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia pergi ke gereja dan berdoa agar Tuhan berlaku adil. Ia berkata orang itu (Yoo Seul) terus menyerangnya dengan kata-kata menyakitkan   dan ia terus bertahan karena Tuhan menyuruhnya. Tapi Yoo Seul terus menyombong dan merendahkannya. Dan tidak bersyukur atas bakatnya.

“Hakimilah orang yang hanya bisa menyombong. Ia merendahkanku di saat aku berusaha meningkatkan kekuranganku. Aku tidak tahan lagi dengan keangkuhannya. Aku berdoa sungguh-sungguh, mohon hakimi dia dengan api neraka agar ia memahami keangkuhannya.”


Cha Sik mengambil ancang-ancang, lalu melompat. Ia berhasil melompat tanpa menyentuh palang. Tapi tak disangka-sangka, ia jatuh ke atas galah yang masih berdiri tegak. Tepat di pangkal pahanya. Ouch >,<

Semua orang terkejut. Pelatih berteriak memanggil ambulans.


Dalam perjalanan pulang, Ibu menguliahi Yoo Seul agar menurut padanya dan selalu mengambil 1 langkah di depan Jin Mok. Ia berkata Yoo Seul harus belajar dari Profesor  Moon. Ia bisa melihat profesor menyukai Yoo Seul.

Yoo Seul mendengar perkataan ibunya dengan setengah hati. Ia menoleh dan melihat sebuah truk melaju ke arah mereka. Ia terbelalak kaget.


“Buat dia bertobat dalam kegelapan tanpa akhir. Dan perlihatkan bahwa Kau Tuhan yang adil.”

Tabrakan tak terhindarkan. Ban mobil Yoo Seul menggelinding.

Amin. Jin Mok mengakhiri doanya.


Komentar:

Aku sudah mengikuti 3 drama terakhir Park Hye Ryun: Dream High, I Can Hear Your Voice, dan Pinocchio. Semuanya aku sangat suka. Karena itu ketika aku mendengar beliau menulis Page Turner, aku langsung tertarik. Tambahan lagi pemerannya Kim So Hyun, Ji Soo, dan Shin Jae Ha.

Ada yang masih ingat Jae Ha? Dia adalah pemeran Jae Myung muda, kakak Dal Po. Aktingnya dalam Pinocchio memang menarik perhatian.

Park Hye Ryun selalu berhasil membuat drama bagus yang menyentuh. Kelebihannya adalah membuat drama berisi (banyak hikmahnya) namun tetap memiliki selera humor dan menyenangkan untuk ditonton.

Apa yang terjadi antara Jin Mok dan Yoo Seul sebenarnya lebih karena ambisi pribadi ibu Yoo Seul. Jin Mok memang salah, tapi tidak bisa dipungkiri kalau ia masih kecil ketika itu. Sebagai seorang dewasa, ibu Yoo Seul seharusnya lebih dewasa menyikapinya dan bukannya menggunakan Yoo Seul sebagai alat untuk memenuhi ambisi pribadinya. 

Yoo Seul sendiri sepertinya tidak berani membantah ibunya meski ia merasa bosan dan tertekan dengan ambisi ibunya itu. Ia selalu berusaha menyenangkan hati ibunya. Ibu Yoo Seul lupa bahwa puterinya juga memiliki keinginan dan perasaan sendiri. 

Meski memiliki karakter berbeda, Cha Sik dan Jin Mok memiliki kesamaan. Mereka tidak mau direndahkan. Yah, memang ngga ada orang yang mau direndahkan sih hehe…tapi yang penting adalah bagaimana sikap mereka menyikapi hal tersebut.

Jin Mok memilih cara yang dangkal untuk membalas. Ia sepertinya tidak merasa bersalah atas apa yang sudah diperbuatnya. Ia juga tidak merasa bersalah atas perlakuannya pada ibu Yoo Seul di masa lalu.  Sebenarnya ia sengaja atau tidak menjatuhkan partitur Yoo Seul?

Cha Sik memilih cara yang baik. Ia mengalahkan saingannya dengan cara yang sportif. Sayangnya….ia juga harus mengalami tragedi.

Kira-kira apa yang terjadi pada 3 anak muda ini selanjutnya? Bagian 2 akan diposting Dee di Kutudrama. Drama ini tayang 1 kali seminggu di KBS setiap hari Sabtu.